"Asyif, kenapa kau lama sekali? Aku sudah lama menunggu di luar sini, tapi kamu nggak keluar-keluar juga dari dalam," kata Anggraini sebal.Asyif melipat tangannya di depan dada dan menatap Anggraini dengan tatapan menghakimi tanpa berkata apa pun."Baiklah, biar aku beritahu kamu ya. Aku tuh sebenarnya nggak pengen ke sini, tapi aku terpaksa," kata Anggraini menjawab tatapan itu.Anggraini sangat ingat betul pesan Asyif yang menyuruh ia untuk tinggal di kamar saja dan tak perlu keluar kamar."Oh, ya? Terpaksa bagaimana maksudnya?" balas Asyif tak percaya.Anggraini menghela napas melihat ekspresi Asyif yang nampak jelas tidak percaya padanya itu."Mungkin kau tidak percaya ini. Ada yang mengetuk kamar, lalu aku membukanya. Setelah aku membukanya ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Dan sialnya saat aku mau balik lagi ke kamar, pintu kamarnya tiba-tiba sudah tertutup dan tak bisa dibuka sama sekali," tutur Anggraini menjelaskan.Asyif masih tak bergeming menatapnya."Serius, aku ti
“Jalaang!! Bangsaat! Pela*ur!!” Kata-kata makian yang merendahkan bangsa perempuan itu keluar begitu saja dari mulut Teguh.Siapa suami yang tidak akan melakukan hal yang sama saat mendengar pengakuan dari mulut istrinya sendiri kalau dirinya berselingkuh? Anggraini bereaksi datar mendengar makian Teguh terhadap dirinya. Tak ada perasaan marah, benci, atau kecewa saat mendengar kata-kata kasar itu keluar dari mulut lelaki yang pernah dia cintai selama bertahun-tahun itu. Semua perasaan itu sirna berganti dengan rasa masa bodo.Anggraini kembali berbalik ke arah Asyif dan membantu lelaki itu berdiri.“Ayo, berdirilah! Aku akan membantumu,” kata Anggraini lembut antara merasa bersalah dan kasihan.Meski tidak sepenuhnya memaklumi tindakan Asyif itu saat memeluknya, namun akhirnya Anggraini mengerti motivasi pria itu melakukannya. Tentu saja Asyik berniat memprovokasi Teguh dan ingin membuatnya cemburu.Anggraini sedikitpun tak pernah punya keinginan untuk membuat Teguh cemburu dengan m
“Bun, Kila lapal (lapar),” rengek Shakila sambil memasang ekspresi wajah memelas pada Merry.Gadis kecil berusia tiga tahunan itu mengelus-elus perutnya untuk mengekspresikan pada ibunya bahwa dia benar-benar lapar.Merry tersenyum meski raut wajahnya tak bisa menyembunyikan keresahannya karena Teguh belum juga kembali pasca mereka gagal sarapan di resto hotel.“Tunggu sebentar lagi ya. Pasti ayah pulang akan bawa makanan buat Kila dan Bunda,” jawab Merry sambil membelai kepala putrinya itu.“Tapi Kila pengen pilih cendili makanannya,” jawab Shakila dengan lidah cadelnya.Merry menarik napas. Dia sendiri tidak begitu yakin kalau Teguh akan membawakan mereka makanan mengingat Teguh membatalkan sarapan mereka dan terburu-buru pergi setelah pertemuan mereka di lift dengan pria yang sudah menabrak mobil Tari beberapa hari yang lalu.Merry punya kekhawatiran kalau Teguh sengaja turun ke bawah tanpa membawa Merry dan Shakila untuk mencari pria itu dan menyelesaikan urusan mereka.Itu sontak
“Bagaimana? Siap untuk pulang?” tanya Asyif pada Anggraini yang sedang duduk di tepi ranjang.Sudah dua hari Anggraini berada di rumah sakit. Pasca perkelahian antara Asyif dan Teguh karena dirinya berujung dengan Anggraini yang harus dilarikan ke rumah sakir oleh Asyif karena mendapat kekerasan fisik dari suaminya itu. Tendangan Asyif pada punggungnya untungnya tidak sampai menyebabkan fraktur pada tulang belakangnya. Hanya saja karena hal itu Anggraini terpaksa harus dirawat dan beristirahat di rumah sakit selama dua hari. Kedatangannya ke Pangandaran untuk menyusul Asyif dan menyusun rencana-rencana membalas suaminya berakhir berantakan dan amburadul.Anggraini melihat Asyif yang berjalan mendekati ranjangnya. Pria itu sepertinya baru saja menyelesaikan pembayaran dan administrasi agar Anggraini bisa keluar hari ini.“Berapa tagihan rumah sakitnya?” tanya Anggraini.Wanita itu belum terlihat cukup sehat. Pengaruh beberapa obat yang harus ia minum membuat liurnya terasa pahit dan n
“Anggre, kamu benar baik-baik aja? Astaga, kamu diapain sama Teguh sih sampai masuk rumah sakit segala?” tanya Sophia sesaat setelah dia kembali masuk ke dalam rumah usai mengantar kepergian Asyif sampai depan rumah.Ibunya Sophia ikut menanti jawaban dari Anggraini dengan penuh perhatian. Pasalnya kemarin sore suami dari sahabat putrinya itu mendatangi rumah mereka dengan marah-marah. Pria itu memaksa Sophia untuk memberi tahu hubungan perselingkuhan istrinya dengan pria yang sepertinya baru saja mengantar Anggraini itu.Anggraini mengangkat pundaknya seakan tak memiliki kata yang tepat untuk menjawab rasa penasaran Sophia dan ibunya itu.Sophia gegas memeriksa Anggraini sambil tangannya mengeluks beberapa bagian di tubuh Anggraini termasuk punggung dan lengannya.“Aghh …” rintih Anggraini saat tangan sahabatnya tersebut menyentuh punggungnya.“Astaga, dia memukulmu di sini? Di punggung?” pekik Sophia.Anggraini tersenyum simpul. Ia tak berniat menjelaskan lebih rinci bahwa yang sebe
Asyif tiba di rumahnya ketika adzan Isya berkumandang. Begitu turun dari taksi, pria itu segera dibukakan pintu pagar oleh security yang biasa berjaga di pos depan.“Selamat malam, Pak Hamdan!” sapa Asyif.“Eh, Mas Asyif? Tumben naik taksi? Mobilnya kemana?” tanya satpam tersebut heran.“Di bengkel, Pak,” jawab Asyif singkat. “Aku masuk ke dalam ya, Pak? Eh, ada Ummi dan Abi ya?” Sambil menanyakan itu, Asyif tetap melangkahkan kakinya tanda bahwa dia sedang terburu-buru dan tak sempat berbincang terlalu panjang dengan orang yang bertugas menjaga rumah mereka itu.“Ada kok. Bapak sama Ibu ada di dalam, Mas,” jawab Pak Hamdan.“Makasih, Pak Hamdan.”Saat mengucapkan terimakasih pada pria itu, Asyif telah sampai di teras tepat di depan pintu rumah. Bisa dibayangkan seberapa panjang kaki yang ia punya hingga jarak 10 meter dari pagar ke teras ditempuh hanya dengan beberapa langkah saja baginya.Begitu sampai di depan pintu, belum sempat Asyif mengetuk pintu, pintu itu sudah ada yang mem
Asyif berdiri dengan sigap mengeluarkan kursi untuk diduduki oleh wanita tersebut. Sikap dan etika yang biasa ditunjukkan oleh pria-pria gentleman di luar negeri.“Oh, terimakasih,” ucap wanita itu dengan nada senang kemudian duduk dengan manis.Setelah melakukan hal tersebut Asyif kemudian kembali ke tempat duduknya.“Sudah lama?” Perempuan itu kembali mengulangi pertanyaannya.Asyif tersenyum.“Belum, baru nyampai juga,” jawab Asyif.Wanita cantik itu melihat ke sekeliling. Asyif yang peka langsung memberi isyarat pada waiters yang berada di meja bar untuk datang ke meja mereka.“Mau pesan minuman apa?” tanya Asyif mewakili sang waiters bertanya pada perempuan itu.Perempuan itu pun menyebutkan salah satu menu minuman di daftar menu.“Kamu sudah?” tanyanya balik.Asyif menunjukkan gelas minuman di genggamannya dan wanita itu pun menertawakan dirinya sendiri yang menanyakan pertanyaan basa-basi itu padahal dia sendiri sudah melihat ada minuman di depan Asyif.Sambil menunggu waiters
Abi, Ummi dan Nenek Asyif baru saja selesai menunaikan sholat subuh bersama. Tak hanya mereka saja, bahkan perawat lansia baru yang mengurusi sang nenek ikut serta dalam ibadah sholat subuh berjamaah itu.Justru Asyiflah yang tidak ikut serta dalam ibadah fardu itu, membuat sang nenek yang biasa dipanggil Ibu Haji itu bertanya-tanya atas absennya cucunya itu dalam sholat berjamaah itu.“Aku kira tadi malam kamu bilang Asyif sudah pulang dari Pangandaran,” kata sang nenek pada ibunya Asyif yang juga merupakan putrinya itu.Ibu Asyif bergerak mendekat dan menjawab di telinga neneknya Asyif agar wanita tua itu mendengar apa yang akan dikatakannya.“Memang sudah. Tapi tadi malam dia langsung pergi lagi. Katanya ada urusan pekerjaan dan aku tidak tahu dia pulang jam berapa, Bu. Mungkin pulang tengah malam lagi,” kata ibunya Asyif dengan intonasi suara yang cukup tinggi.Neneknya Asyif lantas geleng-geleng kepala.“Pekerjaan apa sampai malam-malam segala. Hartati, kau harus lebih memperha