Menikah dengan Kai bukanlah impian Kira. Pernikahan itu terjadi karena peristiwa kelam, tanpa cinta, tanpa kebahagiaan. Bahkan saat mengandung anak mereka, Kai tetap tak peduli. Hingga malam itu tiba, Kira kehilangan bayinya. Sendirian, tanpa suami di sisinya, tanpa tangan yang menggenggamnya. Beberapa minggu setelahnya Kai akhirnya mencari Kira. Dengan hati yang masih rapuh, Kira datang ke rumah sakit dan berpikir suaminya sedang dalam bahaya. Namun, yang Kira temukan justru pemandangan yang membuat ia ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga. Kai memiliki anak dari wanita lain. “Jadilah ibu susu untuk anakku,” ucap Kai pada Kira tanpa perasaan. Haruskah Kira tetap bertahan dalam pernikahan itu, atau pergi membawa luka yang tak mungkin sembuh?
View MoreKira kembali ke ruangannya setelah selesai makan siang di kantin. Ia melihat Lia sudah ada di ruangannya, maka itu berarti Kai juga sudah ada di dalam sana, pikir Kira.Kira baru akan mulai fokus pada pekerjaannya saat Lia tiba-tiba datang menghampiri.“Kamu dari mana?” tanya Lia sambil duduk di kursi depan meja Kira.“Habis makan siang, Mbak, di kantin.” Kira tersenyum kecil sembari menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga.“Yaah… padahal tadi Tuan Kaisar bawa makan siang buat kamu, lho!”Mendengarnya, Kira merasa terkejut. “Bawa makan siang buat aku?” Kira tersenyum masam. “Masa, sih? Kayaknya nggak mungkin deh.”“Eh, serius! Tadi dia masuk ke sini sambil bawa makanan buat kamu, kamunya nggak ada, dia sampai nyari kamu, tahu?”Kira melihat ke sekeliling ruangannya. Namun ia tidak menemukan makanan yang dikatakan Lia di sudut manapun. Kira kembali tersenyum dan berkata, “Gimana pertemuan dengan Pak Julian? Lancar?” tanyanya untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka.Lia ter
“Di mana Kira? Kenapa akhir-akhir ini dia jarang ikut bersamamu?” tanya Julian pada Kai, Julian sempat melirik Lia yang selama dua pertemuan terakhir selalu ikut bersama Kai, menggantikan Kira.Kai membuka lembaran berkas di tangannya. Tanpa menatap Julian ia bertanya, “Kenapa? Kamu kecewa karena Kira nggak ikut bersamaku?”Julian tersenyum kecil, ia menyeruput americano-nya sesaat sambil memperhatikan ekspresi Kai yang tenang. Pertemuan hari ini diadakan di sebuah restoran, seperti yang lalu-lalu.“Iya, aku sangat kecewa karena nggak bisa bertemu dengannya,” ucap Julian, berusaha memancing Kai.Sontak, Kai menaikkan pandangannya dari berkas di tangannya, ke arah wajah Julian dengan alis saling bertaut. “Dia sedang sibuk dengan pekerjaan yang lain, sayang sekali untuk beberapa waktu ke depan kamu nggak bisa bertemu dengan Kira.”Julian terdiam sesaat, ia bisa melihat raut muka Kai berubah tajam saat mendengar ucapan Julian barusan. Namun
Kai terdiam. Ia terlihat menelan saliva berulang kali. Raut mukanya tampak menegang kala mendengar pertanyaan dari Kira yang membuatnya tertohok.Hening. Kamar itu terasa sunyi selama beberapa saat.Lalu, dengan suara serak, Kai membuka suaranya, “Aku–”“Jangan menjawab kalau cuma akan menyakitiku lebih dalam, Mas,” sela Kira, yang membuat Kai bungkam seribu bahasa.Kira tersenyum perih melihat keterdiaman Kai. “Aku mau tidur. Bisa tolong tinggalkan kamar ini? Jangan khawatir, Luna akan baik-baik saja.”Kai masih terpaku di tempatnya berdiri, pria itu seolah kehilangan kata-katanya.Kira membalikkan tubuhnya membelakangi Kai, lalu menyelimuti dirinya hingga menutupi kepala. Ia berusaha memejamkan matanya, tapi tidak bisa.Hatinya kepalang nyeri karena teringat dengan Aksa yang bernasib malang, bahkan mendiang bayi itu tak pernah mendapat pengakuan dari Kai semasa berada dalam kandungan Kira.Kai cukup lama berdiri membeku
Kira mencuci bibirnya di wastafel dan menggosok-gosoknya dengan penuh rasa kesal, berharap bisa menghilangkan jejak bibir Kai dari sana. “Bisa-bisanya dia menciumku tanpa persetujuanku!” gumam Kira pada dirinya sendiri sambil kembali mencuci bibirnya. Kira merasakan hatinya campur aduk. Ciuman Kai tadi sempat membuat ia terbuai karena ia berpikir itu hanyalah mimpi. Namun, saat menyadari itu kenyataan dan membayangkan Kai sering mencium Violet, entah mengapa Kira jadi merasa jijik. Napas Kira tak beraturan, ia menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Kira lalu memejamkan mata, berusaha melupakan kejadian tadi, tapi entah mengapa ia tak berhasil. Tangan Kira mengepal kuat. Lantas tiba-tiba Kira teringat dengan kepergian Kai ke rumah Violet. Ia merasa khawatir karena sempat mendengar Luna demam. Namun, seharusnya Kira tidak perlu merasa khawatir, toh ada Kai dan Violet yang mengurus bayi tak berdosa itu. Saat Kira sedang melamun menatap wajahnya di cermin, ia mendengar pintu kamar
Kira mengempaskan tubuhnya di sofa. Ia merasa lelah. Entah mengapa akhir-akhir ini Kai selalu memberinya banyak pekerjaan yang menurut Kira tak masuk akal. Sehingga seharian Kira hanya duduk di depan komputer.Untuk makan siang saja ia harus pesan online. Bahkan untuk membalas pesan singkat pun Kira nyaris tidak sempat.Kini, Kira duduk di sofa ruang keluarga. Baru saja selesai memompa ASI untuk Luna. Setelah memasukan ASIP ke freezer dan merapikan alat pompa ASI, Kira duduk kembali di sofa sambil menonton televisi.Berkali-kali Kira menguap. Hingga perlahan-lahan matanya mulai terpejam dan remote di tangannya terjatuh ke sofa.Sementara itu di sisi lain, di dalam sebuah kamar, Kai tidak bisa memejamkan matanya. Ia berguling ke kiri dan kanan, berusaha mencari kenyamanan dalam tidurnya. Namun Kai tidak mendapatkannya.Setiap kali Kai memejamkan mata, bayangan ia sedang berciuman dengan Kira selalu melintas di benaknya. Datang silih berganti dengan bayangan Julian yang memegang tangan
“Laki-laki barusan–maksud saya Kaisar Antariksa, apa yang dia lakukan di sini?”Sang kasir yang mengetahui bahwa yang berbicara di hadapannya adalah CEO Nusantara Hospital, langsung terkejut dan berdiri. “Pak Julian, selamat siang,” sapanya kemudian sambil tersenyum. “Apa maksud Anda laki-laki yang memakai jas barusan?”“Benar. Dia teman saya,” ucap Julian, “apa yang dia lakukan di sini?” tanyanya sekali lagi dengan penuh rasa ingin tahu. Apakah ada saudaranya yang sakit? Jika iya, maka Julian berniat untuk menjenguknya, pikir Julian.“Oh, itu… Pak Kaisar baru saja membayar tagihan rumah sakit, Pak.”“Tagihan rumah sakit?” Kening Julian berkerut bingung. “Untuk siapa?” Sebenarnya ia tidak ingin ikut campur, tapi entah mengapa Julian tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.Kasir itu tampak ragu sejenak, tapi karena yang bertanya adalah Julian, CEO rumah sakit ini, ia akhirnya menjawab dengan hati-hati, “Untuk pasien bernama Indah, Pak.”Mendengar nama Indah disebut-sebut, Julian pun ter
“Sampai jumpa lagi, terima kasih sudah bersedia makan siang denganku.” Julian tersenyum manis ke arah Kira. Kira balas tersenyum, mengangguk. “Sama-sama. Hati-hati dijalan.” Julian ikut mengangguk, ia menatap ke arah Kai dengan tatapan curiga, sebab sejak tadi temannya itu tampak berbeda setiap kali menatap Kira. Namun, Julian tidak menunjukkan kecurigaannya. Pria itu langsung naik ke dalam mobil begitu sopirnya tiba. “Ikut naik mobil bersamaku,” ucap Kai sesaat setelah kepergian Julian. “Nggak perlu, Tuan, saya jalan kaki saja. Lagipula jarak dari sini ke kantor tidak terlalu jauh,” tolak Kira dengan halus sambil tersenyum. Melihat senyuman itu, Kai pun membuang muka dan menelan salivanya. Lalu berkata dengan nada tegas, “Naik! Jangan menolak!” Kira mengembuskan napas sepelan mungkin, lalu akhirnya mengangguk karena tidak ingin membuat keributan di tempat umum. Ia pun naik ke dalam mobil Kai. Kai mengemudikan mobilnya sendiri. Suasana di dalam mobil terasa canggung. Bayangan s
Tanpa membuang-buang waktu, detik itu juga Kai melangkahkan kakinya lebar-lebar menghampiri meja Julian dan Kira.“Kira!” panggil Kai dengan suara baritonnya yang dalam.Mendengar namanya dipanggil dan menyadari kehadiran seseorang di samping meja, sontak Kira menoleh, ia terkejut kala melihat Kai sudah berada di sampingnya.“Tuan Kaisar?” gumam Kira sambil menarik tangannya yang semula ditepuk-tepuk pelan oleh Julian. Kira segera berdiri. “Ada apa Anda datang kemari?”Kai tidak menjawab, ia hanya menatap Kira dan Julian bergantian.Julian pun tak kalah terkejutnya. Julian tak menyangka Kai akan datang setelah ia menyebutkan tempat ia dan Kira makan siang.“Hey, Bung!” Julian berdiri dan meninju pelan lengan atas Kaisar. “Ada apa? Kamu benar-benar khawatir aku akan menculik asisten pribadimu?” candanya sambil terkekeh-kekeh.Kai mendengus kecil, kalau bukan temannya, Kai pasti sudah melayangkan tatapan tajam pada Julian. “Aku tidak takut, karena dia juga nggak akan berani pergi dariku
Setelah membaca pesan dari Julian tersebut, tanpa sadar Kai mengetatkan rahangnya. Ia kembali masuk ke ruangannya sambil melonggarkan ikatan dasinya yang terasa mencekik leher. ‘Brengsek!’ maki Kai dalam hati sambil melempar ponsel ke atas sofa. ‘Kenapa juga aku harus marah?’ Kai mengembuskan napas kasar. Ia duduk di kursinya, fokus pada pekerjaan dan berusaha mengabaikan pesan dari Julian. Namun, sial! Bayangan saat ia berciuman dengan Kira dan pesan dari Julian datang silih berganti memenuhi benaknya, membuat Kai menggeram kesal sambil mengusap wajah dengan kasar. Ia bangkit dari kursinya, mondar-mandir di tengah ruangan seperti beruang kebingungan. Sesekali ia mengumpat. Kai sendiri bingung kenapa dirinya ingin marah saat ini? Tak bisa begini terus, Kai pun mengambil ponselnya dari sofa dan menghubungi nomor telepon Kira. Akan tetapi panggilannya tidak diangkat. Sial! Sial! Sial! Di sisi lain, Kira yang baru selesai memesan makanan pun terkejut kala ponselnya bergetar. Ia m
Di dalam ruang persalinan itu, Kira berjuang sendirian. Ia meringis kesakitan, tangannya hanya mencengkeram tepian ranjang bersalin. Tidak ada tangan yang dapat ia jadikan pegangan. Tidak ada suami yang dapat ia jadikan sandaran. Kaisar—suaminya, tidak hadir di sini, bahkan sejak awal pernikahan, Kai tidak menginginkan Kira, apalagi anak yang dikandungnya.Tapi, Kira masih merasa semua baik saja, karena setidaknya, sebentar lagi bayi di perutnya akan menemaninya.“Tolong... sakit...,” erang Kira, air matanya meluruh membasahi pipi.Dokter dan perawat bersiap di sampingnya. “Tarik napas dalam, Bu Kira. Sedikit lagi... dorong.”Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, Kira mendorong sekuat tenaga. Hingga akhirnya bayi itu lahir.Namun, sesuatu yang mengerikan terjadi.Ruangan yang seharusnya dipenuhi tangisan bayi itu kini terasa sunyi. Amat sunyi.Wajah Kira yang pucat seketika memandangi bayi mungil dalam pelukan dokter. “Kenapa dia tidak menangis?” tanyanya panik.Dokter dan perawat sa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments