Saka tidak salah mengenal krystal itu. Ia ingat jika krystal itu ia pesan dengan bentuk yang ia inginkan, jadi tidak mungkin ada dua benda seperti itu di dunia ini.
“Dari mana kamu mendapatkan benda itu?” tanya Saka tanpa sadar.
Felix dan Nichole serempak menoleh pada Saka. Felix menjawab, “Ini punya Mama. Kata Mama, Papa lah yang memberikan benda ini pada Mama dulu sebagai kenang-kenangan.”
Saka terdiam sejenak. Perasaannya mendadak kacau. “Apa … kamu tahu di mana papamu sekarang berada?”
Felix menggeleng. “Kata Mama, Papa sudah meninggal dunia sebelum aku lahir. Jadi, aku belum pernah bertemu dengan Papa sama sekali. Mama menyimpan ini, tapi karena ini satu-satunya benda dari Papa, jadi aku mengambil dan menyimpannya.”
“Tadi kamu bilang berapa usiamu?” tanya Saka mencoba memastikan kembali.
Felix mengangkat empat jarinya. “Empat tahun!”
Mata Saka melebar. Jika ia tidak salah hitung, memang sudah sekitar lima tahun ia memberikan gelang krystal tersebut pada wanita itu. Seandainya upaya mereka berhasil kala itu, maka usia anak dalam kandungan wanita itu seharusnya juga sudah sekitar empat tahun. Artinya, kemungkinan anaknya seusia dengan Felix sekarang.
Sayangnya, Saka tidak ingat bagaimana sosok wanita itu. Nama yang Felix sebutkan juga rasanya tidak sesuai dengan yang ada dalam ingatannya. Jadi, ia tidak bisa benar-benar memastikannya.
Di tengah-tengah perbincangan antara Felix dan Saka, Nichole berusaha mencari informasi lainnya. Ia pun tidak sengaja menemukan sebuah tulisan berupa deretan angka yang tampak seperti susunan nomor telepon.
“Apa ini nomor telepon mamamu, Felix?” tanyanya.
Felix menoleh dan membaca angka itu. “Oh, iya! Ini nomor Mama! Aku ingat angka belakang dan depannya!”
Nichole tersenyum senang. Akhirnya ada informasi yang bisa membuat Felix kembali ke rumahnya. Dengan cepat, ia pun segera menghubungi nomor yang ada di sana. Ia tahu pasti bahwa ibu dari Felix sangat khawatir akan anaknya yang hilang.
Setelah dua puluh menit menunggu, akhirnya seseorang datang mengetuk pintu ruang kerja Saka. Nichole pun dengan sigap membuka pintu tersebut dan berbincang sejenak untuk menanyakan apakah benar dia adalah Ariana, ibu dari Felix.
“Iya, aku mamanya! Apa Felix benar-benar ada di dalam sana?”
“Iya, silakan masuk,” ucap Nichole dan memberikan jalan untuk Arian masuk menemui anaknya.
“Felix!” panggil Ariana ketika masuk dan mendapati Felix tengah memakan kue.
Felix yang mendengar suara mamanya itu pun sontak menoleh. Senyum lebar di wajah Felix membuat anak itu terlihat semakin menggemaskan. Felix pun turun dari sofa dan meninggalkan camilannya yang tinggal sedikit untuk berlari dan memeluk ibunya.
“Mama!”
Diam-diam, Saka memperhatikan interaksi antara ibu dan anak itu. Dari tempatnya berdiri, ia mengamati sosok Ariana dari atas hingga ke bawah. Perhatiannya tertuju pada sepasang mata Ariana.
Meski saat itu Saka melakukan hubungan dalam cahaya yang sangat redup dan tidak tahu bagaimana wajahnya dengan pasti, namun ia masih ingat betul warna dan bentuk mata wanita itu. Iris mata Ariana yang berwarna cokelat muda yang sewarna dengan hazel itu sangat mirip dengan wanita itu.
Sejujurnya, Saka sangat tidak bisa melupakan mata wanita itu meski sudah berlalu selama lima tahun lamanya.
Mencoba mengabaikan pikirannya, Saka berjalan menuju Ariana dan Felix. Nichole pun juga mendekati mereka. Menyadari hal itu, Ariana segera melepaskan pelukannya pada Felix dan menatap mereka berdua.
Ariana bangkit dengan cepat. Ia berulang kali membungkukkan badannya pada Saka dan juga Nichole. “Terima kasih, terima kasih banyak sudah menyelamatkan anak saya! Saya tidak tahu harus membalas kalian dengan apa. Pokoknya, saya sangat berterima kasih.”
Mata Ariana berkaca-kaca. Dua pria di hadapannya mungkin tidak tahu apa yang sebenarnya Ariana rasakan. Wanita itu sangat bersyukur bisa menemukan Felix dalam keadaan baik-baik saja. Tadi, ia sudah berpikir macam-macam dan menyangka jika dua pria berjas yang membawa anaknya adalah orang jahat yang meminta imbalan besar sebagai tebusan.
Ariana menoleh pada Felix yang memegangi kakinya. “Felix, cepat ucapkan terima kasih juga! Kamu sudah merepotkan mereka!”
Felix terlihat gugup, tetapi ia pun ikut membungkuk. “Terima kasih, Paman Nichole dan Paman Tampan.”
Ariana menganga kecil saat mendengar panggilan Felix pada salah satu pria di hadapannya itu. Namun, ia mengabaikannya saat mendengar dehaman kecil dari Saka. Pria yang berdeham itu terlihat kaku dan dingin meski wajahnya tampan.
‘Apa pria ini yang disebut Paman Tampan?’ batin Ariana.
Dalam benak Saka, ia masih sibuk memikirkan sosok Ariana di depannya. ‘Apa benar wanita ini adalah wanita itu?’
“Tidak apa-apa. Kami senang bisa membantu Felix. Dia bukan anak yang merepotkan, justru dia anak yang tenang dan pintar. Kami jadi tidak merasa risih,” ucap Nichole dengan hangat. Ia tersenyum menatap Felix. “Felix juga lucu, saya jadi merasa senang melihatnya ada di sini.”
Nichole kemudian berjongkok dan mensejajarkan pandangannya pada Felix. “Bukankah kita berdua juga sudah menjadi teman? Jadi, tidak perlu malu dan merasa sungkan.”
Saka memperhatikan Nichole yang berinteraksi dengan Felix. Nichole memang ramah dan bisa berbicara dengan semua orang. Andaikan Nichole tidak bekerja sebagai tangan kanannya pun, orang-orang pasti akan mengenal Nichole karena sikapnya yang friendly itu.
Sangat berkebalikan dengan Saka yang dingin dan disegani oleh siapa saja. Orang-orang akan berpikir dua kali jika ingin berbincang dengan pria itu.
Ariana tidak datang sendirian. Ia ditemani oleh Alice. Wanita itu kini bergantian memeluk Felix dan berkata, “Syukurlah kamu baik-baik saja, Felix! Apa kamu tidak tahu kalau mamamu panik waktu kamu hilang tadi? Lain kali, pegangan yang erat dengan mamamu, ya! Jangan tiba-tiba menghilang begitu saja.”
Felix mengangguk paham. “Iya, Mami Alice.” Lalu, ia beralih pada Ariana yang menatapnya. “Maafkan aku, Mama.”
Ariana menghela napas panjang dan berkata jika ia tidak mempermasalahkannya karena Felix sudah ditemukan. Ia menatap Saka dan Nichole. “Kalau begitu, kami izin pamit pulang. Ini ada sedikit hadiah dari saya. Maaf, mungkin tidak seberapa, tetapi mohon diterima.”
Ariana memberikan sebuah paperbag berkualitas berisi box kue cokelat dari toko terkenal pada Saka. Namun, pria itu tidak kunjung mengambilnya dan terus bersedekap. Nichole pun dengan cepat mengambil peperbag itu.
“Terima kasih banyak, padahal Anda tidak perlu repot-repot seperti ini.”
Ariana, Alice, dan Felix pun keluar setelah mengucapkan terima kasih untuk yang kesekian kalinya. Kantor yang awalnya berwarna akibat kehadiran Felix itu pun kembali sunyi dan terkesan kaku. Kebanyakan orang saja memilih untuk tidak masuk ke dalam ruangan itu kecuali Felix dan para tangan kanannya.
Meski Ariana telah kembali, pikiran Saka masih saja memikirkan tentang wanita bermata hazel itu. Tidak dapat dipungkiri, kemunculan Felix dan Ariana membuat Saka bertanya-tanya dan penasaran.
“Nichole,” panggil Saka ketika Nichole hendak duduk di kursi dan memulai pekerjaannya, “Cepat kamu selidiki latar belakang Felix dan ibunya itu. Kalau bisa, aku ingin kamu melakukan tes DNA antara aku dan Felix.”
“Apa?” Nichole terlihat sangat terkejut dengan ucapan Saka. Ia tentu saja keheranan karena sikap Saka yang mendadak sangat penasaran sampai ingin melakukan tes DNA pada Felix.
Akan tetapi, Nichole tidak bertanya macam-macam dan lebih lanjut. Menurutnya, ini bukan saat yang tepat. Jadi, dia hanya melakukan perintah yang Saka berikan kepadanya.
***
Apartemen baru milik Ariana memang masih terasa asing bagi Felix. Namun, keberadaan Ariana dan Alice membuat Felix merasa nyaman berada di sana. Apalagi, Ariana terlihat senang dengan apartemen barunya, Felix juga merasa bahagia karena memiliki kamar baru yang dihiasi dengan tema dinosaurus yang lebih keren dari kamar lamanya.
Malam ini, ketiga orang itu makan bersama di ruang tengah. Apartemen Ariana memang tidak terlalu besar dan mewah, tetapi cukup nyaman untuk dihuni.
“Felix, bagaimana perasaanmu hari ini? Apa kamu merasa senang dengan kota barunya?” tanya Alice memecah keheningan. Ia sebenarnya berusaha menahan tawa karena melihat betapa lucunya Felix yang masih berusaha makan sendiri.
“Iya! Kotanya bagus. Tadi juga ketemu sama Paman Nichole dan Paman Tampan.”
Alice hampir saja menyemburkan minumannya. Ia tertawa mendengar bagaimana Felix memberi julukan pada salah satu dari pria yang Felix temui. “Bagaimana menurutmu dua orang itu?”
“Paman Nichole baik! Badannya tinggi, waktu aku digendong, aku jadi tinggi juga! Terus, aku dikasih kue enak! Katanya itu dari Paman Tampan, jadi Paman Tampan juga baik. Tapi, Paman Tampan kelihatan agak galak.”
Alice dan Ariana tertawa kecil mendengar itu. Ariana pun ikut bertanya, “Bagaimana kamu bisa bertemu dengan dua orang itu?”
“Waktu Mama hilang, aku tidak sengaja menabrak Paman Tampan. Tapi Paman Tampan tidak marah sama aku. Terus, Paman Tampan juga yang bolehin aku pergi ke kantornya sama Paman Nichole. Aku jadi suka Paman Tampan. ”
Ariana terdiam. Ia tidak bisa membiarkan anaknya membuat masalah pada orang lain.
“Felix, Mama tidak hilang. Mama kan sudah bilang buat kamu tunggu di meja sambil makan es krim, tapi kamu malah pergi. Lain kali kalau Mama bilang kamu harus diam di tempat, kamu tidak boleh ke mana-mana! Kalau kamu tiba-tiba hilang begitu, Mama kan jadi susah mencari kamu. Apalagi kita baru pindah ke sini dua hari yang lalu.”
Mendengar Ariana mengomel, Felix menghentikan makannya dan cemberut. Matanya pun berkaca-kaca seolah akan menangis. “Maaf, Mama. Lain kali Felix akan mendengarkan Mama.”
***
Di sebuah mansion mewah dan megah, tampak seorang pria yang baru saja pulang dari kantornya sedang duduk di sofa yang ada di kamarnya. Ia melepaskan dasinya dan menghela napas panjang. Sembari berusaha mengistirahatkan badannya, ia menatap pemandangan taman dan langit malam yang ada di depannya.
Meski sudah beberapa jam berlalu, tetapi pikiran Saka masih berputar pada kejadian tadi siang. Menurutnya, mencari latar belakang Ariana dan Felix rasanya tidak cukup dan ia pun tidak bisa menunggu hasilnya terlalu lama. Akhirnya, Saka pun memutuskan untuk menghubungi seseorang.
“Halo, Profesor Harry,” ucap Saka setelah menelpon sebuah nomor di ponselnya. “Ada yang ingin aku bicarakan dengan Anda. Ini mengenai wanita yang harusnya menjadi ibu dari anakku lima tahun yang lalu.”
"Kenapa tiba-tiba membahas hal ini, Saka? Bukankah waktu itu kamu bilang jika wanita itu tiba-tiba kabur dan kamu tidak bisa menemukannya?" ucap Harry. “Tunggu, jangan bilang kalau kamu ...."
Bersambung ....
“Apa kamu menemukan wanita itu?!”Saka menghela napas panjang. “Aku belum yakin akan hal itu, Profesor. Saat ini, aku masih menyelidikinya. Tapi, ada kemungkinan jika wanita yang tadi aku temui adalah wanita itu. Lalu, dia juga membawa anak kecil yang berumur empat tahun,” jelas Saka panjang lebar, tetapi tetap dengan nada tenang.“Anak kecil? Apa kamu menduga jika dia adalah anakmu, Saka?” tanya Harry sekali lagi.“Hanya dugaan saja. Aku sudah bilang sedang menyelidikinya, kan? Awalnya, aku bertemu anak itu dan dia membawa krystal yang aku berikan pada wanita yang bermalam denganku waktu itu.”“Krystal?”Saka bergumam mengiyakan. “Itu krystal khusus yang hanya ada satu di dunia. Tidak mungkin orang lain memilikinya kecuali wanita itu. Tapi, Profesor, memangnya mungkin pembuahan bisa berhasil hanya dengan satu kali percobaan?” tanya Saka.Itulah yang selama ini menjadi pikiran Saka. Mungkin saja jika wanita itu memang wanita yang tidur dengannya, tetapi apa mungkin anak itu adalah ana
Ada beberapa hal yang berbeda dari data wanita yang Saka temui lima tahun yang lalu. Di sini, tertulis jika Ariana mengubah kewarganegaraannya pada usia 22 tahun meski ia tidak lahir di negara itu. Padahal, Ariana lahir di negara ini.‘Kenapa dia tiba-tiba saja mengubahnya?’ batin Saka keheranan. Ia mencoba mencari tahu alasannya di dalam dokumen itu, tetapi ia tidak dapat menemukannya.“Nichole, apa kamu tidak tahu kenapa Ariana mengganti kewarganegaraannya?” tanya Saka.Nichole diam dan memeriksa salinan dokumen dalam komputernya. “Tidak ada, Presdir. Sepertinya bukan karena tindak kejahatan dan hal itu memang janggal, tapi hanya itu yang dapat saya temukan. Jika ada info lain, maka akan segera saya sampaikan pada Anda.”‘Jadi hanya Ariana sendiri yang tahu alasannya,’ batin Saka sembari mengernyit.Saka kembali menatap ke arah Nichole. “Bagaimana dengan tes DNA-nya? Profesor Harry sudah menunggumu sejak kemarin.”Senyum lebar terpatri di wajah Nichole. “Tenang saja, Presdir! Saya a
“Mama, teleponmu bunyi,” ucap Felix yang mengalihkan tatapannya dari piring berisi sereal bintang rasa madu menuju telepon Ariana yang berada di atas meja. Sementara itu, Ariana tampak sibuk di dapur untuk memasak makanan untuknya dan bekal untuk Felix nanti. Mata Ariana fokus pada masakan di depannya. Tangannya dengan cepat mengambil bumbu-bumbu dan mencampurkannya ke dalam teflon. Ia terlalu sibuk untuk bisa mengambil ponselnya yang berdering.“Benarkah? Apa kamu bisa ambilkan ponsel Mama, Felix?” ucap Ariana sembari menoleh ke arah Felix yang ada di meja makan.Felix pun mengambil ponsel Ariana yang ada di atas meja dan turun menuju mamanya. Ariana mengecilkan panas pada kompor tanamnya. Ia mengusap tangannya ke apron bergambar bunga mataharinya, lalu ia pun mengambil ponsel dari tangan Felix.“Terima kasih, Felix,” ucap Ariana sembari mengusap kepala Felix.“Paman Jake yang menelpon,” ujar Felix. Anak itu tadi melihat foto pria yang tidak asing di layar ponsel Ariana.Ariana send
Keberadaan wanita berambut pirang yang langsung mendekat ke arah Saka itu membuat pria itu mengernyit samar. Ia sedikit menjaga jaraknya darinya.“Kak Saka ini bicara apa, sih? Tante Diana sendiri yang mengundang aku ke sini! Kebetulan aku juga sedang ada syuting di kota ini, jadi aku bisa datang sekalian mampir. Kan sudah lama kita tidak bertemu? Apa Kak Saka tidak rindu padaku? Padahal aku rindu sekali dengan Kak Saka dan Tante Diana.”Luna menggembungkan pipinya pura-pura kecewa. Ia juga melipat tangannya di depan dada dan membuang mukanya kesal. Saka berdecak kecil. Sementara itu, Diana yang sadar dengan muka masam Saka pun menarik lengan pria itu dengan pelan.“Sudah, sudah, bagaimana kalau kita duduk dulu? Ayo, makan. Kalian semua pasti lapar karena sudah bekerja sejak pagi, kan?” ajak Diana dan menarik Saka untuk duduk. Luna pun ikut duduk di depan Saka. Meski kesal, Saka tidak bisa menolaknya.Saka memang mengenal Luna sejak lama. Diana selalu terobsesi agar Saka bisa menikah
“Baik, kalau begitu aku akan segera ke sana sekarang juga.” Saka menutup teleponnya dengan profesor Harry.Mendengar fakta bahwa hasil tes DNA yang selama ini sudah Saka tunggu keluar, Saka segera berbalik menuju Nichole yang sudah menunggu kedatangannya.“Nichole, aku harus segera kembali,” putus Saka yang tentu saja membuat Nichole mengernyit terkejut.“Maksud Anda apa, Presdir?”“Hasilnya sudah keluar,” jawab Saka singkat. Nichole langsung paham apa yang Saka katakan. “Aku tunggu di mobil.”Saka berlalu begitu saja dan meninggalkan orang-orang dengan pandangan heran. Nichole adalah orang yang menjelaskan jika Saka sedang ada urusan mendadak, jadi tidak bisa sepenuhnya mengawasi jalannya proses syuting sepenuhnya seperti yang sudah diagendakan.“Maaf, Presdir sedang ada urusan mendesak, jadi harus segera kembali. Tapi Presdir berharap agar drama ini sukses besar. Tentu saja akan ada imbalan yang sesuai jika drama ini bisa melebihi target,” ucap Nichole sembari mengedipkan sebelah ma
Belum sempat Felix menoleh pada wanita yang tadi ia tabrak, Ariana tiba-tiba sudah menarik Felix dalam gendongannya. Ia buru-buru pergi dan menjauh dari wanita yang tadi ia panggil sebagai 'mama’ itu.“Mama, susuku!” seru Felix dengan polosnya saat Ariana membawanya dan meninggalkan troli belanjaan mereka.Ariana sama sekali tidak peduli akan hal itu. Ia langsung meninggalkan plaza menuju tempat parkir. Laju larinya semakin cepat kala ia menyadari jika wanita paruh baya itu justru mengejar dan memanggil nama Ariana.“Mama, kenapa?” tanya Felix ikut panik saat Ariana meletakkannya di jok penumpang.“Tidak apa-apa, Felix. Kita beli di tempat lain saja susunya, ya?” bujuk Ariana sembari berusaha tersenyum. Ia beralih masuk ke kursi kemudi dan segera membawa mobilnya melaju meninggalkan plaza mall tersebut.Sementara itu, wanita paruh baya yang ditemuinya tadi berusaha untuk mengikuti mobil Ariana. Sayangnya, mobil Ariana sudah menghilang dari keramaian. Ia tidak sempat mengikuti jejak Ar
Pria yang baru saja turun dari pesawat itu mendengar suara anak kecil yang tidak asing di telinganya. Begitu ia menoleh, ia bisa langsung melihat anak yang sedang memanggilnya itu tengah melambai sambil melompat-lompat kecil.“Paman Jake! Paman Jake! Di sini!” panggil Felix.Segera saja Jake berlari menuju anak kecil itu dengan merentangkan kedua tangannya. “Felix!!” seru Jake yang berhasil menarik perhatian banyak orang.Ariana dan Alano yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Padahal mereka tidak mau jadi pusat perhatian dengan sudah memakai masker dan kacamata, tetapi Jake justru berteriak dan berlari ke arah Felix, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia bahkan sampai meninggalkan kopernya beberapa langkah di belakang.“Paman Jake!” Felix tertawa saat badannya berada jauh lebih tinggi dari orang-orang di sekitarnya. Lalu setelah tiga kali diangkat seperti itu, Jake menggendong Felix dengan satu tangannya.“Bagaimana kabarmu, Felix? Selama ini kamu jadi anak yang pintar dan
“Sudah, sudah! Ayo duduk kalian berdua! Apa tidak lelah berdiri terus sepanjang hari?” ucap Alice yang membuyarkan fokus orang-orang.Ariana dan Alano pun duduk di sofa yang ada di hadapan Saka dan Nichole. Felix dengan cepat segera menghampiri Ariana dan langsung duduk di pangkuan ibunya.“Felix, bagaimana harimu?” tanya Ariana.“Menyenangkan!” jawab Felix cepat. “Aku undang Paman Nichole dan Paman Tampan untuk datang kemari, soalnya aku mau kasih kukis yang kemarin kita buat ke mereka.”‘Paman Tampan?’ batin Alano saat mendengar ucapan Felix. Ia segera menoleh pada Saka dan Nichole, bertanya-tanya siapa ‘Paman Tampan’ yang dikatakan oleh Felix. Sebenarnya, ada satu orang yang cocok dengan sebutan itu, tetapi Alano tidak mau mengakuinya.‘Tunggu dulu, entah kenapa mereka terlihat tidak asing,’ batin Alano bertanya-tanya.Sementara itu, Felix melanjutkan ceritanya, “Aku senang bisa punya teman baru. Kata Mama, kalau punya teman harus saling berbagi apa yang kita punya, kan? Jadi, aku