Share

Mencari Tahu

“Apa kamu menemukan wanita itu?!”

Saka menghela napas panjang. “Aku belum yakin akan hal itu, Profesor. Saat ini, aku masih menyelidikinya. Tapi, ada kemungkinan jika wanita yang tadi aku temui adalah wanita itu. Lalu, dia juga membawa anak kecil yang berumur empat tahun,” jelas Saka panjang lebar, tetapi tetap dengan nada tenang.

“Anak kecil? Apa kamu menduga jika dia adalah anakmu, Saka?” tanya Harry sekali lagi.

“Hanya dugaan saja. Aku sudah bilang sedang menyelidikinya, kan? Awalnya, aku bertemu anak itu dan dia membawa krystal yang aku berikan pada wanita yang bermalam denganku waktu itu.”

“Krystal?”

Saka bergumam mengiyakan. “Itu krystal khusus yang hanya ada satu di dunia. Tidak mungkin orang lain memilikinya kecuali wanita itu. Tapi, Profesor, memangnya mungkin pembuahan bisa berhasil hanya dengan satu kali percobaan?” tanya Saka.

Itulah yang selama ini menjadi pikiran Saka. Mungkin saja jika wanita itu memang wanita yang tidur dengannya, tetapi apa mungkin anak itu adalah anaknya? 

“Sebenarnya banyak kasus pembuahan yang terjadi dalam sekali coba. Jadi, hal itu tidak lah mustahil, Saka,” jelas Harry. “Tapi, akan lebih baik jika kamu tetap melakukan tes DNA dengan anak itu agar tebakanmu terjawab.”

“Aku mengerti. Aku akan segera memberikan sampel anak itu agar kamu bisa melakukan tes DNA-nya. Mungkin, Nichole yang akan datang,” putus Saka.

“Tidak masalah. Aku tahu kamu sangat sibuk dengan jadwalmu. Akan aku tunggu kabar darimu selanjutnya,” ucap Harry.

Sambungan pun tertutup. Saka bangkit dan melepaskan semua pakaiannya, menunjukkan kegagahan tubuhnya pada kegelapan malam sebelum ia berganti menggunakan pakaian tidurnya.

Sayangnya, meski Saka sudah berada di atas kasur pun, pikirannya tetap dipenuhi oleh pandangan dan suara Ariana.

‘Apa kamu sungguh dia?’

***

Pagi menjelang siang, Ariana datang ke sebuah restoran tempat diadakannya pertemuan dengan beberapa rekan kerjanya. Mereka sudah memesan ruangan khusus rapat beserta dengan hidangannya. Ruangan itu tampak ramai dengan orang-orang yang berpartisipasi dalam proyek terbaru. 

“Ariana!” seorang pria paruh baya memanggil Ariana yang baru saja sampai. “Duduklah di sini, kami menyediakan tempat khusus untukmu!”

Ariana tersenyum dan segera berjalan menuju Sutradara. Memang ada satu kursi kosong di situ. Tanpa berpikir panjang, ia pun duduk di sana.

“Nah, karena Ariana sudah datang, akan aku perkenalkan dengan orang-orang. Semuanya, mungkin beberapa kalian sudah tahu, tapi biar kuperkenalkan aktris kita satu ini secara formal, ini Ariana Cellania yang akan berperan sebagai pembantu utama. Dia berhasil lolos seleksi dengan sangat baik dan memuaskan. Ariana baru saja pindah ke kota ini dari luar negeri. Dia mengikutiku karena sudah terikat kontrak.”

Ariana tersenyum pada orang-orang yang menatapnya. “Terima kasih. Salam kenal semuanya. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik ke depannya.”

Sutradara tersenyum puas pada Ariana. “Baiklah, terima kasih sudah memperhatikan. Sekarang, kalian bebas mengobrol dan makan hidangan yang sudah disediakan. Aku membuat acara ini agar kalian bisa dekat dan kenal satu sama lain. Proyek ini adalah proyek besar, jadi aku ingin kalian semua akrab agar semuanya bisa berjalan dengan lancar.”

Acara makan-makan itu pun berlangsung sangat meriah. Makanan di restoran yang Sutradara pesankan itu memang terkenal sangat lezat meski harganya memang lumayan. Jadi, mereka merasa tidak boleh menyisakan satu makanan pun.

Ariana sendiri hanya makan beberapa saja meski makanan di depannya sangat menggiurkan. Ia harus menjaga proporsi tubuhnya untuk aktivitas syuting.

Di tengah-tengah itu, tiba-tiba saja ada seorang wanita cantik dengan gaya glamor mendekati mereka. Ariana terperangah akan kecantikan wanita itu. Auranya berbeda jauh dengan aura aktris biasa.

“Halo, kamu Ariana, kan?” sapa wanita itu dengan ramah.

“Iya benar.” Ariana tersenyum canggung.

Wanita itu mengulurkan tangannya. “Aku Luna Audrey, salam kenal. Kalau kamu adalah pemeran utama pembantu, pasti kita akan sering berinteraksi karena aku adalah pemeran utama wanitanya.”

‘Ternyata dia pemeran utama wanitanya, pantas saja secantik ini. Pak Sutradara tidak salah memilihnya,’ batin Ariana.

Ariana membalas uluran tangan Luna. “Salam kenal juga, Luna. Senang bisa bertemu dan bekerja sama denganmu. Melihat kecantikan dan auramu, tidak salah kamu dipilih jadi pemeran utamanya,” puji Ariana dengan tulus. Meski merasa kalah, tetapi Ariana tetap mau mengakui jika Luna jauh di atas dirinya. Hal itu tidak membuat Ariana menyerah.

“Ya ampun, jangan memujiku seperti itu. Padahal kamu juga sama cantiknya,”  balas Luna dengan tertawa manis. Beberapa orang terpana dengan kecantikannya saat ia tertawa seperti itu.

“Anda bisa saja.” Ariana tersenyum malu-malu.

‘Tak hanya cantik, tapi dia juga ramah. Biasanya, aktris papan atas terlalu gengsi untuk menyapa artis di bawahnya, tapi Luna tidak begitu,’ batin Ariana.

Luna dan Ariana berbincang dengan akrab. Luna kebanyakan bertanya tentang pengalaman syuting Ariana dan film apa saja yang sudah Ariana  bintangi.

Di sela-sela perbincangan itu, tiba-tiba datang seseorang yang duduk pada satu kursi kosong di depan Luna. Ariana dan Luna sama-sama menoleh ke arah pria tampan itu. Mereka tidak tahu jika pria itu sejak kedatangannya terus memperhatikan Luna dan Ariana dari kejauhan.

“Hai semuanya, kursinya kosong, tidak masalah kalau aku bergabung, kan?” tanya pria itu.

Luna yang tampaknya mengenal pria itu tersenyum lebar dan menatapnya sepenuhnya. “Kak Alano! Tentu saja boleh! Semakin banyak orang, akan semakin menyenangkan!” ucap Luna dengan berseru senang. Ia bahkan menepuk tangannya beberapa kali karena terlalu senang.

Sementara itu, Ariana juga tahu mengapa Luna bisa sesenang itu. Itu semua karena Alano adalah aktor papan atas. Ia terkenal akan ketampanan dan kelihaiannya dalam mengatur ekspresi ketika syuting. Tak heran jika dia menjadi salah satu aktor yang dipuja-puja oleh kalangan wanita dari berbagai macanegara. Tentu saja Luna juga pasti mengenalnya. Apalagi, wanita itu sangat tidak sabar karena akan beradu akting dengannya.

“Terima kasih,” ucap Alano dengan senyumnya yang mematikan.

Namun, Ariana justru memutar bola matanya saat melihat senyuman itu. Mungkin orang lain akan terpana, tetapi tidak dengan Ariana. Senyuman itu justru membuatnya mual dan ingin muntah.

“Halo, Nona Ariana,” sapa Alano yang langsung mendapatkan lirikan tajam dari Ariana. “Ini pertama kalinya kita bertemu, kan? Salam kenal, aku Alano.”

Ariana menatap tangan Alano yang terulur. Ia menjabat tangan itu dengan singkat dan cepat. “Ariana.”

Alano menahan tawanya saat melihat tindakan Ariana yang dengan jelas tidak menyukainya. “Kudengar kamu baru pindah ke kota ini, ya? Bagaimana kehidupanmu saat di luar negeri? Pasti di sana banyak pria-pria keren, kan? Apa mereka lebih keren dariku?”

“Eis, mana mungkin! Bagiku, Alano itu yang paling keren.”

Bukan Ariana yang menjawabnya, melainkan Luna. Ariana hanya memperhatikan saja sembari meminum jusnya. Jika bisa, ia sebenarnya tidak mau berada di dekat laki-laki ini. Luna dan Alano sama-sama tertawa.

“Pastinya begitu. Oh, iya! Apa kamu sudah punya pacar? atau mungkinkah kamu lagi single?” goda Alano dengan menaikkan salah satu alisnya. 

Ariana yang mendengar hal itu hanya mendengkus kesal. ‘Awas saja kau, Alano! Beraninya kau menggodaku di tempat penting seperti ini. Pakai acara tidak kenal segala. Sungguh meresahkan.’

***

Sebuah salon yang berada di pusat kota itu selalu ramai didatangi oleh pengunjung. Antriannya selalu saja panjang dan butuh reservasi jika ingin cepat. Hasilnya selalu lebih dari memuaskan. Tak heran jika tempat itu menjadi langganan beberapa artis yang ingin menata rambut mereka. Tak hanya itu, di dalamnya juga terdapat butik dengan model pakaian yang sedang trendi belakangan ini.

Di ruangan pribadi yang ada di dalam butik itu terdapat seorang anak kecil yang sedang diam menonton televisi. Ruangan itu dibuat khusus untuk sang pemilik ketika beristirahat karena sepi dari kebisingan dan orang-orang asing.

Felix menoleh pada Alice, sang pemilik salon serta butik itu. “Mami Alice, apa boleh aku pinjam ponselmu?” tanya Felix dengan matanya yang berbinar.

Alice yang sedang membuat sketsa pakaian sembari menjaga Felix itu pun mengalihkan tatapannya. “Untuk apa, Sayang?” tanya Alice balik sembari memainkan pipi Felix dengan gemas.

“Mami Alice, berhenti,” ucap Felix sembari memegangi tangan Alice. Alice tertawa dan menarik tangannya. Lalu, Felix pun menjawab, ”Untuk telepon Paman yang waktu itu ajak aku main ke kantornya. Tahu, enggak? Paman Nichole itu lho! Katanya Paman Nichole, aku disuruh hubungin dia kalau sudah pulang, tapi aku lupa soalnya asyik main sama Mama.”

Alice mengernyit. “Kenapa kamu diminta telepon dia?”

“Aku dan Paman Nichole kan teman. Paman Nichole juga janji mau ajak aku buat makan-makan sama kucing. Boleh ya Mami Alice?” mata bulat Felix yang menatapnya dengan tatapan memelas itu tampak imut dan menggemaskan. 

Sebenarnya, Alice tidak sepenuhnya percaya pada orang yang disebutkan oleh Felix. Ia bertanya-tanya apa alasan pria bernama Nichole itu mau mengajak anak kecil untuk makan-makan. Namun, tatapan memelas Felix membuat Alice memberikan ponselnya.

“Memangnya kamu punya nomor teleponnya?” tanya Alice.

“Punya!” Felix mengambil ponsel Alice dan berteriak kegirangan sambil melompat-lompat selayaknya anak kecil. “Yeay! Terima kasih banyak, Mami Alice!” Felix berhenti dan mendekati Alice, lalu memberikan ciuman pada wanita itu.

Alice menghela napas dan tersenyum pasrah. Ciuman Felix membuat Alice meleleh. “Iya, sama-sama. Kalau Paman Nichole berbuat jahat sama kamu, bilang ke Mami, ya?”

Felix mengangguk cepat dan mulai menghubungi Nichole dengan nomor yang ada di buku catatannya. Nichole menuliskan nomor itu di bawah nomor Paman Tampan dan nomor mamanya.

***

“Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan hasilnya, Nichole?” tanya Saka.

Nichole memberikan sebuah dokumen yang sudah ia susun sedemikian rupa hingga mengorbankan waktu tidur dan makannya. “Sudah, Presdir. Sesuai permintaan Anda, saya menyusun semua latar belakang Nona Ariana dan Felix dalam dokumen itu. 

Saka pun segera mengamati isi dokumen itu, meninggalkan Nichole yang memulai kembali pekerjaannya yang tertunda. Satu per-satu kalimat dan gambar ia baca dengan teliti. Ia merasa tidak boleh ada yang terlewat satu pun. Bisa jadi itu adalah fakta penting.

Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal dalam benak Saka ketika membaca dokumen tersebut.

"Tunggu dulu, ini kenapa—"

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status