Ada beberapa hal yang berbeda dari data wanita yang Saka temui lima tahun yang lalu. Di sini, tertulis jika Ariana mengubah kewarganegaraannya pada usia 22 tahun meski ia tidak lahir di negara itu. Padahal, Ariana lahir di negara ini.
‘Kenapa dia tiba-tiba saja mengubahnya?’ batin Saka keheranan. Ia mencoba mencari tahu alasannya di dalam dokumen itu, tetapi ia tidak dapat menemukannya.
“Nichole, apa kamu tidak tahu kenapa Ariana mengganti kewarganegaraannya?” tanya Saka.
Nichole diam dan memeriksa salinan dokumen dalam komputernya. “Tidak ada, Presdir. Sepertinya bukan karena tindak kejahatan dan hal itu memang janggal, tapi hanya itu yang dapat saya temukan. Jika ada info lain, maka akan segera saya sampaikan pada Anda.”
‘Jadi hanya Ariana sendiri yang tahu alasannya,’ batin Saka sembari mengernyit.
Saka kembali menatap ke arah Nichole. “Bagaimana dengan tes DNA-nya? Profesor Harry sudah menunggumu sejak kemarin.”
Senyum lebar terpatri di wajah Nichole. “Tenang saja, Presdir! Saya akan memberikannya pada profesor Harry secepatnya!” seru Nichole meyakinkan. Ia sudah memiliki janji temu dengan Felix, jadi cepat atau lambat, ia pasti akan mendapatkan.
Saka pun tersenyum puas pada Nichole. Bawahannya itu memang tahu apa saja yang harus ia lakukan tanpa perlu disuruh terlebih dahulu.
***
Matahari sudah naik agak tinggi, tetapi belum datang waktu makan siang. Di jam ini, Felix turun dari mobil Alice yang diam-diam mengantarkannya ke sebuah restoran. Pria bernama Nichole mengirimkan rute-nya melalui nomor Alice dan Alice diam-diam mengantarkan Felix menemui Nichole.
Meski masih merasa curiga, tetapi Alice luluh akibat rengekan Felix dengan menggunakan wajah polosnya. Apalagi, Alice juga mendapatkan pesan dari Nichole yang mengirimkan kata-kata untuk meyakinkannya jika Nichole bukanlah orang jahat dan hanya ingin mengajak Felix makan saja.
Akhirnya, Alice pun masuk dalam rencana Nichole.
“Paman Nichole!” Felix yang baru saja turun itu berlari ke arah Nichole sembari merentangkan tangannya.
Nichole dengan hangat menyambut kedatangan Felix dan mengangkatnya, meletakkannya dalam gendongan lengannya. “Halo, Felix! Lama tidak bertemu kamu makin berat saja, ya?”
Felix terlihat senang ketika Nichole menaik-turunkan badannya ke udara seolah Felix sama sekali tidak berat. Anak itu tertawa kegirangan.
“Kamu yang bernama Nichole, kan?” Alice melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Nichole dengan tatapan tajam serta menilai. Dari pakaian, Felix terlihat seperti orang mapan yang bisa dipercaya, tetapi ada istilah untuk tidak menilai buku dari sampulnya.
“Benar, aku Nichole,” ucap Nichole.
Pria itu mengeluarkan kartu identitasnya dan mengulurkannya pada Alice. Ia dan Alice memang sudah sepakat jika Nichole akan memberikan kartu identitas penduduknya pada Alice sebagai jaminan. Nichole sama sekali tidak mempermasalahkannya. Ia justru merasa maklum dan memahami kekhawatiran itu, apalagi setelah kasus hilangnya Felix beberapa saat yang lalu.
Alice menyambarnya dengan cepat dan membaca kartu itu. Foto dan namanya sesuai, jadi Alice menyimpan kartu itu di sakunya. “Akan aku kembalikan jika kamu membawa Felix dalam keadaan baik-baik saja!”
“Tenang, aku tidak berniat menculik atau menyakitinya, kok. Bukankah kita teman baik, Felix?” Nichole mengedipkan salah satu matanya pada Felix.
“Tentu saja!”
Felix menyeringai puas karena mendapatkan kepercayaan penuh dari Felix. “Kalau begitu, aku dan Felix pergi dulu.”
Alice mengangguk dan kembali ke mobilnya. Sebelum pergi, ia berkata, “Hubungi aku jika kalian sudah selesai. Batas waktunya tidak lebih dari dua jam! Jangan memberikan Felix makanan pedas dan terlalu banyak manis! Jangan juga membuatnya bermain sesuatu yang berbahaya! Lalu–”
“Iya, iya, aku paham. Kamu bisa pergi dengan tenang. Akan aku pulangkan Felix secepatnya jika sudah selesai makan dan bermain,” potong Nichole dan mengusir Alice pergi.
Nichole dan Felix pun saling menatap ketika Alice sudah benar-benar pergi. Mereka berdua sama-sama tertawa seolah mereka adalah teman akrab yang akhirnya bertemu setelah sekian lama.
“Sudah siap makan bersama kucing-kucing?”
“Siap, Paman!!” Felix meloncat-loncat saking senangnya.
Akhirnya, dua orang itu pun masuk ke dalam sebuah restoran mewah. Meski terlihat seperti restoran mahal dan cenderung terkesan dewasa, restoran itu juga terkenal akan kucing-kucingnya yang berasal dari berbagai ras dan negara. Tak hanya itu, menu makanannya pun sangat lezat dan banyak menu makanan dari luar negeri, termasuk negara tempat Felix dibesarkan. Oleh karena itu, Felix mau ikut dengan Nichole untuk makan di sana.
***
Ariana yang baru saja pulang dari lokasi syutingnya itu tidak langsung kembali ke rumahnya, ia pergi menuju apartemen Alice untuk menjemput Felix. Sepanjang jalan, ia tidak sabar untuk memeluk Felix dan tidur bersama dengan anak itu.
Akan tetapi, Ariana tidak pulang sendirian saat ini. Ada seorang pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu sama tidak sabarnya untuk memberi kejutan pada Felix akan kedatangannya yang tiba-tiba.
Setelah sampai di apartemen Alice, terlihat Felix yang sudah menunggu kedatangan Ariana di ruang tengah. Felix yang mendengar suara ibunya itu pun melompat turun dari sofa dan berlari menuju pintu masuk.
“Mama!!” panggil Felix dengan merentangkan kedua tangannya.
Ariana pun memeluk Felix dan mengobati rasa rindunya meski hanya beberapa jam saja tidak bertemu.
“Felix, gimana harimu? Kamu senangkan di sini sama Mami Alice? Nggak bosan 'kan?” tanya Ariana.
Felix menggeleng dengan lucu. “Enggak, Felix tadi jalan-jalan sebentar buat lihat-lihat kucing.”
Felix tersentak saat merasakan tepukan di pundaknya. Felix menoleh dan matanya membulat sempurna saat melihat seorang pria dewasa yang tersenyum lebar kepadanya.
“Om Alanooo!” Felix melompat kegirangan melihat Alano yang tiba-tiba ada di belakangnya.
“Halo, Felix!” Alano mengangkat Felix tinggi-tinggi hingga membuat anak itu tertawa kencang. Ia lalu menurunkan Felix dan mengeluarkan paper bag yang ia bawa khusus untuk Felix. “Lihat, Felix! Om-mu yang paling keren dan tampan sejagat raya ini datang membawakan mainan dan cokelat kesukaanmu!”
Mata Felix berbinar, seolah ada bintang jatuh di irisnya. Ia segera mengambil paper bag dan bungkusan kado yang dibawa oleh Alano. Kaki kecilnya melompat-lompat kegirangan. Ia segera duduk dan hendak membuka kado berwarna biru dengan gambar dino itu.
“Felix, bukanya di rumah aja,” nasihat Ariana. Felix menoleh dengan mulut yang dimajukan. “Kalau di sini, nanti kasihan Mami Alice harus beresin sampahnya,” sambung Ariana.
Felix, meski cemberut, ia pun menuruti perkataan sang mama. Ia memilih untuk tidak membuka paper bag yang ternyata berisi cokelat kesukaannya. Anak itu menoleh pada Alano.
“Makasih banyak, Om Alano! Om Alano memang yang terbaik dan paling tampan!” puji Felix yang membuat Alano menyeringai penuh kemenangan. “Tapi, Om Alano enggak setampan Paman Tampan, sih.”
Alice, Ariana, dan Alano menoleh serempak pada Felix. Wajah Ariana memerah akan sikap anaknya yang di luar nalar, sedangkan Alice tertawa terbahak-bahak.
“Siapa itu Paman Tampan?” tanya Alano yang tampak kebingungan.
“Bukan siapa-siapa, cuma orang asing yang tidak sengaja bertemu di jalan, kok,” jawab Ariana seadanya.
“Tapi memang lebih tampan Paman Tampan, sih,” celutuk Alice dengan nada menggoda.
“Apa?!” Alano menoleh cepat ke arah Alice yang tertawa. “Hei, memangnya seberapa tampan, sih, orang itu?! Masa lebih tampan dari ketampananku yang sudah diakui oleh dunia ini?”
Belum sempat Alice dan Alano melanjutkan pertikaiannya, Felix merengut dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sikap marahnya terlihat sangat imut. “Om Alano, tidak boleh berteriak seperti itu pada perempuan. Laki-laki itu harus sayang dan menjaga perempuan!”
Ariana dan Alice menahan tawanya saat mendengar ucapan Felix. Sedangkan Alano dengan muka memerah meminta maaf pada Felix dan Alice.
“Ya ampun, anakku ini pintar sekali!” seru Ariana dan kembali memeluk Felix.
***
Meski sudah berada di rumah, Saka tidak langsung mengistirahatkan badannya. Mungkin karena masih muda, ia memiliki tenaga yang cukup banyak jadi tidak mudah lelah. Saka memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya yang ia bawa dari kantor. Ia lebih suka melakukan hal itu daripada melakukan hal yang sia-sia.
Namun, dering telepon yang ada di sebelah laptop mengalihkan perhatian Saka dari pekerjaannya. Terlihat foto wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu di sana.
Saka segera mengangkat telepon dari ibunya itu. “Iya, Ma? Ada apa?”
"Saka, akhir pekan nanti kamu tidak sibuk, kan? Jangan bilang kalau kamu sibuk! Mama kan sudah nasihati kamu untuk tidak berlebihan dalam bekerja! Kalau waktunya libur ya libur, istirahat ya istirahat. Jangan bawa pekerjaan di luar jam kerjamu," ucap seorang wanita di seberang telepon.
Saka menghela napas panjang. Baru saja ia mengangkat telepon itu, tetapi hal yang pertama ia dengar adalah nasihat yang panjang lebar.
“Aku tidak ada kerjaan akhir pekan nanti,” jawab Saka mengalihkan pembicaraan ke topik awal.
"Bagus kalau begitu. Akhir pekan nanti, segera datang ke rumah. Mama dan Papa sudah kangen sama kamu. Masa kita bertemu terakhir satu bulan yang lalu? Seharusnya kan kita bertemu lebih sering karena masih satu kota."
“Iya, Ma,” jawab Saka sekadarnya.
"Pokoknya, datang, ya! Ada hal penting yang mau Mama bicarakan sama kamu juga."
Alis Saka merengut. Selalu ada hal mencurigakan tiap kali mamanya berbicara serius dengannya. Terakhir kali, Saka ditanya kapan akan membawa perempuan ke rumah untuk dikenalkan. Saka kabur malam harinya setelah itu.
“Mama mau bicara apa? Butuh uang untuk berlibur ke Europa? Apa tidak bisa lewat telepon saja?”
Mama Saka berdecak kesal. "Bukan itu. Kalau Mama mau berlibur kan tinggal minta ke papamu. Sudahlah, pokoknya datang saja. Jangan banyak tanya!"
Belum sempat Saka menjawab, sambungan itu sudah diputus. Mungkin, orang yang berani memerintahnya di dunia ini hanyalah mamanya. Saka menggelengkan kepalanya setiap kali mengingat wanita itu.
"Pasti Mama mau membahas tentang pernikahan itu lagi! Padahal aku sudah bilang tidak mau."
Saka menyandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Perasaannya untuk melakukan pekerjaan sudah hilang. Ia pun memutuskan untuk menutup laptopnya.
***
Wanita paruh baya itu menatap foto anak laki-lakinya yang tampan sembari menghela napas panjang. Di sebelahnya, terdapat seorang gadis berambut pirang panjang dan bergelombang tengah bersamanya.
“Bagaimana, Tante? Apa kak Saka mau datang ke sini?”
Diana, Mama Saka, mengelus pipi lembut gadis pirang di sebelahnya. “Kamu tenang saja ya, Sayang. Saka pasti akan datang ke sini. Anak itu tidak akan berani membantah ucapan Tante.”
Gadis itu tersenyum cerah. “Yeay! Aku enggak sabar buat ketemu sama Kak Saka lagi!”
“Saka pasti akan kaget lihat kamu yang tambah cantik, Nak! Tante yakin kalau Saka akan luluh sama kamu!”
Gadis pirang itu mengangguk kecil dan terlihat malu-malu. Namun dalam hatinya, ia sedang menyusun rencana besar.
‘Lihat saja nanti! Aku pasti akan mendapatkanmu bagaimana pun caranya, Saka Wilson!’
Bersambung ....
“Mama, teleponmu bunyi,” ucap Felix yang mengalihkan tatapannya dari piring berisi sereal bintang rasa madu menuju telepon Ariana yang berada di atas meja. Sementara itu, Ariana tampak sibuk di dapur untuk memasak makanan untuknya dan bekal untuk Felix nanti. Mata Ariana fokus pada masakan di depannya. Tangannya dengan cepat mengambil bumbu-bumbu dan mencampurkannya ke dalam teflon. Ia terlalu sibuk untuk bisa mengambil ponselnya yang berdering.“Benarkah? Apa kamu bisa ambilkan ponsel Mama, Felix?” ucap Ariana sembari menoleh ke arah Felix yang ada di meja makan.Felix pun mengambil ponsel Ariana yang ada di atas meja dan turun menuju mamanya. Ariana mengecilkan panas pada kompor tanamnya. Ia mengusap tangannya ke apron bergambar bunga mataharinya, lalu ia pun mengambil ponsel dari tangan Felix.“Terima kasih, Felix,” ucap Ariana sembari mengusap kepala Felix.“Paman Jake yang menelpon,” ujar Felix. Anak itu tadi melihat foto pria yang tidak asing di layar ponsel Ariana.Ariana send
Keberadaan wanita berambut pirang yang langsung mendekat ke arah Saka itu membuat pria itu mengernyit samar. Ia sedikit menjaga jaraknya darinya.“Kak Saka ini bicara apa, sih? Tante Diana sendiri yang mengundang aku ke sini! Kebetulan aku juga sedang ada syuting di kota ini, jadi aku bisa datang sekalian mampir. Kan sudah lama kita tidak bertemu? Apa Kak Saka tidak rindu padaku? Padahal aku rindu sekali dengan Kak Saka dan Tante Diana.”Luna menggembungkan pipinya pura-pura kecewa. Ia juga melipat tangannya di depan dada dan membuang mukanya kesal. Saka berdecak kecil. Sementara itu, Diana yang sadar dengan muka masam Saka pun menarik lengan pria itu dengan pelan.“Sudah, sudah, bagaimana kalau kita duduk dulu? Ayo, makan. Kalian semua pasti lapar karena sudah bekerja sejak pagi, kan?” ajak Diana dan menarik Saka untuk duduk. Luna pun ikut duduk di depan Saka. Meski kesal, Saka tidak bisa menolaknya.Saka memang mengenal Luna sejak lama. Diana selalu terobsesi agar Saka bisa menikah
“Baik, kalau begitu aku akan segera ke sana sekarang juga.” Saka menutup teleponnya dengan profesor Harry.Mendengar fakta bahwa hasil tes DNA yang selama ini sudah Saka tunggu keluar, Saka segera berbalik menuju Nichole yang sudah menunggu kedatangannya.“Nichole, aku harus segera kembali,” putus Saka yang tentu saja membuat Nichole mengernyit terkejut.“Maksud Anda apa, Presdir?”“Hasilnya sudah keluar,” jawab Saka singkat. Nichole langsung paham apa yang Saka katakan. “Aku tunggu di mobil.”Saka berlalu begitu saja dan meninggalkan orang-orang dengan pandangan heran. Nichole adalah orang yang menjelaskan jika Saka sedang ada urusan mendadak, jadi tidak bisa sepenuhnya mengawasi jalannya proses syuting sepenuhnya seperti yang sudah diagendakan.“Maaf, Presdir sedang ada urusan mendesak, jadi harus segera kembali. Tapi Presdir berharap agar drama ini sukses besar. Tentu saja akan ada imbalan yang sesuai jika drama ini bisa melebihi target,” ucap Nichole sembari mengedipkan sebelah ma
Belum sempat Felix menoleh pada wanita yang tadi ia tabrak, Ariana tiba-tiba sudah menarik Felix dalam gendongannya. Ia buru-buru pergi dan menjauh dari wanita yang tadi ia panggil sebagai 'mama’ itu.“Mama, susuku!” seru Felix dengan polosnya saat Ariana membawanya dan meninggalkan troli belanjaan mereka.Ariana sama sekali tidak peduli akan hal itu. Ia langsung meninggalkan plaza menuju tempat parkir. Laju larinya semakin cepat kala ia menyadari jika wanita paruh baya itu justru mengejar dan memanggil nama Ariana.“Mama, kenapa?” tanya Felix ikut panik saat Ariana meletakkannya di jok penumpang.“Tidak apa-apa, Felix. Kita beli di tempat lain saja susunya, ya?” bujuk Ariana sembari berusaha tersenyum. Ia beralih masuk ke kursi kemudi dan segera membawa mobilnya melaju meninggalkan plaza mall tersebut.Sementara itu, wanita paruh baya yang ditemuinya tadi berusaha untuk mengikuti mobil Ariana. Sayangnya, mobil Ariana sudah menghilang dari keramaian. Ia tidak sempat mengikuti jejak Ar
Pria yang baru saja turun dari pesawat itu mendengar suara anak kecil yang tidak asing di telinganya. Begitu ia menoleh, ia bisa langsung melihat anak yang sedang memanggilnya itu tengah melambai sambil melompat-lompat kecil.“Paman Jake! Paman Jake! Di sini!” panggil Felix.Segera saja Jake berlari menuju anak kecil itu dengan merentangkan kedua tangannya. “Felix!!” seru Jake yang berhasil menarik perhatian banyak orang.Ariana dan Alano yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Padahal mereka tidak mau jadi pusat perhatian dengan sudah memakai masker dan kacamata, tetapi Jake justru berteriak dan berlari ke arah Felix, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Ia bahkan sampai meninggalkan kopernya beberapa langkah di belakang.“Paman Jake!” Felix tertawa saat badannya berada jauh lebih tinggi dari orang-orang di sekitarnya. Lalu setelah tiga kali diangkat seperti itu, Jake menggendong Felix dengan satu tangannya.“Bagaimana kabarmu, Felix? Selama ini kamu jadi anak yang pintar dan
“Sudah, sudah! Ayo duduk kalian berdua! Apa tidak lelah berdiri terus sepanjang hari?” ucap Alice yang membuyarkan fokus orang-orang.Ariana dan Alano pun duduk di sofa yang ada di hadapan Saka dan Nichole. Felix dengan cepat segera menghampiri Ariana dan langsung duduk di pangkuan ibunya.“Felix, bagaimana harimu?” tanya Ariana.“Menyenangkan!” jawab Felix cepat. “Aku undang Paman Nichole dan Paman Tampan untuk datang kemari, soalnya aku mau kasih kukis yang kemarin kita buat ke mereka.”‘Paman Tampan?’ batin Alano saat mendengar ucapan Felix. Ia segera menoleh pada Saka dan Nichole, bertanya-tanya siapa ‘Paman Tampan’ yang dikatakan oleh Felix. Sebenarnya, ada satu orang yang cocok dengan sebutan itu, tetapi Alano tidak mau mengakuinya.‘Tunggu dulu, entah kenapa mereka terlihat tidak asing,’ batin Alano bertanya-tanya.Sementara itu, Felix melanjutkan ceritanya, “Aku senang bisa punya teman baru. Kata Mama, kalau punya teman harus saling berbagi apa yang kita punya, kan? Jadi, aku
“Sampai di sini saja kunjungannya. Kalian boleh kembali bekerja sekarang,” perintah Saka yang membuat Nichole kembali menoleh pada Saka. Nichole tidak menyangka jika Saka akan menyelesaikan kunjungan mereka lebih cepat dari yang ada di jadwal. Padahal, biasanya Saka selalu mengikuti sesuai jadwal kecuali jika ada keadaan darurat.Bahkan, orang-orang yang ikut saling menatap dengan keheranan dengan keputusan sang Presdir yang tiba-tiba itu. Wajah mereka pucat, hingga salah satu dari mereka menghampiri Saka.“Maaf, Presdir, apa terjadi sesuatu yang membuat Anda tidak nyaman?” tanya orang itu dengan khawatir, takut berbuat salah tanpa dia ketahui.Nichole yang paham apa yang terjadi segera menjadi penengah di antara mereka. “Sudah, tidak apa-apa. Presdir hanya sedang ada urusan mendadak, jadi terpaksa harus menghentikan kegiatan ini. Tapi, setidaknya kita sudah berkeliling hampir ke semua tempat. Menurut Presdir, pengelolaan tempat ini sudah cukup baik. Untuk masalah peningkatannya nant
“Felix, meski kamu punya keinginan seperti itu, kamu jangan sampai mengatakan hal itu di depan dia, ya?” nasihat Ariana. “Bisa saja nanti dia sudah punya anak dan keluarga. Dia pasti akan jadi tidak enak hati dan canggung kalau mendengar ucapanmu.”Felix menatap Ariana dengan cemberut, matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Dia menjawab, “Jadi, Paman Tampan sudah punya anak juga?”Melihat hal itu, Ariana jadi panik. “Eh? Bukan, maksudnya, kita tidak tahu apakah dia punya anak atau tidak, belum tentu juga dia punya anak.”“Begitu, ya? Oke, Mama …,” jawab Felix dengan lesu. Dalam hati, ia masih ingin memiliki ayah seperti Saka. Rasanya, ia tidak mau Saka punya anak selain dirinya. Namun, ia juga tidak bisa membantah ucapan Ariana.Tiba-tiba, raut wajah sedih Felix menghilang digantikan dengan raut wajah cerianya, seolah ia sudah melupakan kesedihannya barusan. Ada hal yang terjadi tadi siang, yang membuat Felix merasa senang.“Oh, iya, Mama! Tadi siang Paman Tampan belikan aku banyak mainan j