Share

Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!
Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!
Author: B.E.B.Y

ASS 01 : Aku Ingin Bercerai

Author: B.E.B.Y
last update Last Updated: 2024-08-08 10:27:13

“Na, aku hamil. Kata dokter, usia kandunganku sudah 8 minggu.”

Ucapan wanita di depannya menghentikan tangan Narumi yang hendak menyesap teh. Jantungnya berdebar kencang dengan perasaan campur aduk. Jadi, inilah alasan sahabatnya itu bersikeras untuk datang ke rumahnya di pagi hari.

Sepersekian detik, wajah Narumi diam tanpa ekspresi. Ia bingung, apakah harus memberikan ucapan selamat, atau menunjukkan rasa irinya? Bagaimana tidak, selama ini, Narumi lah yang selalu mendambakan kehamilan.

Pernikahannya yang telah berjalan selama 3 tahun bersama sang suami tetap tak membuahkan anak. Tapi tiba-tiba, justru Karin lah yang mengandung terlebih dahulu.

“Kamu hamil?” Suhita, ibu mertua Narumi tiba-tiba memecah keheningan, suaranya melengking gembira.

“Karin, ini sungguh berita yang luar biasa!” Ia lantas bangkit, memeluk Karin erat. Tak menggubris Narumi yang masih terkejut dengan berita yang baru didengarnya.

Selama ini, Karin memang dekat dengan keluarga suaminya, karena Narumi, Karin, dan Ghali memang berteman sejak SMA. Jadi, tak heran jika mertuanya juga menganggap Karin bagaikan anaknya sendiri.

Narumi pun melirik ke arah Ghali, penasaran dengan ekspresi dari suaminya itu. Namun yang ia temukan hanyalah raut tenang, seakan perkataan Karin bukanlah sesuatu mengejutkan untuknya.

“Mas, apakah kamu sudah tahu soal kehamilan Karin?” selidik Narumi hati-hati.

Ghali memberi anggukkan singkat, membuat Narumi semakin heran. Mengapa semua orang di sini begitu antusias dan tak menunjukkan setitik pun rasa keterkejutan?

Selama yang Narumi tahu, sahabatnya itu tak memiliki kekasih, apalagi seorang suami. Apakah kedua manusia ini tak bertanya-tanya, Bagaimana Karin tiba-tiba bisa hamil?

“Aku sengaja ingin memberikan kejutan ini padamu, Na,” sambung Karin dengan antusias, baru saja melepaskan diri dari pelukan Suhita. Matanya berbinar-binar, seolah tak menyadari badai yang tengah berkecamuk di hati Narumi. “Apa kamu bahagia atas kehamilanku?”

“Tentu,” Narumi mengangguk kaku sambil memaksa kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Pertanyaan Karin terdengar konyol di telinganya, seolah tengah mengolok-olok dirinya dengan buas.

“Tapi...” Tak tahan dengan rasa penasaran, Narumi akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, “Sejak kapan kamu memiliki kekasih? Siapa ayah dari janin ini?”

Wajah Karin langsung bersemu merah. Ia melirik ke arah Ghali dan Suhita, membuat Narumi semakin yakin untuk memantapkan hati. Apalagi ia melihat, ibu mertuanya mengangguk kecil.

“Kamu sudah mengenal ayah janin ini, Na. Dia—“

“Aku ayah dari janin di perut Karin,” potong Ghali tanpa basa-basi. Pria itu beranjak dari duduknya untuk berpindah ke sisi Karin, menggantikan posisi sang mertua dengan gerakan yang tampak begitu natural.

Narumi tercekat. Dunianya runtuh dalam sekejap. Pertahanan yang di bangun akhirnya hancur. Ternyata, ia tak setangguh itu.

“Sebentar lagi, rumah ini akan ada tangisan bayi. Keluarga Faghdam akan memiliki pewaris. Kamu akan segera menjadi Papa, Ghali,”

Senyum mengejek tersungging di bibir Narumi kala mendengar ucapan Suhita. Jadi, ini alasan mengapa mertuanya dan Ghali begitu antusias. Mereka hanya menginginkan pewaris, tanpa memedulikan perasaannya sama sekali.

Setiap tarikan napas terasa berat untuk Narumi, seakan udara di sekitarnya telah berubah menjadi racun yang perlahan menggerogoti jiwanya.

Terlebih saat ia mengingat suara Siska, teman sekaligus pengacaranya terus berdenging bagai mantra tak berkesudahan, meminta Narumi untuk segera berpisah dari Ghali karena, “Wanita yang baik hanya untuk lelaki yang baik”, katanya.

Narumi hanya bisa tertawa pahit, ia lalu menyesap tehnya untuk menangkan diri. “Jadi... sudah berapa lama kalian berzina?” sambungnya bertanya dengan nada ketus, namun suaranya tetap stabil.

Mata coklat yang tajam itu menatap ke arah Karin, menuntut kejujuran dari sahabat yang kini telah berubah menjadi pengkhianat.

“Na, apa maksud dari perkataanmu?” sahutnya, wajah Karin tak dapat menyembunyikan rasa keterkejutan. Tidak hanya sahabatnya itu saja, suami serta mertuanya pun menampilkan ekspresi yang sama.

“Apa kalimat sederhana itu tak bisa kamu pahami, Rin?" Narumi berdecak, senyum mengejek mulai menghiasi wajahnya. "Kemana perginya otak cerdas super model itu?”

“Narumi!” suara Ghali menggelegar, matanya menajam seakan bisa membunuh istrinya di tempat.

“Aku tak tuli, jadi tak perlu berteriak, Mas.” timpal Narumi santai, terkesan tak peduli.

“Na... apa kamu marah karena kehamilanku?” tanya Karin, suaranya bergetar.

Narumi tertawa getir, sampai air mata mulai menggenang di sudut matanya. “Menurutmu? Apa ada orang di dunia ini yang tidak marah ketika suaminya berzina? Dan... menghasilkan anak haram pula!”

“Narumi! Perkataanmu sungguh keterlaluan!” Suhita tak bisa lagi menahan amarahnya, matanya menatap nyalang seakan bisa menelan menantu bulat-bulat.

"Aku rasa pertanyaanku sederhana," sahut Narumi dengan nada datar. "Sejak kapan mereka berdua berzina? Tapi kenapa urusannya jadi sepanjang ini? Di sini aku yang terlalu pintar atau kalianlah yang terlalu bodoh."

Wajah mertuanya itu semakin merah, namun reaksi itu justru mengundang tawa pahit dari Narumi. "Baiklah, kita sudahi saja perbincangan ini," ucapnya, beranjak untuk pergi. Namun langkahnya terhenti saat suara Karin memecah keheningan.

"Na, kamu benar-benar keterlaluan. Kamu bukannya bersyukur aku hamil, tapi kamu malah menghinaku dan juga anak di perutku ini." Air mata mulai mengalir di pipi Karin.

Narumi berbalik, matanya menatap wajah bulat Karin yang basah oleh air mata. "Menghina? Oh tidak Karin, aku tidak menghina, tapi itu adalah kenyataannya. Apa lagi sebutan yang baik atas anak itu dan juga kelakuanmu?”

"Narumi! Kenapa kamu bersikap begini?" Karin berdiri, tangannya terkepal erat dengan mata merah oleh amarah. "Anak ini bukan anak haram, ia ada karena adanya cinta di antara kami.

Senyum sepah menghiasi wajah Narumi. "Cinta? Wah hebat sekali." Suaranya penuh sarkasme. "Kenapa tidak tiga tahun yang lalu kamu bersikap begini?" Tatapannya begitu tajam hingga Karin tak sanggup membalas dan terdiam.

"Tentu kamu masih ingat, bagaimana kamu bersujud di kakiku untuk menggantikan posisimu karena kamu belum siap menikah dengan Mas Ghali tiga tahun lalu? Kamu dengan mudahnya pergi keluar negeri demi mengejar karirmu tanpa menoleh saat itu. Tapi sekarang..." Narumi memutar matanya, diiringi desisan kemuakan yang tak bisa ia tutupi lagi.

"Kamu bilang cinta? Omong kosong apa ini, Karin?" Nada suara Narumi begitu tenang, namun tajam, menembus lubuk hati siapa pun yang mendengarnya.

"N-Na... Aku—"

"Kamu tak perlu menjelaskan padanya, Rin. Aku memahami mu." Ghali memotong cepat, tangannya mengelus lembut bahu Karin, berusaha menenangkan wanita hamil itu. Ia lalu mendekati Narumi, matanya berkilat penuh determinasi.

"Kamu juga harus ingat, kita menikah berdasarkan kontrak. Jika kamu tak bisa memberiku pewaris maka kamu siap di madu."

Tawa mengejek meluncur dari bibir Narumi. "Tentu kamu juga tak lupa Mas, isi kontrak kita. Di sana tertulis tak ada pengkhianatan di dalamnya selama perjanjian itu berlangsung. Tapi, apa yang kamu lakukan?" Matanya menatap Ghali dengan sorot tajam yang menusuk.

"Baru minggu lalu vonis itu keluar, Mas. Sementara kehamilan Karin... 8 minggu? Sejak kapan dia naik ke atas ranjangmu, Mas?"

Ghali tampak tersentak, matanya melebar saat menatap Narumi. Seolah, Istri di hadapannya adalah orang asing; tatapan tajam, rahang yang mengeras, dan tak ada lagi kelembutan dalam suaranya. pria itu bahkan menelan ludah, berusaha mengendalikan situasi yang semakin terasa dingin.

"Sebulan yang lalu, atau dua bulan yang lalu, atau... Satu tahun yang lalu?" Narumi kembali menambahkan, ucapannya benar-benar penuh racun. "Jawablah mas, sejak kapan kalian mulai berzina dan mengkhianati ku?!"

"Na... Kami tak bermaksud mengkhianatimu, kami—"

"Aku tak bertanya padamu, Pelacur! Aku bertanya pada suamiku!" Ia memotong ucapan Karin dengan kata-kata pedas, tangannya terangkat seolah hendak menampar udara. Wajah Narumi kini tak bersahabat, yang ada hanya kobaran kemarahan yang siap mengamuk.

"Cukup Na, kamu sudah keterlaluan!" seru Ghali, mengabaikan pertanyaan Narumi.

Namun Narumi tak membutuhkan jawaban itu. sebab, Ia sudah tahu perselingkuhan suaminya. Perselingkuhan yang telah berlangsung selama satu tahun, sejak sahabatnya itu kembali ke Indonesia.

"Aku mencintai Karin, baik dulu maupun sekarang."

Perkataan Ghali itu seketika menyadarkan Narumi, membuka matanya pada kenyataan pahit tentang suaminya yang dicintainya. Di mata hitam pekat Ghali, tak pernah ada Narumi sejak awal. Narumi hanyalah pengantin pengganti, sebuah cangkang kosong untuk cinta sejati Ghali.

"Aku tahu itu, Mas. Aku tak buta." Ia menarik napas dalam, berusaha mengendalikan gemuruh di dadanya. Mata Narumi menatap lurus ke arah Ghali, tidak lagi dipenuhi cinta, melainkan keteguhan hati yang baru ditemukan.

"Terima kasih telah membuatku sadar."

Ghali terlihat bingung, alisnya berkerut menatap perubahan di wajah Narumi. "Apa maksudmu?"

Wanita itu hanya tersenyum kecil, senyum yang menyiratkan tekad baru. "Aku ingin bercerai. Ayo kita bercerai, Mas."

Related chapters

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 02 : Menerima Persyaratan

    “Cerai...” Perkataan tersebut mengantung di udara dari pria itu. Narumi tahu, kalimatnya bagaikan badai yang siap menyapu setiap orang di sana. Tetapi, kalimat itu adalah simbol penegasan jika saat ini ia benar-benar sudah mati rasa. Udara di gazebo kian membeku, menyisakan ketegangan yang nyaris bisa disentuh dengan tangan telanjang. Karin, mata bulat yang kini terbelalak lebar, menatap tak percaya. “Na...” Wajahnya yang biasanya berseri kini pucat pasi, “Kamu serius dengan ucapanmu?” Suaranya nyaris tak terdengar, seakan tertelan oleh ketegangan yang menyelimuti ruangan. Narumi membalas tatapan Karin dengan sorot mata yang tak tergoyahkan. Namun, ada kekecewaan yang berkecamuk di netra cokelatnya. “Tak ada yang lebih serius dari ini, Rin,” ucapnya tegas, meski setiap kata terasa berat, “Aku mundur. Selamat atas pilihanmu.” “T-Tapi Na,” Kepanikan mulai merambat di wajah Karin. Matanya bergerak liar, mencari secercah harapan atas situasinya. “Bagaimana dengan Papa? Dia...”

    Last Updated : 2024-08-13
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 03: Keterkejutan

    Keheningan mengambang di udara seperti kabut malam yang enggan beranjak dari aspal. Narumi merasakan dentuman jantungnya sendiri. Empat bulan perjuangan untuk mempertahankan pendiriannya luruh dalam sekejap oleh satu kalimat yang baru saja meluncur dari bibirnya. Lalu, suara berat dan dalam milik Bramastyo kembali memenuhi gendang telinga Narumi. [Bagus, kapan kamu akan kembali? Apa perlu dijemput?] Narumi menelan ludah dengan susah payah, kepalanya refleks menggeleng pelan meski sang ayah tak dapat melihatnya. “Tidak perlu, Pa,” tolaknya cepat, suaranya sedikit bergetar saat berusaha mempertahankan sisa-sisa kemandirian yang masih ia miliki. “Aku... akan datang dengan kakiku sendiri.” [Baiklah, Papa tunggu kamu di rumah.] “Mm,” hanya itu yang mampu Narumi gumamkan, lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata-kata lain. [Putriku, selamat datang kembali.] Kata-kata terakhir sang Ayah sebelum sambungan terputus bagaikan anak panah yang menembus pertahanan Narumi. Ia me

    Last Updated : 2024-08-29
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 04: Cermin yang Retak

    "Ardiaz..." Nama itu belum selesai bergema saat sosok pemiliknya sudah berdiri tepat di hadapan Narumi, membuat wanita itu refleks mundur selangkah. Jantungnya berdegup kencang, entah karena terkejut atau karena aura maskulin yang terpancar dari pria tersebut. "Terima kasih sudah menentukan pilihan." Suara Ardiaz mengalun dalam. Bibirnya menyentuh punggung tangan Narumi dengan kelembutan bak seorang bangsawan, sementara mata coklat keemasannya memancarkan pesona yang nyaris hipnotis. Momen manis itu pecah oleh sentakan kasar. Ghali menarik Narumi ke arahnya dengan gerakan posesif yang tak terkendali. "Na..." Suaranya bergetar, sebuah anomali yang mencerminkan pergulatan antara amarah dan ketakutan akan kehilangan. "Ada hubungan apa kamu dengannya?" Ghali menghujam mata Narumi dengan tatapan menuntut, mencari-cari secercah jawaban dalam iris hazel yang kini sedingin musim es, tak ada lagi kehangatan yang dulu selalu ia temukan di sana. "Jangan kasar." Ardiaz bergerak se

    Last Updated : 2024-09-04
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 05: Kartu As

    Bau pengap menyergap hidung Narumi. Pemandangan di hadapannya membuat dahi wanita itu berkerut; tumpukan kertas berserakan bagai serpihan usai pesta, bercampur dengan sampah makanan instan yang menggunung di setiap sudut. Apartemen yang biasanya tertata rapi kini lebih mirip medan perang pasca pertempuran. "Ya Tuhan, Siska... apa yang terjadi di sini? Gempa lokal?" Narumi memindai ruangan dengan tatapan tak percaya, sebelum matanya terpaku pada sosok familiar yang nyaris tak dikenalinya. Di balik meja kerja yang tenggelam dalam dokumen, sahabat Narumi itu duduk dengan kondisi memprihatinkan. Kantung mata segelap tinta, rambut kusut tak terurus, dan pakaian yang jelas-jelas sudah menempel di badan selama beberapa hari. "Oh, kamu..." Siska hanya melirik sekilas, suaranya serak dan lelah. Jemarinya tetap menari di atas tumpukan berkas. Narumi berjalan mengendap-endap, menendang pelan sampah yang menghalangi jalannya. "Apa karena ini kamu menghilang tanpa kabar?" Ia menghempaskan

    Last Updated : 2024-09-08
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 006: Kata tak Terucap

    “Hei, hei... Ini aku. Kamu kenapa?”Suara berat dan maskulin itu mengalun lembut di telinga Narumi, membuat jantungnya yang sempat berdegup kencang perlahan melambat. “Ada apa?” ulang Ardiaz dengan nada suara mencicit cemas, apalagi wajah calon istrinya itu sudah pucat pasi seperti baru melihat hantu.Narumi membisu, bola matanya bergerak gelisah, menyapu area di belakang Ardiaz dengan sorot was-was. Namun yang tertangkap hanyalah kekosongan. Tawa getir lalu menggema dalam hati Narumi, paranoia ini mulai membuatnya berhalusinasi. “Tidak apa-apa. Aku cuma kaget,” lanjutnya berusaha terdengar tenang, meski suaranya bergetar.“Maaf kalau aku membuatmu kaget. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Tadi kamu terlihat cukup gelisah saat keluar dari lift.”Senyum tipis yang dipaksakan tersungging di bibir Narumi. Ia mencoba berdiri, namun kakinya gemetaran hingga tubuhnya oleng, nyaris mencium lantai basement jika Ardiaz tak sigap menangkap pinggangnya.“Kamu tidak apa-apa?” pria

    Last Updated : 2024-11-19
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 07: Salah Kirim atau Sebuah Petunjuk

    Narumi yang pertama menurunkan pandangannya dari Ardiaz, Ia kembali fokus pada ponselnya. Kedua jarinya pun ikut sibuk mencubit layar; membesarkan atau mengecilkan gambar yang baru saja di terimanya. Matanya menyipit, mencoba memahami maksud Siska mengirim gambar aneh itu .“Ada apa?”Suara Bramastyo menyelinap penasaran, memecahkan konsentrasi Narumi hingga ia mendongak, menatap sang ayah di sampingnya.“Temanku... mengirim gambar abstrak,” jawabnya, kembali mengamati layar ponsel.Gambar itu memang membingungkan. Sebuah foto buram memperlihatkan sesuatu yang menyerupai kuku berhias nail art merah. Tapi, ada sesuatu yang tak biasa. Bercak-bercak gelap mengotori permukaannya, seperti darah kering. Jari di foto itu terlihat tidak utuh, seolah-olah... terpotong. Narumi mengerutkan alis, mendekatkan ponselnya lebih ke wajah, mencoba memastikan penglihatannya. “Gambar macam apa ini...” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Lalu, sebuah suara lain menarik perhatian Narumi. Ia mencuri den

    Last Updated : 2024-11-21
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 08: Dekapan Hangat

    Karin menunduk, bahunya merosot seolah mencoba menghindari tajamnya kata-kata Mahendra. “Aku tidak mau,” suaranya nyaris tenggelam di udara yang penuh ketegangan. Karin tak berani mengangkat wajah, tak sanggup menatap mata sang ayah yang penuh bara.Suara Mahendra meledak, menggema hingga sudut ruangan. “Dasar anak tak tahu diri!” Tangannya mengentak meja, membuat gelas di atasnya bergetar. “Papa sudah bilang dari awal, jangan ganggu pernikahan Nana! Tapi apa? Kamu... berani-beraninya kamu hamil!”Karin mendongak, perlahan tapi pasti. Matanya memerah, menahan air mata yang sudah membanjiri kelopaknya. “Aku mencintai Mas Ghali, Pa,” katanya lirih. Tatapannya berpindah pada sang ibu, berharap ada secercah pembelaan. Tapi perempuan itu hanya diam, wajahnya kosong seperti tembok dingin.Mahendra mendengus keras, amarahnya memuncak. “Cinta?!” teriaknya dengan nada mengejek. “Cinta tidak akan membayar kebahagiaanmu, Karin! Gugurkan anak itu, dan pergi kembali ke luar negeri. Jangan pern

    Last Updated : 2024-11-21
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 09: Jejak

    “Kamu tidur di mana? Kata Karin kamu tidak kembali ke rumah orang tuanya.” Tubuh Narumi menegang. Degup jantungnya berirama tak keruan ketika sepasang lengan kuat melingkupinya dari belakang. Kehangatan tubuh itu membuat darahnya berdesir aneh. “Aku kacau saat kamu tak ada di rumah, Na. Pulanglah... kita bicarakan semuanya di rumah, ya?” suara lembut itu hampir terdengar memohon. Dengan cepat, Narumi melepaskan diri dari pelukan tersebut, berbalik, dan mendapati sosok Ghali berdiri di depannya. Wajahnya tampak lelah, kemeja putih yang dikenakan sudah tidak rapi, dan dasinya menggantung miring seolah dipasang dengan terburu-buru. “Mas Ghali...” suara Narumi tercekat. Ia ingin bersikap tenang, tapi rasa gugup menguasainya. Ghali mengulurkan tangan, mencoba menggenggam tangannya, namun Narumi menarik tangannya menjauh. “Tolong... jangan seperti ini, Mas,” ujar Narumi, berusaha menahan gemuruh emosinya. “Kamu tahu aku tidak akan pulang ke rumahmu lagi.” Wajah Ghali men

    Last Updated : 2024-11-23

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 61: Ingin Tahu Segalanya

    Keesokan paginya, Narumi tidak tidur semalaman. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari benang merah di antara Ardiaz, Karin, dan Demetrius. Semakin ia mencoba memahami situasi, semakin banyak pertanyaan yang muncul.Narumi berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan mata yang lelah. Pemandangan Athens yang sebelumnya menenangkan kini terasa menyesakkan. Ia merasa seperti seorang asing di negeri ini, tanpa teman atau sekutu yang bisa di percaya sepenuhnya.Narumi menghela napas panjang, tangannya meremas pagar balkon dengan erat. “Aku harus tahu lebih banyak,” gumamnya.Tiba-tiba, suara deru mesin mobil terdengar dari halaman bawah mansion. Narumi memperhatikan dengan saksama dari atas balkon. Ia melihat Ardiaz keluar dari mansion dengan ekspresi serius, langkahnya cepat dan tegas menuju mobil hitam yang sudah menunggunya di depan gerbang.“Ke mana dia pergi pagi-pagi begini?” pikir Narumi dengan curiga.Naluri detektifnya yang sudah diasah bertahun-tahun karena kehid

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 60: Lebih Gelap dan Lebih Berbahaya

    Narumi menatap Karin dengan pandangan yang tajam, berusaha mencari celah di balik senyuman manis yang wanita itu tunjukkan.Ia tahu betul, tidak ada sesuatu yang disebut ‘kabar baik’ jika keluar dari mulut Karin.“Ayolah, jangan membuatku penasaran. Kabar baik apa itu?” tanya Narumi kembali, mencoba mempertahankan nada suara yang terdengar biasa.Karin terkekeh pelan, melirik sekilas ke arah Ardiaz sebelum kembali menatap Narumi. “Aku baru saja mendapat undangan dari teman lama. Ada acara eksklusif malam ini di salah satu klub paling terkenal di Athens,” suaranya terdengar riang.Narumi menyipitkan mata, mencoba mencerna ucapan Karin. “Lalu?” tanyanya, tetap waspada.Karin tersenyum penuh percaya diri. “Kita harus datang, Na. Ini kesempatan langka. Lagipula, bukankah kamu ingin menikmati waktu di sini?”Ardiaz yang sejak tadi berdiri diam dengan tangan tersilang di dada, menatap Karin dengan ekspresi tak terbaca. “Undangan dari siapa?” tanyanya dingin.Karin mengangkat bahu acuh. “Se

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 58: Tidak Punya Pilihan Lain

    Keesokan harinya, suasana di mansion Ardiaz terasa lebih sunyi dari biasanya. Matahari yang baru saja naik perlahan menyinari halaman luas dengan taman yang tertata rapi. Narumi berdiri di balkon kamarnya, menatap pemandangan kota Athens dari kejauhan. Udara pagi yang segar tak cukup untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk sejak semalam.Ketukan di pintu membuatnya menoleh. Ardiaz berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja santai dengan lengan tergulung. Tatapannya seperti biasa, tenang tapi penuh arti.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya, berjalan masuk tanpa menunggu izin.Narumi menghela napas, lalu menggeleng pelan. “Aku dengar Mas Ghali akan kembali ke Indonesia hari ini? Apa itu benar?”Ardiaz hanya mengangguk. “Iya, dia ada di bawa saat ini. Mau turun bersama?” “Tentu,” jawab Narumi, Ia bisa merasakan tatapan Ardiaz yang menatapnya dengan pandangan yang sulit di baca olehnya.Sedangkan Ardiaz, ia pikiran di liputi oleh dugaan akan kepergian Ghali. Mantan suami Narumi itu ad

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 58: Perpisahan Terakhir

    Narumi, yang sejak tadi hanya diam, menyunggingkan senyum tipis, lalu meneguk minumannya dengan santai. Ia tahu betul permainan apa yang sedang dimainkan Karin, dan ia tidak akan terjebak begitu saja.Ardiaz, yang sedari tadi menjaga ekspresinya tetap tenang, hanya melirik Karin dengan tatapan datar. Pria itu mengetukkan jemarinya di atas meja dengan ritme perlahan sebelum akhirnya menjawab, “Terima kasih atas undangannya, tapi aku sudah punya rencana malam ini.”Tatapan Karin seketika berubah, meski ia berusaha tetap tersenyum. “Oh, begitu?” Nada suaranya terdengar sedikit memaksa. “Kalau begitu, mungkin kita bisa pergi lain waktu?”Narumi menahan tawa kecilnya. Ia tahu Karin tidak akan menyerah semudah itu.“Tergantung Narumi,” Ardiaz menjawab santai, lalu beralih menatap Narumi dengan tatapan lembut yang disengaja. “Aku tidak pergi ke mana pun tanpa izin calon istriku.”Karin tampak tersentak mendengar kata ‘calon istri’ keluar dari mulut Ardiaz. Wanita itu berusaha tetap tenang,

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 57: Jalan-jalan Bersama

    Setibanya di kediaman Ardiaz di Yunani, Narumi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Rumah itu lebih tepat disebut mansion yang berdiri megah dengan arsitektur klasik yang elegan, berpadu dengan nuansa modern yang mencerminkan kesempurnaan. Para pelayan yang berdiri rapi di sepanjang lorong menyambut kedatangan mereka dengan penuh hormat, membuat Narumi merasa seperti seorang bangsawan.Sementara itu, Karin tampak ternganga, matanya berbinar-binar menelusuri kemewahan yang tersaji di hadapannya. Jika sebelumnya ia masih berharap pada Ghali, kini pikirannya sudah berubah arah. Ardiaz adalah target baru—pria yang lebih kaya, berkuasa, dan tampak tidak mudah digoyahkan. Namun, bagi Karin, tidak ada yang mustahil. Ia bertekad untuk menyingkirkan Narumi dari sisi Ardiaz, sedikit demi sedikit.Saat mereka tiba di lantai dua, Ardiaz menunjuk beberapa kamar yang telah disiapkan untuk mereka. “Kalian bisa istirahat di kamar yang sudah diatur sesuai keinginan kalian,” ucapnya sambil m

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 56: Permainan yang Dimulai

    Narumi menatap Karin tajam, tahu betul bahwa niat wanita itu tidak sesederhana yang terlihat. “Liburan?” tanyanya, matanya menelisik dengan penuh selidik. “Kalian berdua tiba-tiba muncul di sini dengan koper, tanpa pemberitahuan sebelumnya, dan ingin ikut ke Yunani?”Ghali mengangguk cepat, berusaha meyakinkan Narumi. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Bagaimanapun, kita masih suami istri, bukan?”Narumi tersenyum sinis. “Masih suami istri?” ia menekankan setiap kata dengan nada yang membuat Ghali sedikit mundur selangkah. “Aku sudah muak menekankan hal ini, Mas. Aku bukan lagi bagian dari hidupmu.”Ardiaz menepuk pundak Narumi pelan, mengisyaratkan agar ia tetap tenang. Kemudian, ia menatap Ghali dengan tatapan yang tajam namun tetap santai. “Dengar, Ini perjalanan pribadi kami, dan aku rasa kehadiranmu tidak diperlukan.”Ghali mendengus kesal. “Kamu pikir aku akan tinggal diam melihat istriku bersama pria lain?” katanya penuh penekanan.Narumi mengambil langkah maju,

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 55: Rencana Karin

    Karin berusaha terdengar santai, meskipun ada semburat kepahitan yang tak bisa ia sembunyikan dalam suaranya. Pandangannya tetap terpatri pada sosok Narumi yang berdiri nyaman di sisi Ardiaz. Perlahan, genggamannya pada lengan Ghali semakin erat, seolah ingin memastikan bahwa pria di sisinya tetap berada dalam kendali.Namun, Ghali dengan tegas melepaskan genggaman itu. Tatapannya tajam dan dingin. “Berhentilah bermain kata, Karin. Sebaiknya kamu kembali ke Indonesia.”Karin tersentak, matanya membesar dalam keterkejutan. “Mas...,” suaranya bergetar, mencari secercah harapan di wajah Ghali, tetapi yang ia temukan hanyalah kebekuan.“Aku sudah bilang untuk tidak mengganggu.” Nada suara Ghali semakin tajam, menusuk langsung ke dalam hati Karin. “Kalau aku masih melihatmu bertingkah, jangan salahkan aku kalau harus bersikap lebih kasar.”Detik itu juga, Karin merasa dadanya mengimpit. Ia hanya bisa berdiri terpaku, melihat punggung Ghali yang meninggalkannya tanpa sedikit pun menoleh.S

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 54: Melupakanmu dengan Cepat

    “Na, aku harus cek sesuatu sebentar.” Pamitnya Ardiaz pada Narumi membuat ia harus duduk di meja makan sendiri, menatap piring yang hampir kosong. Kepergian Ardiaz yang terkesan mendadak menjadikannya resah, terlebih karena pria itu tampak berbeda, seperti menyembunyikan sesuatu.“Apa ada yang penting?” pertanyaannya tadi masih terngiang di kepalanya. Ardiaz hanya menjawab dengan senyum yang tidak benar-benar tulus, membuat Narumi semakin yakin bahwa ada hal yang sedang terjadi di luar kendalinya.Ia menghela napas dalam, matanya menatap kosong ke arah lilin kecil di meja. “Apa aku sudah keterlaluan sama Mama?” gumamnya pelan, rasa bersalah masih menyelimuti hatinya setelah percakapan menyakitkan dengan ibunya tadi siang.Narumi meneguk air mineral itu perlahan, mencoba menenangkan diri. Namun, bayangan masa lalunya terus menghantuinya, menciptakan kegelisahan yang sulit ia enyahkan.Di sisi lain, Ardiaz berdiri di luar villa, di bawah temaram lampu jalan yang berpendar redup. Mat

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 53: Rekaman CCTV

    Narumi menatap ibunya dengan intens, sorot matanya penuh keingintahuan bercampur rasa sakit. Keheningan di antara mereka begitu tebal, hingga suara napas terdengar seperti gema di ruangan itu. Amaly akhirnya membuka suara, suaranya rendah dan penuh beban. “Tiga tahun sebelum kamu menemui Mama… Mama menikah dengan papa kandung Liyou. Kami…”Wanita itu berhenti, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. Narumi tetap diam, tidak mendesak. Ia tahu ibunya sedang bertarung dengan emosinya sendiri.“Kami hidup bahagia saat itu,” lanjut Amaly akhirnya. “Tapi di tiga tahun pernikahan itu, Mama mulai merindukanmu.”Narumi terkejut. Matanya membesar, tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Mama merindukanku? Pikirnya, tetapi ia tidak berkata apa-apa, hanya menunggu ibunya melanjutkan.“Tapi Mama ingat akan perjanjian dengan Papamu,” lanjut Amaly, suaranya semakin lirih. “Dia akan memberikan setengah hartanya pada Mama asal Mama tidak menemuimu. Waktu itu Mama setuju, karena Mama pi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status