Share

ASS 09: Jejak

Penulis: B.E.B.Y
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 23:52:01
“Kamu tidur di mana? Kata Karin kamu tidak kembali ke rumah orang tuanya.”

Tubuh Narumi menegang. Degup jantungnya berirama tak keruan ketika sepasang lengan kuat melingkupinya dari belakang. Kehangatan tubuh itu membuat darahnya berdesir aneh.

“Aku kacau saat kamu tak ada di rumah, Na. Pulanglah... kita bicarakan semuanya di rumah, ya?” suara lembut itu hampir terdengar memohon.

Dengan cepat, Narumi melepaskan diri dari pelukan tersebut, berbalik, dan mendapati sosok Ghali berdiri di depannya. Wajahnya tampak lelah, kemeja putih yang dikenakan sudah tidak rapi, dan dasinya menggantung miring seolah dipasang dengan terburu-buru.

“Mas Ghali...” suara Narumi tercekat. Ia ingin bersikap tenang, tapi rasa gugup menguasainya.

Ghali mengulurkan tangan, mencoba menggenggam tangannya, namun Narumi menarik tangannya menjauh.

“Tolong... jangan seperti ini, Mas,” ujar Narumi, berusaha menahan gemuruh emosinya. “Kamu tahu aku tidak akan pulang ke rumahmu lagi.”

Wajah Ghali men
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 10: Badai Hati

    “Terluka? Darah?” Narumi mengulang kata itu, suaranya bergetar. Pandangannya langsung jatuh ke ujung jarinya. Tubuhnya menegang seketika saat matanya menangkap noda merah yang samar tapi cukup jelas.Tanpa sadar, ia menarik tangannya dengan gerakan cepat, membuat Ghali mengerutkan alis. Tatapan pria itu berubah tajam, penuh selidik.“Apa itu?” tanya Ghali sekali lagi, namun nada suaranya berubah dingin bahkan melangkah maju, mendekati istrinya.“Ini… bukan apa-apa.” Narumi berkilah dengan nada gugup, buru-buru menyembunyikan tangannya di belakang punggung. Tetapi, getaran di suaranya tak luput dari perhatian Ghali.Pikiran Narumi berputar kacau. Sejak kapan jariku berdarah? Dia mencoba mengingat, tetapi tidak ada kejadian yang menjelaskan asal noda itu. Kemudian, rasa panik mulai menguasainya.Pisau. Ingatan tentang pisau di apartemen Siska mendadak memenuhi pikiran Narumi. Matanya melebar saat kesadaran menghantamnya. Apa mungkin darah ini berasal dari pisau itu?Narumi langsung m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 11: Bayang-Bayang Tepi Pantai

    “Ardiaz...” Suara Narumi terdengar pelan, seperti gumaman yang terhempas angin laut.“Iya, ini aku,” jawab Ardiaz sambil melangkah mendekat. “Kenapa kamu sendirian di sini?” tanyanya, nada suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.Narumi berbalik, namun hanya untuk memunggungi Ardiaz. Matanya kembali menatap lautan yang bergelombang. “Aku hanya ingin menikmati laut... dan aku memang ingin sendiri,” katanya dengan nada datar.Tanpa banyak bicara, Ardiaz berdiri di sisinya, memberikan ruang, tapi cukup dekat untuk merasakan keberadaannya. Sekilas, matanya melirik wajah Narumi yang samar-samar tampak basah oleh sisa air mata.“Kamu menangis lagi,” ucap Ardiaz pelan, hampir seperti bisikan.Narumi menoleh, alisnya bertaut dengan kerutan kecil di dahinya. Namun, senyum tipis menghiasi bibirnya, meski lebih mirip dengan senyum getir. “Apa aku tak boleh menangis?” balasnya, mencoba terdengar santai.“Tentu saja boleh,” jawab Ardiaz, sorot matanya bertemu dengan mata Narumi. “Tapi... apa kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 12: Rahasia di Balik Pintu

    Dahi Narumi mengerut dalam saat melihat Ardiaz keluar dari mobil tanpa sepatah kata. Dari dalam, ia samar-samar mendengar suaranya yang terdengar gelisah berbicara melalui ponsel.“Cari sampai ketemu,” titah Ardiaz dengan tegas, melirik sekilas ke arah Narumi yang masih duduk di dalam mobil.Tak lama, pria itu mengetuk kaca jendela mobil, membuat Narumi menurunkan kaca dan menatapnya dengan ekspresi bingung.“Maaf, aku harus pergi,” ucap Ardiaz tergesa-gesa, meskipun suaranya tetap tenang.“Apa terjadi sesuatu?” tanya Narumi, penasaran sekaligus khawatir.“Tidak,” jawab Ardiaz singkat. “Maaf, aku tidak bisa mengantarmu pulang.”Narumi mengangguk pelan, mencoba menghormati keputusan pria itu. “Tak masalah,” katanya dengan nada tenang meski pikirannya dipenuhi tanda tanya.Namun, matanya terus mengamati langkah cepat Ardiaz yang menghilang di kejauhan. Rasa penasaran melingkupi benaknya, terutama setelah ia sempat menangkap sekilas pesan di layar ponsel pria itu.“Nona kecil?” gumam Nar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 13: Obsesi

    “Apa Nana seorang psikopat? Mas, lihat ruangan ini… benar-benar membuatku merinding,” Karin bersuara dengan nada yang sarat ketidakpercayaan.Ghali berdiri diam di ambang pintu, tubuhnya seperti membatu. Matanya menatap ruangan kecil itu, penuh dengan sesuatu yang sulit ia terima.Langit-langit ruangan dihiasi foto-foto dirinya yang tergantung dengan rapi. Dinding-dinding dipenuhi dengan catatan kecil berwarna kuning.Masing-masing mencatat hal-hal yang ia sukai dan tidak sukai. Baik dari makanan favorit, warna, jenis pakaian, hingga alerginya. Semua tercatat dengan teliti.Karin menoleh ke belakang, menatap Ghali dengan mata melebar. “Mas, kau tahu soal ini?”Ghali menggeleng pelan, “Aku tahu ada ruangan ini.” Suara yang keluar dari mulutnya nyaris seperti bisikan. “Tapi aku tidak pernah masuk, sejak Nana memintanya jadi ruang pribadinya.” Suasana menjadi hening. Karin melangkah masuk dengan ragu, memeriksa setiap detail dengan tatapan gelisah, sementara Ghali mengikuti dari belakan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 14: Kebohongan yang Membayangi

    Di hadapannya kini terhampar satu buket bunga mawar dengan seribu tangkai, ditemani sebuah kado raksasa yang menjulang tinggi.Narumi berdiri membatu. Sudah lama sekali ia tidak melihat banyaknya bunga itu, bunga yang pernah menjadi favoritnya dulu. Banyak hal yang berubah sejak ia memutuskan mencintai Ghali, pria yang alergi serbuk bunga. Demi dirinya, Narumi menjauhi segala hal yang berkaitan dengan bunga.Ardiaz berhasil membawa kenangan yang sempat terkubur oleh Narumi. Malahan, ia merasa tersentuh atas tindakan pria itu.“Papa tak salah pilih calon mantu, 'Kan?” Suara Bramastyo memecah lamunan Narumi. Nada bangga pria paruh baya itu terdengar jelas sampai mengalihkan pandangannya, menatap dengan rasa haru.“Apa kamu bahagia?” tanya Bramastyo pelan sambil memeluk erat putrinya, Narumi.Mendengar pertanyaan itu. Narumi tertegun, sudah berapa lama sejak seseorang menanyakan kebahagiaannya? Jawabannya, sangatlah lama.Dengan tersenyum kecil, ia pun menjawab, “Hm, aku sangat bahagia

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 15: Kematian dan Ikatan Batin

    Perasaan tak percaya menghantam Ardiaz, mengguncang setiap serat jiwanya. Ini bukan yang ia inginkan. Ia datang dengan harapan membawa jawaban atas kekhawatirannya, namun justru kematian yang menyambutnya. “Mengapa seperti ini?” tanyanya pada ruangan yang sepi, seakan menuntut jawaban dari sosok yang tak bernyawa. Ketika kesadaran perlahan merayap, tubuh Ardiaz bergerak seperti boneka tanpa kendali, melangkah mendekati Siska. Jemarinya gemetar saat menyentuh kaki sang wanita yang kini membeku. Tidak ada lagi kehangatan di sana, hanya rasa dingin yang menusuk, menggambarkan realita kejam jika Siska sudah beberapa jam meninggalkan dunia ini, meninggalkan dirinya dalam kehampaan yang tak terbayangkan. Air mata Ardiaz terus tumpah tanpa henti, rasa sesak di dadanya kian menekan, seakan ingin mencabik habis sisa-sisa kehidupannya. “Bodoh...” gumamnya lirih, suaranya bergetar penuh penyesalan. “Maafkan aku... Aku datang terlambat.” Kesadaran Ardiaz pulih dengan cepat, kesedihan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 16: Penentuan Sikap

    Narumi meraih ponselnya di atas meja, jemarinya gemetar saat mencoba menghubungi Siska. Namun, suara operator yang mengatakan ponsel tidak aktif justru membuat jantungnya berdebar semakin keras.Ia menggigit bibir bawahnya, merasa ada yang tidak beres. Tanpa berpikir panjang, Narumi bangkit dari kursinya, bersiap untuk pergi.“Kamu mau ke mana?” Suara ayahnya menghentikan langkah Narumi, menuju pintu utama. Ia menoleh dengan ekspresi gelisah. “Aku ingin ke apartemen Siska,” jawabnya.“Siska?” Bramastyo mengulangi nama itu dengan dahi berkerut.Narumi mengangguk, “Dia pengacaraku. Aku harus ke sana malam ini.” suaranya pelan tapi tegas.“Ini sudah larut malam, Na." Bramastyo melirik jam di tangannya, lalu menatap putrinya dengan penuh pertimbangan. "Besok saja,” katanya dengan setengah memerintah, setengah mengkhawatirkan.Narumi kembali menggigit bibir, rasa gelisah di hatinya kian membuncah, tetapi ia mencoba menjaga nada bicaranya untuk tetap tenang. “Tapi, aku harus ke sana, Pa.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 17: Pertaruhan Nyawa dan Tawaran yang Mengikat

    “L-Larry, apa yang kamu lakukan?” tanya Narumi dengan suara terputus, berusaha memahami situasi di tengah napasnya mulai tersendat.“Aku akan membunuhmu!” geram Larry, nadanya penuh dendam. Wajah pria itu kian merah padam, tangan mencengkeram lebih erat. Melihat situasi kian memanas, Ardiaz memutar matanya dengan kesal. “Lepaskan dia, Bung!” ucapnya dingin, suaranya penuh ancaman.Keadaan semakin tegang. Napas Narumi semakin tersengal, tubuhnya kian melemah, dan hampir kehilangan kesadaran. Namun, matanya sontak terbelalak ketika tangan Ardiaz sudah mencengkeram leher Larry. Tindakan yang tak terduga pria itu membuat Narumi terkejut, meskipun pikirannya mulai mengabur oleh rasa sakit dan kurangnya udara.“Tidak akan!” balas Larry dengan sorot mata yang tak kalah tajam. Ia mencoba menggunakan tangan satunya untuk melepaskan cengkeraman di lehernya, tetapi upayanya sia-sia.Ardiaz tidak sedikit pun mengendurkan cengkeramannya. Sorot matanya penuh ketegasan, seolah memberi peringatan:

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 27: Email

    Suara Ardiaz mengalir begitu tenang, namun sorot matanya yang tajam, menuntut penjelasan, membuat Narumi tersentak. Sejenak ia hanya diam, mencari keberanian untuk membuka mulut. Pikiran Narumi berkecamuk, mencari cara yang tepat untuk menjawab.Sampai ia menunduk, matanya terpaku pada kancing di tangannya, lalu memutar-mutar benda kecil itu, seolah berharap menemukan jawaban di dalamnya. “Larry bilang, jika kancing ini adalah jawaban atas kematian Siska. Lalu aku menyimpulkan… kalau kancing ini ditemukan di dekat tempat kejadian.”Keheningan kembali menyelimuti mereka. Angin pantai berembus dingin, tetapi Ardiaz bergeming. Tatapannya tetap tajam, menuntut penjelasan lebih jauh.“Kancing ini sama persis dengan yang ada di mantelku. Itu sudah cukup, jadi alasan buat menuduhku sebagai pelaku.” lanjut Narumi, suaranya pelan namun jelas.“Dari mantelmu?” ulang Ardiaz, tatapannya berpindah ke kancing di tangan Narumi. “Tapi, bagaimana kancing itu bisa sampai di sana?”Narumi menggeleng p

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 26: Pelukan Sang Pengawas

    Tak lama setelah Ardiaz memutuskan lamunannya, dering ponsel memecah keheningan di ruangan. Dengan cepat, ia menerima panggilan itu, menempelkan perangkat ke telinganya. Suara seseorang di ujung telepon segera terdengar.[Bos, Nona Narumi ada di pinggir pantai saat ini.]Mendengar laporan itu, senyum kecil muncul di sudut bibir Ardiaz. “Bagus, awasi terus gerak-geriknya. Laporkan jika ada yang mencurigakan.” Nada suaranya terdengar tegas dan penuh kendali. Setelah memberikan instruksi singkat, ia memutuskan panggilan secara sepihak tanpa menunggu respons lebih lanjut.Ardiaz kembali menatap langit yang cerah melalui jendela besar di kantornya. Tanpa menoleh, ia memanggil nama seseorang. “Julita.”Pintu ruangan terbuka, dan seorang wanita berpakaian merah dengan penampilan mencolok masuk dengan langkah anggun. Senyum genit menghiasi wajahnya. “Ya, Pak?” jawab Julita dengan nada lembut namun menggoda.“Reschedule semua meeting saya hari ini,” perintahnya tegas. “Meeting dengan Pak S

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 25: Kepingan

    “Apa yang kamu katakan, Na?” suara Karin tiba-tiba memecah keheningan, mengambil alih pembicaraan. Wanita itu berdiri dari tempatnya dan mendekati Narumi dengan ekspresi yang penuh kemarahan. “Jangan asal tuduh!”Narumi menatap Karin dengan mata cokelatnya yang menyala tajam. Tatapan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata, menyalurkan amarah dan ketegasan yang tak bisa diganggu gugat. “Aku tidak asal menuduh,” balasnya dingin, nada suaranya penuh dengan keyakinan. “Lagi pula, aku tidak bertanya padamu.”Langkah Narumi maju, memaksa Karin untuk tetap diam di tempat. Ia berdiri begitu dekat hingga hampir tidak ada jarak di antara mereka. “Keluarlah dari ruangan ini,” ucapnya lugas, menyingkirkan Karin dengan nada perintah.Mata Karin membelalak, dan sudut bibirnya sedikit bergetar. Ia tampak terkejut namun tidak mau mengalah. “Aku tidak mau keluar!” sergahnya, mengepalkan tangannya dengan erat. “Seharusnya kamulah yang keluar! Apa kamu tidak berkaca bagaimana penampilanmu saa

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 24: Jejak di Kancing

    Langit yang semula cerah tiba-tiba berubah mendung. Awan gelap menggantung berat, dan hujan turun deras tanpa peringatan, seakan menandakan sesuatu yang buruk. Narumi tetap di tempatnya, tubuhnya gemetar di bawah guyuran hujan. Tangannya meremas tanah makam Siska, dan isakannya tertahan dalam tenggorokannya.“Bagaimana Siska bisa meninggal?” tanyanya lirih, suaranya hampir tenggelam oleh derasnya hujan.Kilatan petir menyambar, mengisi keheningan yang terasa begitu menyesakkan. Larry tidak menjawab. Sebaliknya, ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya dan melemparkannya ke depan batu nisan Siska. Benda itu jatuh dengan suara pelan, tapi cukup untuk menarik perhatian Narumi.“Hanya pemiliknya yang tahu bagaimana kekasihku meninggal,” ucap Larry dingin.Narumi terdiam, matanya tertuju pada benda kecil di tanah. Sebuah kancing. Matanya membulat saat menyadari sesuatu. Ia mengenali kancing itu, kancing dari mantel yang sering ia pakai. Tangannya yang gemetar perlahan mengambil benda

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 23: Kebenaran yang Menghancurkan

    Begitu Narumi tiba di Cafe Art, matanya langsung menangkap sosok Larry yang berdiri di dekat pintu masuk. Namun, Siska tidak ada di sana. Rasa kecewa menyelinap di hati Narumi, meski ia berusaha menyembunyikannya. “Ikuti aku. Jangan bicara di tempat terbuka!” kata Larry dengan nada dingin sambil menatap tajam.Narumi mengerutkan dahi, merasa bingung sekaligus terganggu. Bukankah dia sendiri yang memilih tempat ini untuk bertemu? pikirnya. Jika Larry tidak ingin berbicara di tempat terbuka, mengapa memilih kafe yang ramai seperti ini? Namun, ia menahan diri untuk tidak membalas perkataan pria itu.Narumi menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya, lalu mengikuti langkah Larry yang tampak terburu-buru. Pria itu bahkan berjalan cepat, nyaris tidak memedulikan Narumi yang harus mempercepat langkahnya agar tidak tertinggal. Kemudian, mereka melewati kerumunan pengunjung dan pelayan hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan besar di bagian belakang kafe.Ruangan itu terlihat privat, pin

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 22: Karena Surat

    Jemari Narumi sedikit bergetar ketika ia membaca bait pertama surat itu:‘Jika surat ini ada di tanganmu, maka aku mungkin sudah tiada.’Kalimat itu menusuk hatinya. Air matanya mengenang di sudut mata, membayangkan Siska, sahabatnya, yang begitu putus asa hingga harus meninggalkan pesan seperti ini. Semakin ia membaca, semakin rasa pedih menyelimutinya. Surat itu penuh dengan penyesalan Siska, penyesalan karena tidak mampu menyelesaikan kasus perceraiannya dengan Ghali.Namun, yang lebih mengusik adalah ingatannya akan perilaku Larry tempo hari. Sesuatu tentang pria itu terasa janggal, seolah ada rahasia besar yang coba ia tutupi. Tapi Narumi tak punya waktu untuk memikirkannya lebih jauh. Surat itu menuntut seluruh perhatiannya.Matanya terus bergerak membaca setiap baris hingga tiba di bagian penutup yang membuat dahinya berkerut tajam:‘Na, jika suatu saat kamu harus berurusan dengan kelompok dari kalangan elit, berhati-hatilah dalam bergaul dengan mereka. Hal ini juga berlaku un

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 21: Ketegangan

    “Kamu baik-baik saja, Na?” Suara Ardiaz memecah kesunyian, nadanya terdengar tenang tapi juga penuh perhatian.Narumi menoleh sesaat ke arah pria itu yang sedang fokus mengemudi, namun ia tidak menjawab. Sebaliknya, ia kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mencoba menghindari tatapan tajam yang seolah bisa membaca isi hatinya.“Kamu butuh sesuatu?” tanya Ardiaz lagi, suaranya tetap lembut namun sedikit lebih mendesak.Narumi menghela napas pelan, merasa terusik oleh perhatian berulang itu. “Tidak, terima kasih,” jawabnya singkat tanpa menoleh.Mobil kembali hening, hanya suara mesin yang terdengar di sela-sela kemacetan. Namun, Ardiaz tidak menyerah. “Maaf, bukan maksud cerewet. Aku hanya ingin mencairkan suasana,” katanya, kali ini dengan nada lebih ringan, seolah ingin mengimbangi kekakuan yang melingkupi mereka.Pernyataan itu sontak membuat Narumi menoleh ke arahnya. Matanya menatap Ardiaz dengan tatapan bingung sekaligus penasaran. Ia tidak mengerti mengapa pria ini

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 20: Pilihan Terakhir

    Ardiaz menyembunyikan tatapan tajam di balik senyuman yang terlihat tenang. Namun di dalam hati, gelombang emosi bergejolak. Ia menyusun rencana dengan sabar, menantikan sejauh mana Narumi mampu bertahan di bawah tekanan yang sengaja ia ciptakan.“Baiklah, katakan saja bila nantinya kamu ingin mengganti pengacara lain,” ujarnya dengan nada ramah yang hanya sekadar basa-basi.Narumi terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab singkat, “Tentu.”Kepala Ardiaz mengangguk pelan. “Apa ada tempat lain yang ingin kamu kunjungi lagi setelah ini?” tanyanya, suaranya tetap terdengar ringan.“Tidak, aku pikir sebaiknya kita pulang.”Ardiaz mengangguk setuju, lalu mereka berdua kembali berjalan menuju mobil. Namun, tepat saat mereka hendak masuk ke mobil, sebuah mobil sport merah berhenti mendadak di depan kendaraan mereka. Mata Ardiaz langsung tertuju pada mobil itu, alisnya terangkat saat melihat seorang pria turun dengan tergesa-gesa.“Mas Ghali,” gumam Narumi, mengenali pemilik mobil tersebut

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 19: Intrik

    Narumi menarik napas panjang dengan ekspresi malas, siap untuk menyahut, tetapi kata-katanya terpotong oleh Ardiaz yang berbicara lebih dulu.“Laporkan saja,” ujar Ardiaz santai, namun dengan nada tajam. “Mungkin dia ingin merasakan pukulanku untuk kedua kalinya.”Narumi menoleh ke arah Ardiaz dengan satu alis terangkat, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Karin yang terkejut. Wanita itu jelas sedang mengingat memar di wajah Ghali, dan ekspresinya mencerminkan amarah yang tertahan.“Jadi... Kamu yang membuat wajah tampan Mas Ghali babak belur? Dasar preman!” geram Karin dengan suara yang semakin keras, menarik perhatian para pengunjung di sekitar mereka.Narumi memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam untuk menenangkan dirinya. Tanpa berkata apa-apa, ia melangkah maju ke depan Ardiaz, berhadapan langsung dengan Karin.“Cukup, Karin!” ucapnya tegas, sorot matanya tajam. “Jangan pernah menghina calon suamiku.”“Apa?” Karin tersentak mendengar kata-kata itu, matanya melebar penu

DMCA.com Protection Status