Khanza, dokter muda yang berhutang budi pada keluarga Permana. Akhirnya, dengan ikhlas menerima pernikahannya dengan turunan keluarga Permana, seorang CEO muda yang sangat gila kerja serta perfeksionis. Sejak awal selalu saja ada perbedaan pendapat di antara mereka, hingga dia merasa nyaris tidak ada kebahagiaan dalam pernikahannya. Membuat Khanza ingin menyerah dengan pernikahan mereka. Begitu juga dengan Roman yang karena cintanya pada Khanza, malah ingin berpisah agar Khanza tidak semakin menderita menikah dengannya. Khanza terpasung dalam pernikahan sementara Roman terpasung dalam cintanya pada Khanza. Haruskah mereka berpisah atas nama kebahagiaan?
View MoreKutatap menu makanan itu. Segelas susu segar, salad, kentang rebus dan dua lembar roti tawar lengkap dengan pilihan selai, strawbery atau kacang.“Winda, aku tidak akan kenyang hanya makan ini,” keluhku dengan wajah memohon untuk sekiranya bisa diberikan nasi. Dia membuka buku agendanya, lalu menggeng, “tapi nasi tidak tercatat dalam list sarapan anda pagi ini, Nyonya, maafkan saya,” ucapnya.Kepala kutundukkan, rasanya mau menangis.“Tuan Roman tidak akan tahu jika kamu tidak bicara. Ini hanya rahasia kita berdua, aku jamin.” Aku coba bernegosiasi dengan wanita yang ternyata sudah berusia empat puluhan ini, itu yang dia katakan padaku tadi.Tetap saja dia menggeleng, “Maaf, Nyonya, aku tidak bisa melakukannya.”“Astagaaaa, apa yang diberi Mas Roman sampai pegawai-pegawainya ini begitu takut dengannya?” aku menggerutu dalam hatiku. Masih dengan mengumpat, aku memakan semua menu yang tersaji itu. Setiap gigitan yang kulakukan kubayangkan itu adalah Mas Roman, kulampiaskan kejengkelanku
Kuputuskan untuk beranjak dari ranjang, memastikan bahwa Mas Roman memang tidak ada di kamar ini. Di kamar mandi terkonfirmasi dia tidak ada. Aku semakin yakin begitu melihat tas kerjanya yang tadi malam ada di atas meja sudah tidak ada di tempatnya. Kecewaku seperti datang terus menerus. Kuteruskan langkahku menuju balkon, setidaknya aku akan merasa ditemani ombak pantai.Mataku terkagum dengan suguhan laut tak berbatas, mengeluarkan bunyi desir ombak yang mencoba mendekati daratan meski akhirnya harus kembali ke tengah laut. Sejenak aku lupa dengan rentetan kekecewaan yang dihadirkan Mas Roman.“Seperti apapun aku lari, tetaplah aku harus kembali pada pasung pernikahan yang telah berhasil dipasang Mas Roman padaku,” batinku dengan rentetan tarikan napas panjang untuk membuat bebanku sedikit lebih ringan.Puas memanjakan mata, aku kembali masuk ke kamar. Kukira aku perlu tahu di mana sebenarnya Mas Roman. Kuraih ponselku yang tadi malam sudah berada di kamar ini, sepertinya sudah ad
“Oowh, sayang sekali. Ijazah kalian yang hebat itu, tidak mencerminkan kalian orang berpendidikan. Kalian terlalu meremehkan orang lain,” batinku dalam hati.Kulihat mata Mas Roman memicing menatapku, kuharap karena dia kaget lalu kagum dengan kemampuanku menguasai bahasa internasional seperti halnya dia. Dengan begitu, dia tidak akan menganggap aku remeh.Bukannya merasa bersalah, minta maaf atau apalah yang bisa menunjukkan bahwa mereka sudah melakukan hal yang menyinggung perasaan orang lain, mereka malah melanjutkan tawa mereka tanpa terlihat ada beban apapun.“Wanitamu sungguh ekspresif, Roman. But, itu akan lebih baik untukmu yang perfeksionis, daripada wanita penyimpan yang tidak akan kamu tahu kenapa dia marah sepanjang hari dan kamu frustasi berkepanjangan” ujar teman Mas Roman masih dengan bahasa Inggris sambil mengedipkan matanya ke arahku, dan aku tidak suka ditatap seperti itu.Kulihat Mas Roman hanya tersenyum datar, entah apa yang sedang ada di pikirannya. Yang jelas ak
Darahku rasanya mendidih mendengar jawaban Mas Roman. Kulepaskan bunga tangan kami yang sedari tadi kupegang. Seandainya bisa bunga ini kubuang dan kuinjak-injak, akan kulakukan sebagai luapan kemarahanku dan gambaran kekecewaanku atas pesta pernikahan ini.Padahal, ini baru hari pertama dari sekian juta hari yang mungkin akan kulewati bersama Mas Roman yang sejak pukul sembilan pagi tadi sudah sah dan resmi menjadi suamiku, baik secara agama maupun pemerintah.Melihat ke sisi kiri, wajah Ibu masih saja ditekuk. Aku mengenal hati wanita tua itu, pasti dia pun kecewa melihat saudara-saudaranya membentuk kelompok sendiri di bawah sana, dilirik dengan penuh keheranan oleh tamu undangan yang katanya dari kelas atas.Bisa jadi sudah dari tadi mereka menertawakan ketidaktahuan keluargaku tentang hal-hal baru yang belum pernah mereka rasakan. Yang paling menonjol adalah risihnya mereka dengan model tata rambut serta gaun yang mereka kenakan.Gaun mereka yang perempuan, terbuka bagian atas be
“Maaf saya sibuk dengan pekerjaan ke luar kota. Jadi, kita tidak ada pre-wedding. Aku tidak bisa membuang-buang waktu kerjaku hanya untuk hal tidak berguna seperti itu.”“Whaaat? Tidak berguna katanya?” kubuang dengan kasar napasku setelah menariknya dengan dalam dan panjang. Geramku yang hanya kusimpan rapih di hatiku.Nada bicara Mas Roman memang terdengar biasa saja, tanpa volume yang meninggi atau emosi meledak-ledak yang terkesan kasar, hanya saja menyakitkan hati untuk kuterima. Dia tidak paham betapa aku menginginkan kami ada sesi foto itu.Ini salah satu impianku tentang pernikahan. Melihat beberapa temanku yang sudah lebih dulu menikah dengan foto-foto pre-wedding mereka yang romantis di tempat-tempat indah membuatku berimpian yang sama. Haruskah impianku ini menjadi tidak penting baginya? Impianku tentu bagian dari bahagiaku, tidakkah dia ingin membuatku bahagia?“Hanya sehari, Mas. Sulitkah meluangkan waktu sehari saja untuk itu?” tanyaku bermohon. Sungguh aku sangat mengin
“Maaf saya sibuk dengan pekerjaan ke luar kota. Jadi, kita tidak ada pre-wedding. Aku tidak bisa membuang-buang waktu kerjaku hanya untuk hal tidak berguna seperti itu.”“Whaaat? Tidak berguna katanya?” kubuang dengan kasar napasku setelah menariknya dengan dalam dan panjang. Geramku yang hanya kusimpan rapih di hatiku.Nada bicara Mas Roman memang terdengar biasa saja, tanpa volume yang meninggi atau emosi meledak-ledak yang terkesan kasar, hanya saja menyakitkan hati untuk kuterima. Dia tidak paham betapa aku menginginkan kami ada sesi foto itu.Ini salah satu impianku tentang pernikahan. Melihat beberapa temanku yang sudah lebih dulu menikah dengan foto-foto pre-wedding mereka yang romantis di tempat-tempat indah membuatku berimpian yang sama. Haruskah impianku ini menjadi tidak penting baginya? Impianku tentu bagian dari bahagiaku, tidakkah dia ingin membuatku bahagia?“Hanya sehari, Mas. Sulitkah meluangkan waktu sehari saja untuk itu?” tanyaku bermohon. Sungguh aku sangat mengin...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments