Share

ASS 03: Keterkejutan

Author: B.E.B.Y
last update Last Updated: 2024-08-29 13:26:30

Keheningan mengambang di udara seperti kabut malam yang enggan beranjak dari aspal. Narumi merasakan dentuman jantungnya sendiri.

Empat bulan perjuangan untuk mempertahankan pendiriannya luruh dalam sekejap oleh satu kalimat yang baru saja meluncur dari bibirnya. Lalu, suara berat dan dalam milik Bramastyo kembali memenuhi gendang telinga Narumi.

[Bagus, kapan kamu akan kembali? Apa perlu dijemput?]

Narumi menelan ludah dengan susah payah, kepalanya refleks menggeleng pelan meski sang ayah tak dapat melihatnya.

“Tidak perlu, Pa,” tolaknya cepat, suaranya sedikit bergetar saat berusaha mempertahankan sisa-sisa kemandirian yang masih ia miliki. “Aku... akan datang dengan kakiku sendiri.”

[Baiklah, Papa tunggu kamu di rumah.]

“Mm,” hanya itu yang mampu Narumi gumamkan, lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata-kata lain.

[Putriku, selamat datang kembali.]

Kata-kata terakhir sang Ayah sebelum sambungan terputus bagaikan anak panah yang menembus pertahanan Narumi. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, menahan isak tangis yang memberontak ingin keluar.

Sepuluh tahun, waktu yang tidak sebentar untuk menghilang dari kehidupan keluarganya. Rasa bersalah kini menggerogoti hatinya seperti rayap yang perlahan namun pasti menghancurkan kayu.

Sementara itu, di gazebo yang terletak di halaman belakang rumah mewah itu, sosok Ghali mondar-mandir bagai singa terkurung. Keringat dingin membasahi dahinya yang berkerut, matanya tak henti melirik ke arah jendela kamar Narumi di lantai atas. Bayang-bayang kehancuran karirnya menari-nari di pelupuk mata.

“Apa yang harus aku lakukan?” bisiknya parau, lebih kepada bayangan diri sendiri. “Bagaimana kalau wanita itu angkat bicara ke media? Citraku... semuanya bisa hancur dalam sekejap.”

Di ambang pintu gazebo, Suhita berdiri dengan anggun – namun keanggunannya itu kontras dengan tatapan dingin yang menusuk dari matanya yang menyipit. Ia pun ikut menatap ke arah kamar Narumi, seolah dapat menembus dinding-dinding yang memisahkan mereka.

“Tenanglah, Ghali. Apa yang kamu takutkan?”

Ghali mengalihkan pandangannya ke arah sang ibu, matanya menyipit penuh kekhawatiran. “Citraku, Ma. Aku tak mau dipandang buruk oleh masyarakat. Belum lagi investor... semuanya akan berantakan jika nama baikku rusak.”

Suhita melengkungkan senyum misterius, langkahnya anggun namun mengancam ketika mendekati putranya. “Tak perlu khawatir,” suaranya sehalus sutra namun setajam belati, “Jika mantan istrimu membuka mulutnya ke awak media, maka dia akan menjadi mayat...”

Ghali tersentak sejenak, namun keterkejutannya dengan cepat berganti dengan seringai tipis di wajahnya yang tampan. “Aaa... Kenapa aku jadi bodoh begini?” ucapnya dengan nada yang sama misterius.

“Jangan cemas, Mas.” Suara manja Karin memecah ketegangan saat wanita itu menghampiri Ghali, langsung menyandarkan kepalanya dengan manja di bahu kokoh pria tersebut. “Tak akan ada yang merusak citra mu, aku bisa jamin itu.”

“Termasuk papamu?” Ghali mengangkat satu alisnya, ada nada menantang dalam suaranya.

Karin mengangkat kepalanya, matanya yang berbinar penuh ambisi bertaut dengan mata Ghali. “Iya, termasuk Papa. Aku akan membujuknya agar merestui hubungan kita.”

“Bagus!” Suhita berseru dengan semangat yang kontras dengan kilatan dingin di matanya – kilatan yang menyimpan rahasia gelap yang siap menerkam siapa saja yang berani menghalangi jalan mereka.

Tawa bahagia mengalun dari gazebo, kontras dengan suasana keruh yang menyelimuti kamar Narumi. Di ujung ranjang, dia duduk termenung, matanya menyapu setiap sudut ruangan yang telah menjadi saksi bisu tiga tahun kehidupannya. Setiap detail memicu kenangan, baik yang manis maupun pahit.

Dengan gerakan perlahan namun pasti, Narumi yang kini mengenakan pakaian santai bangkit dari duduknya. Tas travel kecil tergenggam di tangannya; seringan bebannya, seberat keputusannya. Wajahnya memang tenang, tapi matanya menyiratkan kewaspadaan seekor rusa yang siap menghadapi ancaman predator.

Derit halus anak tangga seolah mengiringi setiap langkahnya menuju lantai bawah. Tepat di ujung tangga, takdir seakan mengejeknya dengan mempertemukan Narumi dengan tiga sosok yang paling ingin ia hindari.

"Na, kamu mau kemana?" Karin melontarkan pertanyaan dengan nada manis yang kentara palsu.

Narumi memilih bungkam, terus melangkah melewati mereka hingga sentakan keras di lengannya membuatnya terhenti. "Apa yang Anda lakukan?" tanya Narumi pada Suhita, menjaga nada formalnya meski amarah mulai bergolak.

"Cek semua barang yang dibawa wanita ini!" Wanita paruh baya tersebut malah berseru tajam, mengabaikan pertanyaan Narumi seolah itu hanya angin lalu.

"Lepas!" Jeritan Narumi memenuhi ruangan saat para pelayan berusaha merebut tasnya. "Apa kalian pikir aku membawa barang-barang kalian dari rumah ini?"

Pertanyaannya menggantung di udara, tak berjawab. Yang ada hanya isyarat dingin Suhita pada para penjaga untuk terus menarik tas itu hingga Narumi tersungkur ke lantai dengan suara berdebum pelan.

"Perhatikan dengan jelas," Suhita menginstruksi dengan nada sedingin es, "Jika ada barang mewah, laporkan dia ke polisi!"

Kilatan amarah berkobar di mata Narumi saat menatap mertuanya, sebelum pandangannya beralih pada isi tasnya yang kini berserakan di lantai bagai kepingan harga dirinya yang hancur.

"Tak ada barang yang mahal, Nyonya. Semua pakaian itu terlihat kumal dan lusuh."

Suhita mengangguk puas, seringai mengejek tersungging di bibirnya. "Sangat disayangkan. Aku kira akan menemukan barang berharga, mengingat bagaimana borosnya mantan istri anakku ini."

Kata 'mantan istri' diucapkan dengan penekanan khusus, seolah ingin menggores luka baru di hati Narumi - meski status perceraian mereka belum resmi.

Narumi bangkit dengan wajah merah padam, amarahnya sudah mencapai ubun-ubun. "Apa Anda sudah puas!" Matanya bergerak liar seperti api yang menjilat-jilat mencari mangsa. "Kalian... tidak pernah cukup untuk menyakitiku."

Tawa Suhita mengudara, memenuhi ruangan dengan nada mengejek yang menyesakkan. "Bukannya aku sudah bilang, aku tak akan pernah melepaskanmu, Narumi. Ini belum seberapa, anggap saja sebagai peringatan dariku!"

"Kalian akan menyesal karena sudah menyinggungku!" Narumi berdecak, suaranya bergetar menahan emosi.

"Oh, kamu sudah mengancam Mama ya Na!" Ghali akhirnya angkat bicara, sementara Karin tersenyum penuh kemenangan di sampingnya, menikmati pertunjukan penghinaan ini.

Senyum miris terpatri pada wajah Narumi, matanya berkaca-kaca menahan air mata kekecewaan. "Aku sudah salah karena jatuh cinta padamu, Mas. Kamu bukanlah orang yang pantas untuk dicintai. Dan... benar, aku mengancam Mamamu!"

"Kamu..." Ghali mencengkeram lengan Narumi dengan kasar, membuat wanita itu meringis kesakitan. Namun sebelum kalimatnya selesai, kehadiran mendadak para pengawal rumah memotong ucapannya.

"Tuan, di luar..."

BRAK!

Suara tubuh yang terlempar memecah ketegangan, membuat semua terlonjak kaget. Cengkeraman Ghali pada lengan Narumi mengendur tanpa ia sadari.

"Siapa kalian?!" Suhita memekik saat sosok-sosok bertubuh besar dan berpakaian hitam memaksa masuk.

Para pria itu mengabaikan teriakan Suhita, bergerak dengan presisi militer hingga mencapai Narumi. "Nona Narumi," salah satu dari mereka menyodorkan ponsel. "Tuan besar ingin berbicara dengan Anda."

Narumi terpaku, matanya mengikuti arah pandang pria itu ke arah CCTV. Dengan tangan sedikit gemetar, ia mendekatkan ponsel ke telinganya. "Halo..."

[Keluar dari rumah itu, sekarang.]

Narumi menelan ludah, matanya melebar menatap layar ponsel yang menghitam. Suara tegas Bramastyo, ayahnya, masih bergema di telinganya. Mendadak semua menjadi masuk akal untuk tatapan pria itu ke CCTV, pengawasan rahasia ayahnya selama ini.

“Jadi, papa mengamati ku?” Batin Narumi bergumam kebingungan, “Tapi sejak kapan?”

"Mari Nona, kami akan mengawal Anda."

Narumi tersentak, ia dengan cepat mengangguk pelan, melangkah di antara para pengawal yang menunduk hormat padanya. Setiap langkahnya kini dipenuhi keyakinan baru.

"Narumi, siapa mereka?" Suara Suhita yang biasanya penuh otoritas kini terdengar goyah.

Narumi terus melangkah dalam diam, tubuhnya dikawal ketat oleh dua puluh pria berbadan tegap, mengabaikan Ghali, Karin, dan Suhita yang masih mengikuti dengan pertanyaan yang sama.

"Narumi ZK! Jawab, siapa mereka?!" Ghali berteriak saat Narumi mencapai pintu utama dan menuruni anak tangga.

"Selamat datang kembali, Nona." Sebuah suara familiar menyapa. Pria berambut putih dengan kacamata bulat membungkuk hormat, sekaligus mengabaikan rasa ingin tahu Ghali.

Kemudian, perhatian mereka teralih pada sosok yang baru keluar dari mobil. Pria bertubuh tinggi dan atletis dengan aura dingin yang mengintimidasi.

“Dia...”

Related chapters

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 04: Cermin yang Retak

    "Ardiaz..." Nama itu belum selesai bergema saat sosok pemiliknya sudah berdiri tepat di hadapan Narumi, membuat wanita itu refleks mundur selangkah. Jantungnya berdegup kencang, entah karena terkejut atau karena aura maskulin yang terpancar dari pria tersebut. "Terima kasih sudah menentukan pilihan." Suara Ardiaz mengalun dalam. Bibirnya menyentuh punggung tangan Narumi dengan kelembutan bak seorang bangsawan, sementara mata coklat keemasannya memancarkan pesona yang nyaris hipnotis. Momen manis itu pecah oleh sentakan kasar. Ghali menarik Narumi ke arahnya dengan gerakan posesif yang tak terkendali. "Na..." Suaranya bergetar, sebuah anomali yang mencerminkan pergulatan antara amarah dan ketakutan akan kehilangan. "Ada hubungan apa kamu dengannya?" Ghali menghujam mata Narumi dengan tatapan menuntut, mencari-cari secercah jawaban dalam iris hazel yang kini sedingin musim es, tak ada lagi kehangatan yang dulu selalu ia temukan di sana. "Jangan kasar." Ardiaz bergerak se

    Last Updated : 2024-09-04
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 05: Kartu As

    Bau pengap menyergap hidung Narumi. Pemandangan di hadapannya membuat dahi wanita itu berkerut; tumpukan kertas berserakan bagai serpihan usai pesta, bercampur dengan sampah makanan instan yang menggunung di setiap sudut. Apartemen yang biasanya tertata rapi kini lebih mirip medan perang pasca pertempuran. "Ya Tuhan, Siska... apa yang terjadi di sini? Gempa lokal?" Narumi memindai ruangan dengan tatapan tak percaya, sebelum matanya terpaku pada sosok familiar yang nyaris tak dikenalinya. Di balik meja kerja yang tenggelam dalam dokumen, sahabat Narumi itu duduk dengan kondisi memprihatinkan. Kantung mata segelap tinta, rambut kusut tak terurus, dan pakaian yang jelas-jelas sudah menempel di badan selama beberapa hari. "Oh, kamu..." Siska hanya melirik sekilas, suaranya serak dan lelah. Jemarinya tetap menari di atas tumpukan berkas. Narumi berjalan mengendap-endap, menendang pelan sampah yang menghalangi jalannya. "Apa karena ini kamu menghilang tanpa kabar?" Ia menghempaskan

    Last Updated : 2024-09-08
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 006: Kata tak Terucap

    “Hei, hei... Ini aku. Kamu kenapa?”Suara berat dan maskulin itu mengalun lembut di telinga Narumi, membuat jantungnya yang sempat berdegup kencang perlahan melambat. “Ada apa?” ulang Ardiaz dengan nada suara mencicit cemas, apalagi wajah calon istrinya itu sudah pucat pasi seperti baru melihat hantu.Narumi membisu, bola matanya bergerak gelisah, menyapu area di belakang Ardiaz dengan sorot was-was. Namun yang tertangkap hanyalah kekosongan. Tawa getir lalu menggema dalam hati Narumi, paranoia ini mulai membuatnya berhalusinasi. “Tidak apa-apa. Aku cuma kaget,” lanjutnya berusaha terdengar tenang, meski suaranya bergetar.“Maaf kalau aku membuatmu kaget. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Tadi kamu terlihat cukup gelisah saat keluar dari lift.”Senyum tipis yang dipaksakan tersungging di bibir Narumi. Ia mencoba berdiri, namun kakinya gemetaran hingga tubuhnya oleng, nyaris mencium lantai basement jika Ardiaz tak sigap menangkap pinggangnya.“Kamu tidak apa-apa?” pria

    Last Updated : 2024-11-19
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 07: Salah Kirim atau Sebuah Petunjuk

    Narumi yang pertama menurunkan pandangannya dari Ardiaz, Ia kembali fokus pada ponselnya. Kedua jarinya pun ikut sibuk mencubit layar; membesarkan atau mengecilkan gambar yang baru saja di terimanya. Matanya menyipit, mencoba memahami maksud Siska mengirim gambar aneh itu .“Ada apa?”Suara Bramastyo menyelinap penasaran, memecahkan konsentrasi Narumi hingga ia mendongak, menatap sang ayah di sampingnya.“Temanku... mengirim gambar abstrak,” jawabnya, kembali mengamati layar ponsel.Gambar itu memang membingungkan. Sebuah foto buram memperlihatkan sesuatu yang menyerupai kuku berhias nail art merah. Tapi, ada sesuatu yang tak biasa. Bercak-bercak gelap mengotori permukaannya, seperti darah kering. Jari di foto itu terlihat tidak utuh, seolah-olah... terpotong. Narumi mengerutkan alis, mendekatkan ponselnya lebih ke wajah, mencoba memastikan penglihatannya. “Gambar macam apa ini...” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Lalu, sebuah suara lain menarik perhatian Narumi. Ia mencuri den

    Last Updated : 2024-11-21
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 08: Dekapan Hangat

    Karin menunduk, bahunya merosot seolah mencoba menghindari tajamnya kata-kata Mahendra. “Aku tidak mau,” suaranya nyaris tenggelam di udara yang penuh ketegangan. Karin tak berani mengangkat wajah, tak sanggup menatap mata sang ayah yang penuh bara.Suara Mahendra meledak, menggema hingga sudut ruangan. “Dasar anak tak tahu diri!” Tangannya mengentak meja, membuat gelas di atasnya bergetar. “Papa sudah bilang dari awal, jangan ganggu pernikahan Nana! Tapi apa? Kamu... berani-beraninya kamu hamil!”Karin mendongak, perlahan tapi pasti. Matanya memerah, menahan air mata yang sudah membanjiri kelopaknya. “Aku mencintai Mas Ghali, Pa,” katanya lirih. Tatapannya berpindah pada sang ibu, berharap ada secercah pembelaan. Tapi perempuan itu hanya diam, wajahnya kosong seperti tembok dingin.Mahendra mendengus keras, amarahnya memuncak. “Cinta?!” teriaknya dengan nada mengejek. “Cinta tidak akan membayar kebahagiaanmu, Karin! Gugurkan anak itu, dan pergi kembali ke luar negeri. Jangan pern

    Last Updated : 2024-11-21
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 09: Jejak

    “Kamu tidur di mana? Kata Karin kamu tidak kembali ke rumah orang tuanya.” Tubuh Narumi menegang. Degup jantungnya berirama tak keruan ketika sepasang lengan kuat melingkupinya dari belakang. Kehangatan tubuh itu membuat darahnya berdesir aneh. “Aku kacau saat kamu tak ada di rumah, Na. Pulanglah... kita bicarakan semuanya di rumah, ya?” suara lembut itu hampir terdengar memohon. Dengan cepat, Narumi melepaskan diri dari pelukan tersebut, berbalik, dan mendapati sosok Ghali berdiri di depannya. Wajahnya tampak lelah, kemeja putih yang dikenakan sudah tidak rapi, dan dasinya menggantung miring seolah dipasang dengan terburu-buru. “Mas Ghali...” suara Narumi tercekat. Ia ingin bersikap tenang, tapi rasa gugup menguasainya. Ghali mengulurkan tangan, mencoba menggenggam tangannya, namun Narumi menarik tangannya menjauh. “Tolong... jangan seperti ini, Mas,” ujar Narumi, berusaha menahan gemuruh emosinya. “Kamu tahu aku tidak akan pulang ke rumahmu lagi.” Wajah Ghali men

    Last Updated : 2024-11-23
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 10: Badai Hati

    “Terluka? Darah?” Narumi mengulang kata itu, suaranya bergetar. Pandangannya langsung jatuh ke ujung jarinya. Tubuhnya menegang seketika saat matanya menangkap noda merah yang samar tapi cukup jelas.Tanpa sadar, ia menarik tangannya dengan gerakan cepat, membuat Ghali mengerutkan alis. Tatapan pria itu berubah tajam, penuh selidik.“Apa itu?” tanya Ghali sekali lagi, namun nada suaranya berubah dingin bahkan melangkah maju, mendekati istrinya.“Ini… bukan apa-apa.” Narumi berkilah dengan nada gugup, buru-buru menyembunyikan tangannya di belakang punggung. Tetapi, getaran di suaranya tak luput dari perhatian Ghali.Pikiran Narumi berputar kacau. Sejak kapan jariku berdarah? Dia mencoba mengingat, tetapi tidak ada kejadian yang menjelaskan asal noda itu. Kemudian, rasa panik mulai menguasainya.Pisau. Ingatan tentang pisau di apartemen Siska mendadak memenuhi pikiran Narumi. Matanya melebar saat kesadaran menghantamnya. Apa mungkin darah ini berasal dari pisau itu?Narumi langsung m

    Last Updated : 2024-11-24
  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 11: Bayang-Bayang Tepi Pantai

    “Ardiaz...” Suara Narumi terdengar pelan, seperti gumaman yang terhempas angin laut.“Iya, ini aku,” jawab Ardiaz sambil melangkah mendekat. “Kenapa kamu sendirian di sini?” tanyanya, nada suaranya lembut namun penuh kekhawatiran.Narumi berbalik, namun hanya untuk memunggungi Ardiaz. Matanya kembali menatap lautan yang bergelombang. “Aku hanya ingin menikmati laut... dan aku memang ingin sendiri,” katanya dengan nada datar.Tanpa banyak bicara, Ardiaz berdiri di sisinya, memberikan ruang, tapi cukup dekat untuk merasakan keberadaannya. Sekilas, matanya melirik wajah Narumi yang samar-samar tampak basah oleh sisa air mata.“Kamu menangis lagi,” ucap Ardiaz pelan, hampir seperti bisikan.Narumi menoleh, alisnya bertaut dengan kerutan kecil di dahinya. Namun, senyum tipis menghiasi bibirnya, meski lebih mirip dengan senyum getir. “Apa aku tak boleh menangis?” balasnya, mencoba terdengar santai.“Tentu saja boleh,” jawab Ardiaz, sorot matanya bertemu dengan mata Narumi. “Tapi... apa kamu

    Last Updated : 2024-11-25

Latest chapter

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 61: Ingin Tahu Segalanya

    Keesokan paginya, Narumi tidak tidur semalaman. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari benang merah di antara Ardiaz, Karin, dan Demetrius. Semakin ia mencoba memahami situasi, semakin banyak pertanyaan yang muncul.Narumi berdiri di dekat jendela kamar, menatap ke luar dengan mata yang lelah. Pemandangan Athens yang sebelumnya menenangkan kini terasa menyesakkan. Ia merasa seperti seorang asing di negeri ini, tanpa teman atau sekutu yang bisa di percaya sepenuhnya.Narumi menghela napas panjang, tangannya meremas pagar balkon dengan erat. “Aku harus tahu lebih banyak,” gumamnya.Tiba-tiba, suara deru mesin mobil terdengar dari halaman bawah mansion. Narumi memperhatikan dengan saksama dari atas balkon. Ia melihat Ardiaz keluar dari mansion dengan ekspresi serius, langkahnya cepat dan tegas menuju mobil hitam yang sudah menunggunya di depan gerbang.“Ke mana dia pergi pagi-pagi begini?” pikir Narumi dengan curiga.Naluri detektifnya yang sudah diasah bertahun-tahun karena kehid

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 60: Lebih Gelap dan Lebih Berbahaya

    Narumi menatap Karin dengan pandangan yang tajam, berusaha mencari celah di balik senyuman manis yang wanita itu tunjukkan.Ia tahu betul, tidak ada sesuatu yang disebut ‘kabar baik’ jika keluar dari mulut Karin.“Ayolah, jangan membuatku penasaran. Kabar baik apa itu?” tanya Narumi kembali, mencoba mempertahankan nada suara yang terdengar biasa.Karin terkekeh pelan, melirik sekilas ke arah Ardiaz sebelum kembali menatap Narumi. “Aku baru saja mendapat undangan dari teman lama. Ada acara eksklusif malam ini di salah satu klub paling terkenal di Athens,” suaranya terdengar riang.Narumi menyipitkan mata, mencoba mencerna ucapan Karin. “Lalu?” tanyanya, tetap waspada.Karin tersenyum penuh percaya diri. “Kita harus datang, Na. Ini kesempatan langka. Lagipula, bukankah kamu ingin menikmati waktu di sini?”Ardiaz yang sejak tadi berdiri diam dengan tangan tersilang di dada, menatap Karin dengan ekspresi tak terbaca. “Undangan dari siapa?” tanyanya dingin.Karin mengangkat bahu acuh. “Se

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 58: Tidak Punya Pilihan Lain

    Keesokan harinya, suasana di mansion Ardiaz terasa lebih sunyi dari biasanya. Matahari yang baru saja naik perlahan menyinari halaman luas dengan taman yang tertata rapi. Narumi berdiri di balkon kamarnya, menatap pemandangan kota Athens dari kejauhan. Udara pagi yang segar tak cukup untuk menenangkan pikirannya yang berkecamuk sejak semalam.Ketukan di pintu membuatnya menoleh. Ardiaz berdiri di ambang pintu, mengenakan kemeja santai dengan lengan tergulung. Tatapannya seperti biasa, tenang tapi penuh arti.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya, berjalan masuk tanpa menunggu izin.Narumi menghela napas, lalu menggeleng pelan. “Aku dengar Mas Ghali akan kembali ke Indonesia hari ini? Apa itu benar?”Ardiaz hanya mengangguk. “Iya, dia ada di bawa saat ini. Mau turun bersama?” “Tentu,” jawab Narumi, Ia bisa merasakan tatapan Ardiaz yang menatapnya dengan pandangan yang sulit di baca olehnya.Sedangkan Ardiaz, ia pikiran di liputi oleh dugaan akan kepergian Ghali. Mantan suami Narumi itu ad

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 58: Perpisahan Terakhir

    Narumi, yang sejak tadi hanya diam, menyunggingkan senyum tipis, lalu meneguk minumannya dengan santai. Ia tahu betul permainan apa yang sedang dimainkan Karin, dan ia tidak akan terjebak begitu saja.Ardiaz, yang sedari tadi menjaga ekspresinya tetap tenang, hanya melirik Karin dengan tatapan datar. Pria itu mengetukkan jemarinya di atas meja dengan ritme perlahan sebelum akhirnya menjawab, “Terima kasih atas undangannya, tapi aku sudah punya rencana malam ini.”Tatapan Karin seketika berubah, meski ia berusaha tetap tersenyum. “Oh, begitu?” Nada suaranya terdengar sedikit memaksa. “Kalau begitu, mungkin kita bisa pergi lain waktu?”Narumi menahan tawa kecilnya. Ia tahu Karin tidak akan menyerah semudah itu.“Tergantung Narumi,” Ardiaz menjawab santai, lalu beralih menatap Narumi dengan tatapan lembut yang disengaja. “Aku tidak pergi ke mana pun tanpa izin calon istriku.”Karin tampak tersentak mendengar kata ‘calon istri’ keluar dari mulut Ardiaz. Wanita itu berusaha tetap tenang,

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 57: Jalan-jalan Bersama

    Setibanya di kediaman Ardiaz di Yunani, Narumi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Rumah itu lebih tepat disebut mansion yang berdiri megah dengan arsitektur klasik yang elegan, berpadu dengan nuansa modern yang mencerminkan kesempurnaan. Para pelayan yang berdiri rapi di sepanjang lorong menyambut kedatangan mereka dengan penuh hormat, membuat Narumi merasa seperti seorang bangsawan.Sementara itu, Karin tampak ternganga, matanya berbinar-binar menelusuri kemewahan yang tersaji di hadapannya. Jika sebelumnya ia masih berharap pada Ghali, kini pikirannya sudah berubah arah. Ardiaz adalah target baru—pria yang lebih kaya, berkuasa, dan tampak tidak mudah digoyahkan. Namun, bagi Karin, tidak ada yang mustahil. Ia bertekad untuk menyingkirkan Narumi dari sisi Ardiaz, sedikit demi sedikit.Saat mereka tiba di lantai dua, Ardiaz menunjuk beberapa kamar yang telah disiapkan untuk mereka. “Kalian bisa istirahat di kamar yang sudah diatur sesuai keinginan kalian,” ucapnya sambil m

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 56: Permainan yang Dimulai

    Narumi menatap Karin tajam, tahu betul bahwa niat wanita itu tidak sesederhana yang terlihat. “Liburan?” tanyanya, matanya menelisik dengan penuh selidik. “Kalian berdua tiba-tiba muncul di sini dengan koper, tanpa pemberitahuan sebelumnya, dan ingin ikut ke Yunani?”Ghali mengangguk cepat, berusaha meyakinkan Narumi. “Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Bagaimanapun, kita masih suami istri, bukan?”Narumi tersenyum sinis. “Masih suami istri?” ia menekankan setiap kata dengan nada yang membuat Ghali sedikit mundur selangkah. “Aku sudah muak menekankan hal ini, Mas. Aku bukan lagi bagian dari hidupmu.”Ardiaz menepuk pundak Narumi pelan, mengisyaratkan agar ia tetap tenang. Kemudian, ia menatap Ghali dengan tatapan yang tajam namun tetap santai. “Dengar, Ini perjalanan pribadi kami, dan aku rasa kehadiranmu tidak diperlukan.”Ghali mendengus kesal. “Kamu pikir aku akan tinggal diam melihat istriku bersama pria lain?” katanya penuh penekanan.Narumi mengambil langkah maju,

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 55: Rencana Karin

    Karin berusaha terdengar santai, meskipun ada semburat kepahitan yang tak bisa ia sembunyikan dalam suaranya. Pandangannya tetap terpatri pada sosok Narumi yang berdiri nyaman di sisi Ardiaz. Perlahan, genggamannya pada lengan Ghali semakin erat, seolah ingin memastikan bahwa pria di sisinya tetap berada dalam kendali.Namun, Ghali dengan tegas melepaskan genggaman itu. Tatapannya tajam dan dingin. “Berhentilah bermain kata, Karin. Sebaiknya kamu kembali ke Indonesia.”Karin tersentak, matanya membesar dalam keterkejutan. “Mas...,” suaranya bergetar, mencari secercah harapan di wajah Ghali, tetapi yang ia temukan hanyalah kebekuan.“Aku sudah bilang untuk tidak mengganggu.” Nada suara Ghali semakin tajam, menusuk langsung ke dalam hati Karin. “Kalau aku masih melihatmu bertingkah, jangan salahkan aku kalau harus bersikap lebih kasar.”Detik itu juga, Karin merasa dadanya mengimpit. Ia hanya bisa berdiri terpaku, melihat punggung Ghali yang meninggalkannya tanpa sedikit pun menoleh.S

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 54: Melupakanmu dengan Cepat

    “Na, aku harus cek sesuatu sebentar.” Pamitnya Ardiaz pada Narumi membuat ia harus duduk di meja makan sendiri, menatap piring yang hampir kosong. Kepergian Ardiaz yang terkesan mendadak menjadikannya resah, terlebih karena pria itu tampak berbeda, seperti menyembunyikan sesuatu.“Apa ada yang penting?” pertanyaannya tadi masih terngiang di kepalanya. Ardiaz hanya menjawab dengan senyum yang tidak benar-benar tulus, membuat Narumi semakin yakin bahwa ada hal yang sedang terjadi di luar kendalinya.Ia menghela napas dalam, matanya menatap kosong ke arah lilin kecil di meja. “Apa aku sudah keterlaluan sama Mama?” gumamnya pelan, rasa bersalah masih menyelimuti hatinya setelah percakapan menyakitkan dengan ibunya tadi siang.Narumi meneguk air mineral itu perlahan, mencoba menenangkan diri. Namun, bayangan masa lalunya terus menghantuinya, menciptakan kegelisahan yang sulit ia enyahkan.Di sisi lain, Ardiaz berdiri di luar villa, di bawah temaram lampu jalan yang berpendar redup. Mat

  • Ambil Saja Suamiku, Biar Kucari yang Baru!   ASS 53: Rekaman CCTV

    Narumi menatap ibunya dengan intens, sorot matanya penuh keingintahuan bercampur rasa sakit. Keheningan di antara mereka begitu tebal, hingga suara napas terdengar seperti gema di ruangan itu. Amaly akhirnya membuka suara, suaranya rendah dan penuh beban. “Tiga tahun sebelum kamu menemui Mama… Mama menikah dengan papa kandung Liyou. Kami…”Wanita itu berhenti, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. Narumi tetap diam, tidak mendesak. Ia tahu ibunya sedang bertarung dengan emosinya sendiri.“Kami hidup bahagia saat itu,” lanjut Amaly akhirnya. “Tapi di tiga tahun pernikahan itu, Mama mulai merindukanmu.”Narumi terkejut. Matanya membesar, tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Mama merindukanku? Pikirnya, tetapi ia tidak berkata apa-apa, hanya menunggu ibunya melanjutkan.“Tapi Mama ingat akan perjanjian dengan Papamu,” lanjut Amaly, suaranya semakin lirih. “Dia akan memberikan setengah hartanya pada Mama asal Mama tidak menemuimu. Waktu itu Mama setuju, karena Mama pi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status