Alvaro Sang Genus

Alvaro Sang Genus

Oleh:  Whieta Dy  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
72Bab
3.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sebuah sindikat penculikan anak berkedok panti asuhan, memanfaatkan anak kecil hingga usia belasan untuk menculik teman-teman mereka sendiri. Anak-anak itu diculik sedari bayi lalu sebagian dijadikan korban untuk diekstraksi darahnya dan dijadikan sebuah produk kecantikan. Sebagian dijadikan anggota dengan kasta terendah bernama Genus. Alvaro, salah satu bayi yang diculik, bukan hanya tak menyadari bahwa darahnya istimewa. Bahkan ia tak sadar telah mencintai orang yang salah yaitu Davira si penculiknya sendiri. Ia hanya menyadari bahwa ada yang janggal dalam panti asuhan itu. Apa yang akan dilakukan oleh Alvaro setelah mengetahui itu semua?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
72 Bab

Bab 1. Tugas Pertama

“Apa?! Aku hanya dapat honor segitu untuk peran tokoh utama? Terlalu!” desis wanita itu kesal. Ia berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Tubuhnya yang ramping sebagian menutupi kereta dorong yang berisi seorang bayi dua tahun yang tertidur pulas. Taman kota hari ini tampak sepi. “Tolong sampaikan, aku mengundurkan diri jika ....” Ucapan wanita itu terputus. Seorang bocah perempuan berkulit putih menangis tersedu di sisi kereta dorong bayinya. Wanita itu menutup telepon dan menatap anak itu. “Hai, jangan menangis. Di mana orangtuamu? Apa kau terpisah,” tanyanya. Bocah petrempuan itu kini menangis lebih kencang. Sangat sedih. Wanita itu gugup. Ia melirik ke kereta dorong dan khawatir bayinya terbangun. Dengan gugup ia berbalik dan menekan tombol di ponselnya. Nomor kepolisian.  Telepon itu tersambung. Wanita cantik itu baru akan membuka mulutnya dan berbalik untuk melihat si bocah perempuan. Bocah berusia sekitar empat tahun itu tida
Baca selengkapnya

Bab 2. Level Genus

Sepuluh tahun kemudian.Alvaro tersadar dari lamunannya. Rambutnya yang sedikit memanjang dan ikal jatuh mengenai wajahnya. Ia menatap hasil coretannya dan membuang sktetsa itu ke tempat sampah di sisinya lalu ia memandang ke sekeliling. Rekan sesama Genus berjumlah sekitar 60 orang berada di ruangan yang sama dengannya. Genus adalah sebutan untuk anggota organisasi dengan level usia nol sampai sembilan belas tahun. Alvaro kini sudah berumur sembilan belas tahun dan setelah itu ia tak tahu masa depan seperti apa yang menantinya di organisasi ini.   “Oke, perhatikan di depan. Lihat alat-alat ini!” Suara Metira Jovanka menggema di sudut-sudut ruangan. “Selain alat pemanggil yang tentunya sudah familiar oleh kalian, kini saya ingin memberi tambahan senjata untuk kalian.” Wanita itu mulai menunjukkan senjata tambahan tersebut. Sebuah buku yang bisa membius saat dibuka lembarannya, alat tulis yang akan memberi kejutan listrik ji
Baca selengkapnya

Bab 3. Sebuah Simbol

Tidaaak, jangan ambil anakkuu!”Alvaro terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah dan peluh membasahi dahi, punggung serta dadanya. Lelaki itu membuka kaos putihnya yang terasa lengket, lalu tercenung. Ia tak mampu mengingat persis mimpinya, yang mampu ia ingat hanyalah teriakan seorang wanita dan sebuah simbol yang berdenyar seperti kilatan cahaya. Sudah beberapa hari ini mimpi itu datang padanya.“Hai, Bro, kamu nggak kenapa-kenapa ‘kan?” Gio rekan sekamar Alvaro menatap Alvaro dengan wajah khawatir. Di sisinya ada Ribby, penghuni kamar sebelah yang ikut melongo menatapnya.“Jangan khawatir, hanya mimpi.” Alvaro meraih air mineral di atas nakas dan meminumnya.“Dia sering mimpi sampai teriak-teriak begitu?” tanya Ribby pada Gio, menunjuk Alvaro.“Sering. Kadang sampai menjambakku,” sungut Gio menggoda Alvaro.“Hiih, aku nggak kuat punya teman sekamar kayak gitu,” Ribby
Baca selengkapnya

Bab 4. Dokter Moreno

Setelah memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, Alvaro bergegas ke luar kelas. Di luar sudah riuh oleh para mahasiswa yang berseliweran di sepanjang koridor. Tanpa peduli apa pun, Alvaro terus melangkah menuju gedung di seberang fakultas.  “Bisakah kau berhenti mengikutiku,” desis Alvaro pada seseorang di belakangnya tanpa menoleh. Ferro, pemuda berkaca mata tebal itu seketika menghentikan langkah. “Aku lihat kamu mau ke perpustakaan. Mungkin kita bisa bareng. Manusia pendiam seperti kita harus berteman,” jawabnya sambil melirik takut-takut sekelompok pemuda bertampang angkuh di pinggir lapangan. “Aku nggak mau berjalan dan berteman dengan siapa pun. Jauh-jauh dariku, ok?” “Kumohon, aku nggak bisa melewati mereka sendirian. Mereka akan menggangguku.” Tangan Ferro terlihat gemetar. “Aku nggak peduli. Itu urusanmu dan bukan urusanku.” Setelah berkata begitu,
Baca selengkapnya

Bab 5. Bukan Siapa-siapa

Buukk Sebuah tendangan telak mengenai rahang Alvaro. Lelaki itu mendengus. Antara gengsi dan kekaguman menguar di dirinya karena tendangan bertubi itu datang dari seorang gadis. Davira Friska Gauri, gadis itu memperkenalkan diri sebelum sparring dimulai. Ia menjadi lawan yang tangguh.  Buukk Kali ini tulang keringnya yang menjadi sasaran empuk pukulan gadis itu. Sialan. Makinya dalam hati. Alvaro mulai kesal. Ia benci terlihat lemah apalagi di hadapan seorang perempuan. Davira sangat gesit dan saat bergerak kaki indahnya seolah tak menapak lantai. Alvaro semakin geram mengingat betapa cantiknya lawan sparring-nya ini. Gadis itu tersenyum miring. Ia seperti sengaja mempermainkan Alvaro. Meminta lelaki itu menyerang tapi tiba-tiba berkelit dengan mudah.  Sreeett. Pukulan Davira hampir saja mengenai kepala Alvaro andai lelaki itu tidak sigap menutupi kepalanya dengan tangan. “Perhatikan kakimu, perhatikan sikumu!” teriak Haldis
Baca selengkapnya

Bab 6. Gadis di Tepi Jembatan

Metira Jovanka melangkah cepat lalu berhenti dan mengarahkan wajahnya pada alat pemindai. Pintu baja itu terbuka. Di dalamnya, seorang pria paruh baya menyambut Metira dan meminta wanita itu duduk. “Metira Jovanka, apa pendapatmu tentang jumlah Spesies yang terus merosot selama 10 tahun terakhir?” tanya pria itu tanpa basa-basi. “Maaf, Tuan Alton. Laporan analisa tentang itu sudah saya serahkan setiap bulannya. Saya kira Anda memahami bagaimana kualitas Genus kita belakangan ini? Terlalu beretika dan basa-basi. Ini buruk bagi organisasi kita,” jawab Metira, mencebikkan bibirnya yang merah menyala. Alton berdehem dan menangkupkan kedua tangannya. “Metira, menurutku yang kurang tepat adalah pendekatan yang kau gunakan. Pendekatanmu terlalu konvensional dan kurang mengikuti perkembangan zaman. Sudah saatnya menjadikan para Genus kita populer. Berprestasi di luar. Dandani mereka, jadikan pusat perhatian. Dengan begitu
Baca selengkapnya

Bab 7. Sekolah Dasar Sambora

Davira menghentikan motornya dan menatap Alvaro dari kejauhan. Gadis itu membuka helmnya dan sebuah senyum mengejek tersungging di bibirnya. “Dasar Genus tak tahu berterima kasih,” gumamnya. Gadis itu menarik lepas ikat rambutnya sehingga rambut panjangnya kini tergerai di bahu. Memang seharusnya ia tidak mengasihani pemuda itu. Sebuah panggilan masuk di ponselnya. Davira segera mengangkatnya. “Davira, Genus Ribby dijebak. Polisi kini sedang menuju lokasi. Kau harus selamatkan dia.” Suara Metira terdengar di seberang sana.“Apakah penyerantanya tidak berfungsi?” tanyanya heran. Selain itu ada gas air mata, pulpen penyetrum, kenapa Ribby tak memanfaatkannya untuk menyelamatkan diri?  Davira bertanya-tanya dalam hati.“Pria itu mengetahuinya. Ia merebut tas Ribby dan penyerantanya tak bisa mendeteksi,” jawab Metira.“Baik. Di mana posisinya?” Davira segera mencari file tenta
Baca selengkapnya

Bab 8. Hukuman Bagi Ribby

Begitu tiba di dalam gedung Panti Asuhan Rumah Berwarna, Haldis dan empat orang Familia berbadan besar menyambut kedatangan mereka. Haldis tersenyum lebar pada Davira. “Bagus. Lagi-lagi kau melaksanakan tugasmu dengan baik, Davira,” puji Haldis tampak puas.  Gadis itu hanya menarik sedikit ujung bibirnya. “Apa masih ada tugas untukku, Pak?” tanya Davira. Matanya melirik jarum suntik berukuran cukup besar di genggaman Haldis. Ia tahu bagaimana nasib Ribby selanjutnya.“Kau boleh kembali ke ruanganmu atau memeriksa isi rekeningmu. Silakan pesta belanja, Nona.” Haldis tergelak hingga wajahnya memerah. Di belakang Davira, Ribby mulai meronta dalam cengkeraman ke empat pria itu.“Kumohon beri aku kesempatan sekali lagi. Aku akan lebih banyak menghasilkan Spesies dan lebih hati-hati,” lelaki itu mengiba.“Kesalahanmu fatal. Kau tak tahu sudah berhadapan dengan siapa tadi.
Baca selengkapnya

Bab 9. Ribby Raib

           “Jadi apa maumu?” Alvaro berjalan tergesa. Menatap sekitarnya dengan waspada. Ia merasa ada yang mengawasi mereka.          “Tak ada. Hanya ingin berteman.” Ferro mengangkat bahu dan mengikutinya. Mereka terus melangkah dan sampai di lapangan basket. Dua orang gadis tampak cekikikan di kursi penonton menyaksikan beberapa pemain basket yang berpeluh. Alvaro mengenal mereka. Gadis-gadis kaya dan manja itu kuliah jurusan Bisnis.          Saat sedang sibuk mengawasi, sudut mata Alvaro menangkap sebuah bola melayang ke arah kedua gadis tersebut. Terdengar jeritan tertahan. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba Alvaro sigap melompat dan menangkap bola tersebut. Tubuh lelaki itu sedikit terhempas. Namun bola itu kini berada dalam dekapannya.          “Ya ampun, cowok
Baca selengkapnya

Bab 10. Sampel darah Alvaro

         “Jadi Ribby juga nggak pamit sama kamu?” Alvaro menatap penuh selidik pada teman sekamar Ribby.          “Nggak ada. Aku pulang dan melihat barang-barang Ribby sudah raib begitu juga Ribby. Bahkan hari ini sudah ada penghuni baru.” Lelaki itu menunjuk ranjang di seberangnya yang mulai terisi barang.          “Apa kamu nggak ingin menanyakan dengan yang lain? Siapa tau ada yang melihat Ribby terakhir kali,” desak Alvaro.          “Al, kamu ini membahayakan posisi kita. Aku nggak mau disetrum listrik karena mempermasalahkan ini. Mari kita berfikir kalau Ribby dideportasi karena tidak lolos ‘kenaikan tingkat’. Selesai,” gusar lelaki itu.          Baru selesai berbicara demikian, tiba-t
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status