Bicara tentang jejak mengingatkan goresan
Kutatap sekeliling, kilauan jingga menghiasi langit sore. Nampak jelas bayangan memantul pada genangan air. Sampai kapan aku akan terjebak labirin masa lalu? Sungguh, aku ingin melupakan, lelaki yang satu tahun belakangan menciptakan titik kenangan yang indah.
Biasanya, habis hujan begini. Kak Daffa sering meneleponku sambil bilang, "Percayalah sayang. 99,9% hujan yang turun bukan air, tapi rasa rinduku padamu."
Kak Daffa selalu berhasil membuat aku tersenyum, kisah yang kami ciptakan dengan jarak usia terpaut dua tahun membuat aku harus mengikhlaskannya. Dia lebih memilih melanjutkan studi di negara Jerman dan sudah dipastikan, aku tidak bisa menjalin hubungan jarak jauh.
Hampir setengah jam aku melamun, menatap dengan tatapan kosong.
Aku, Alisya Cantara remaja kecil berusia 16 tahun. Kenangan yang tercipta bersama kak Daffa begitu indah, bantu Aiys melupakan goresan jejak yang terlukis.
"Aiys.. bantu kakak," suara kak Amel memecahkan lamunan Aiys.
Kak Amel, satu-satunya kakak yang Aiys miliki sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
“Ya kak," sahut Aiys.
"Kenapa lama bangat jawabannya? Pindahkan buku-buku ini kedalam lemari!"
Aiys melihat tumpukan buku yang menganak sungai, mulai dari majalah Bobo, majalah turun-menurun sedari kak Amel kecil.
"Semuanya disusun rapi, jangan acak-acakan," kata kak Amel dengan posisi berdecak pinggang.
"Bantuin dong kak, jangan hanya memerintahkan!" protes Aiys.
Suatu hal yang mustahil jika kak Amel mau membantu, Aiys sudah tau dan mengerti. Kalau kakak itu bos di rumah kalau tidak ada mama dan papa.
“Kak, kenapa ini dipindahkan?” tanya Aiys.
Kak Amel memandang Aiys sebentar, “Katanya Papa mau dipindahkan kerja, biar tidak sulit saja nanti,” jawabnya santai.
Aiys terdiam, “Pindah,” ulanganya.
“Kemana?” tambah Aiys.
“Tidak tau, belum pasti juga, tidak perlu dipikirkan,” balas kak Amel lagi.
Aiys sedikit kesal, tapi tetap Aiys kerjakan. Aiys melangkahkan kaki menuju tumpukkan buku. Setiap buku yang mau diangkat, diperiksa sebentar melalui sampulnyanya. Satu setengah jam telah berlalu, ini angkatan yang keduabelas kali Aiys bolak balik memindahkan dan menyusun buku legenda keluarga ini. Aiys memutuskan istirahat sebentar duduk beralasan koran, Aiys menyandarkan kepala ke lemari. Seakan lemari sudah siap menerima semua curahan hatinya. Tinggal beberapa angkatan lagi, yok semangat. Aiys bangkit dan kembali menyusun buku yang akan Aiys pindahkan.
Saat buku keempat sudah ditangan. Seketika fokus bidikan mata Aiys pada buku bersampul coklat, dihiasi bunga dan dedaunan yang sudah kering. Bunga mawar dan melati mendominasi, sudut kanan bagian bawah terdapat bunga mawar, dan sudut kiri bagian atas terdapat bunga melati dihubungkan dengan dedaunan;tulang dedaunan.
Kenangan Kota Biru
Tulisan pertama yang Aiys baca, lembar pertama buku ini. Pada lembar kedua terdapat sebuah foto lelaki dengan perempuan berpose dengan gaya tangan diangkat setinggi kepala. Dua jari, telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.
Aiys memandanggi, lagi dan lagi. Pikiran dan hatinya bertolak belakang. Tanpa disadari, dengan mudahnya air menetes dari kelompok matanya. Bahkan saat dunia berputar dan berubah, kenangan yang tercetak lewat lembaran foto akan tetap abadi. Aiys tidak membenci perpisahan, terimakasih telah menciptakan jejak, Aiys bersyukur pernah dipertemukan dengan Daffa. Aiys melanjutkan, membuka lembaran ketiga. Album kecil ini, kenangan dari Daffa.
***
Dua minggu lagi siswa dan siswi SMA 1 Nusantara akan pergi studi banding.
Alisya, yang mendengar kabar itupun cepat-cepat memberi tahu Daffa. Kakak kelas yang berstatus pacarnya. Hubungannya telah tersebar luas, jadi tidak heran kalau Aiys berani menghampiri Daffa ke kelasnya meski Aiys masih tergolong murid baru.
Sesampai di depan kelasnya, Aiys langsung menunggu di bangku depan kelas. Biasaya tidak sampai satu menit Aiys menunggu Daffa sudah keluar menemuinya. Aiys hanya remaja biasa, berstatus siswi baru lagi. Sedangkan Daffa, siswa berprestasi di sekolah. Aiys juga heran, kenapa bisa dekat semudah itu dengan Daffa. Apalagi, mengingat dirinya yang introvert.
"Dah lama?" sapa Daffa.
"Barusan kok, hehehehe."
"Tumben, nyamperin. Kangen ya?" goda Daffa.
"Iya, rindu. Karena sejatinya hatiku telah membersamaimu, wkwkwk," jawab Aiys tertawa.
"Hatiku, terkunci didalam hatimu juga. Jangan izinkan keluar!" tatapan Daffa begitu teduh, membuat Aiys melumer.
"Kak, ada studi banding. Udah tau kak?" tanya Aiys.
"Iya, udah tau. Sebenarnya kakak mau ke kelas kamu, taunya udah sampai duluan."
Daffa mengantari Aiys ke kelas, sepanjang koridor sekolah, banyak tatapan mengarah ke arahnya berdua. Ada diam-diam teriak dan ada juga yang melihat sebelah mata.
Persiapan terus dimaksimalkan oleh panitia studi banding, hingga besok hari yang di tunggu datang. Perjalanan yang jauh besok membuat Aiys harus cepat-cepat istirahat agar besok segar, andai Aiys mariposa.
Makan banyak, tidur, bangun-bangun jadi beautiful.
Masih pagi, peserta studi banding telah berkumpul di halaman sekolah sambil menunggu bis sekolah datang. Pagi ini cukup dingin, Aiys dari tadi menyatukan kedua telapak tangannya mencari kehangatan.
"Aiys.. " sapa Keysa, satu-satunya sahabat Aiys.
"Iya, ada apa Key? Dingin bangat ya," sahut Aiys.
"Kamu jadinya mobil mana?" tanya Keysa.
"Satu bis sama kak Daffa, hehehehe" jawab Aiys sambil jelajahi pemandangan sekitar mencari Daffa.
"Kamu belum baca pengumuman terakhir?" tanya Keysa dengan mata membulat.
"Emangnya ada apa?" heran Aiys.
Kesya menatap Aiys, "Tidak boleh beda angkatan," terang Keysa.
"Iya? Sejak kapan? Terus Aiys gimana?" gelisah Aiys.
"Coba kamu hubungi kak Daffa!" saran Keysa.
"Iya, the right Key, kamu benar sahabat Aiys yang terbaik," sambil merangkul.
"Terkadang," tambah Aiys, diiringi gelak tawa.
Aiys langsung menghubungi Daffa, plant A yang disusun dengan matang berada diujung tanduk.
[Hallo, kak Daf..] sapa Aiys ketika panggilan terhubung.
[Iya, Hallo Aiys..] jawab Daffa.
[Kakak dimana? Katanya ga boleh beda angkatan semobil. Hiks..]
[Kakak, dibelakangmu.]
Daffa, langsung menatap Aiys penuh harap. Di sudut kelopak matanya, dapat Aiys tangkap. Sekarang lagi tidak baik-baik saja. Aiys diam, rencana awalnya kami gagal total.
"Aiys.. benar," katanya terbata.
"Udah, jangan lanjutkan kak,"
"Jangan sedih Aiys," bujuk Daffa.
Aiys masih diam seribu bahasa, pikirannya kalut. Empat jam perjalanan, mau ngapain Aiys selama itu? Pasti akan membosankan. Merenung, main game, tidur, atau.. ngobrol bareng Keysa.
Iya, Keysa. Dia duduk dengan siapa? Aiys tidak mau sendirian, dengan cepat Aiys berlalu dari hadapan Daffa.
"Mau kemana?" tanyanya.
"Mau cari Keysaaa," jawab Aiys setengah teriak, karena diantara Aiys dan Daffa sudah tercipta jarak.
Tidak sampai sepuluh hitungan , Aiys dapati Keysa asyik dengan kameranya di samping mobil.
"Key, untung kamu masih disini," kata Aiys sambil ngosngosan.
"Habis lomba lari kamu?" ledek Keysa.
"Ya, ga boleh," muka cemberut. "Btw, kamu duduk dengan siapa?" Tanya Aiys.
"Dengan kamukan," sambil mengangkat alis matanya.
"Benar, terimakasih," sambil memeluknya.
Waktu mau melangkah, Aiys memeluk Keysa lagi. Kenapa Aiys bisa sebodoh ini? Hampir saja Aiys tinggalkan Keysa sendirian. Keysa tidak akan marah, tapi dengan siapa ia duduk nanti. Aiys tau kali, Keysa yang tidak bisa dekat dengan teman sekelas kecuali dengannya. Sedari kecil berteman, dan Aiys bisa menghitung jari siapa yang pernah dekat dengan Keysa.
Daffa yang melihat Aiys pergi langsung mengejarnya, langkah Daffa terdiam mendapati Aiys dan Keysa berpelukan. Dengan langkah pelan, Daffa menghampiri Aiys.
“Aiys, tidak akan kubiarkan kamu sedih,” ucap Daffa pelan.
“Kakak, bilang sama Bapak Zardi gimana?” tanya Daffa.
“Jangan, jangan kak. Tidak apa-apa pisah. Asal hati kita tetap menyatu,” jawab Aiys pelan juga dengan senyumnya.
Walau sebenarnya Aiys sangat ingin duduk bersama Daffa, namun memilih sahabat atau cinta. Itu rumit.
Perjalanan tidak sesulit yang Aiys bayangkan. Rute terakhir di air terjun dan danau. Seru, kata yang bisa Aiys ucapkan. Semuanya diluar ekspektasinya. Setiap pemberhentian Daffa selalu menghampiri Aiys. Banyak kenangan yang diciptakan dan tak lupa diabadikan.
Kali ini, Daffa malah mengajak Aiys ke termaga yang berada di tepi danau. Dipeluk kilauan senja, diiringi suara air, dimeriahkan kicauan burung. Daffa memberikan album kecil kepada Aiys.
"Abadikan, kenangan kita disini Aiys. Aku tidak mau kamu sedih, kalaupun itu terjadi. Lihatlah gambar ini, ciptakan lagi senyum itu!"
Kenangan Kota Biru
Semakin kuhapus, semakin timbul “Aiys, cepat! Nanti telat, ” panggil mamanya. “Iya Ma, bentar,” sahut Aiys. Aiys bergegas turun untuk serapan, “Ma, papa mana?” tanya Aiys tidak mendapatkan papanya di ruang makan. “Papa lagi keluar kota, penerbangan dini hari tadi,” jawab mama santai. “Emang papa jadi pindah kerja, Ma?” tanya Aiys lagi. Mama Aliana mendekat ke Aiys, “Belum pasti sayang,” ucapnya. “Ayo serapan cepat, nanti telat,” tambah mama Aliana sambil mengelus kelapa Aiys. Aiys masih memikirkan penyataan mamanya barusan, “Ayo makan, nanti telat,” perintah mama lagi. Aiys mempercepat geraknya, benar kata mamanya. Dia bias telat kalau terus memikirkan hal yang belum pasti. “Aiys berangkat dulu Ma,” pamit Aiys. “Hati-hati sayang,” Kata mama Aliana sambil memeluk tubuh Aiys. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, Aiys tidak mengerti apa yang dijelaskan Bu Neni di depan. Papan tulis adala
Jika tak mampu, jangan berucap! Hari-hari berjalan mengikuti aturannya, tidak ada yang beda, tiap detiknya masih sama; tentang luka. Tidak ada yang berkesan, tidak ada yang istimewa. Hari-hari Aiys hanya di selimuti kenangan. Setiap tempat di kota ini mengisahkan jejak tentang Daffa. Tepat di cafe ini, tempat Aiys dan Daffa melepaskan sisa penat sehabis sekolah. Setiap pulang sekolah, selalu kesini. Tidak pernah bosan, padahal waktu istirahat selalu ketemu di sekolah. Aiys melangkahkan kaki, sekarang posisinya tepat di depannya. COFFE JANJI JIWA Aiys pandangi selagi lagi, tidak tau kenapa. Pikirannya mengarahkan kesini. Padahal Aiys sudah berniat tidak akan menginjak tempat ini lagi. Aku masih berperang dengan hati dan logika. Tubuhnya semakin kecil, terlihat jelas urat nadi berwarna hijau kebiruan. Tiga bulan ditinggal abang Daffa tanpa kabar membuat Aiys stress dan malas dalam semua kegiatan.
Untuk apa terkubur dalam kenang, jikalau ia tak mempedulikan Kerumunan dilihat dari atas, desak-desakan. Bel pulang berbunyi 10 menit yang lalu ditambah dengan pengumuman daftar ujian akhir semester. Tidak terbayang, begitu cepat Aiys lalui bertemu teman baru, sekolah baru, suasana baru, dan hati yang baru. Langkah kakinya terus bergerak, mengikuti alur yang dibuat tangga. Koridor sekolah sudah menyepi, ditatap Keysa yang sedang asyik dengan ponsel miliknya. Aiys buru-buru menuju madding sekolah hingga.. "Brakk.. bamm.." buku yang dibawa Pak Zardi berhamburan. "Aduh,," kata Aiys menegang kepala yang mendadak terasa pusing, namun segera ditepis cepat rasa itu, ada orang yang membutuhkan bantuannya. "Pak Zardi," pekik Aiys. Pak Hardi terduduk lemas di lantai, Aiys tidak tau seberapa keras tabrakannya hingga membuat pak Hardi lemas begini. "Keysa.." panggil Aiys. "KEYSAAAAA," panggilnya lagi, keysa asyik dengan po
Rumus dan trik, dua istilah kunci kemudahan Aiys segera siap-siap untuk berangkat sekolah, melihat dirinya sekilas dari pantulan cermin sambil tersenyum. "Aiys, bisa," katanya. [Aku udah di depan,] pesan Juna. Mendengar nada ponsel, Aiys segera mengambil dan melihatnya, ternyata dari Juna. "Aiys," panggil mama. Aiys segera membuka pintu dan menampilkan senyum terindah miliknya. "Bahagia kali anakku, apa kerana berangkat bareng? Huummz," Mama memeluk tubuh Aiys, sambil tersenyum. "Juna, Ma" bela Aiys. "Ooo, Juna namanya," Senyum mama, menggoda Aiys. "Mama," rengek Aiys. "Kesana gih, kesian Junanya," suruh mama. Aiys mencium sekilas pipi mamanya lalu segera menghampiri Juna. "Maaf, menunggu," senyum aiys. "Santai saja," jawab Juna. "Udah siap?" tanya Juna lagi. "Udah, yok," ajak Aiys sambil berjalan. "Ma, kita berangkat dulu,"
Dedaunan yang gugur menciptakan kehidupan baruAiys berjalan keluar ruangan ujian dengan senyum kebahagiaannya, masa-masa ujianpun selesai."Akhirnya," sambil memeluk Keysa yang tadinya duluan keluar.Dari arah lain, Juna melangkah dengan sebuket bunga yang ia genggam."Bentar lagi, bunga ini akan berpindah tangan. Semoga kamu suka," bisiknya dalam hati.Aiys bahagia kali, rasanya beban yang ia pikul terlepaskan. Malamnya Aiys bisa tidur nyenyak, biasanya hanya tidur dua sampai tiga jam. Tekad dan target harus di capai, begitulah Alisya."Malam nanti, gue bisa tidur nyenyak," tawanya pada Keysa."Lu nya kali, yang terlalu ambil pusing soal ujian," dingin Keysa.Aiys memandang tajam Keysa seketika, "Keysa, Alisya sudah kembali," dengan gayanya sok imut."Iyaa, syukur," balas Keysa dengan sedikit tawanya, lalu Keysa mengalihkan pandangannya ke belakang."Aiys, Aiys," heboh Keysa.Aiys masih fokus pad
Layaknya secangkir kopiAkan manis jika gula dan kopinya menyatu dalam satu larutan namun akan hambar jika kedua hal tersebut berdampingan namun tidak menyatu.Aiys setengah berlari keluar dari kamarnya, kenapa Aiys bisa ketiduran. Pasti Juna lama menunggu Aiys. Dari tangga Aiys dapat melihat jelas Juna bicara bersama mamanya."Maaf ," sesampainya Aiys di ruang tamu. "Udah lama?" tanya Aiys."Kamu, udah 2 jam Juna nungguin kamu," omel mama."DUA JAM?" pekik Aiys dan matanya melotot."Ya," jawab mama santai, sedangkan Juna hanya tersenyum."Mama, kenapa tidak bangunin Aiys dari tadi??" rengeknya."Dilarang Juna," kata mama sambil tertawa.Aiys langsung mengalihkan pandangannya ke Juna, "Junaaa," kata Aiys dengan nada yang berbeda.Juna tidak menjawab, ia lebih memilih diam dan tetap tersenyum."Jun," sapa Aiys lagi.Juna langsung menatap Aiys, "Jadi?" tanyanya mengangkat satu alis.
Biarkan membekas, jangan mencoba menghapusBiarkan abadi, dalam bingkai bernama kenanganHari berlalu, jam berganti, menit bertukar, dan detik berlari. Tiga hari lagi lomba, dan dihari ini Aiys sudah harus selesai semua packagingnya. Aiys pandanggi setiap sudut kamarnya. Kamar bernuansa putih dipadukan beberapa tanaman hijau asli atau organik."Selamat tinggal kamar," kata Aiys mencoba kuat.Aiys segera mengambil foto setiap kamarnya, tidak luput dengan dirinya ikut bersuah foto. Kamar Aiys sekarang mulai sepi, barang-barang Aiys ada yang di jual dan sebagian lagi sudah menuju kediaman barunya, yaitu di desa. Aiys masih berusaha menerima takdir, Aiys masih menganggap dirinya bermimpi. Namun setiap kali Aiys berpikiran itu, Aiys segera berusa menyadarkan dirinya."Aiys semangat," katanya sendiri dengan mata berkaca.Aiys telusuri setiap sudut kamarnya, masih tersisa beberapa foto disana. Aiys pandanggi satu persatu."
Ujung dari perjuangaan, akan berakhir manisSekolah yang diimpikan sedari kecil akan ditinggal, Aiys menikmati setiap detik di sekolah ini. Tahlita dan Melati yang menemani Aiys dibuat geleng-geleng kepala oleh sikap Aiys. Kenapa tidak, Aiys memotret setiap inci sekolahnya."Semua siswa-siswa berkumpul di aula!!" pengumuman dari kantor."Aiys, ayoo ke aula," ajak Melati.Aiys memandang Melati dan Tahlita bergantian, masih ada satu tempat yang belum mereka jejaki. "Kolom renang, belum," kata Aiys pelan.Mata Tahlita langsung melotot memandang Aiys, "Aiys, benar kata Keysa, hanya 10 hari Aiys," kata Tahlita penuh penekanan.Aiys tidak mau, "Sekali ini," pinta Aiys.Tahlita mengalihkan pandangan ke Melati, "Gimana?" tanyanya.Melati mengangguk pertanda iya. Aiys memandangi sedari tadi, melihat Melati mengangguk. Aiys langsung memeluk kedua temannya itu, "Terimakasih," tambah Aiys.Tahlita hanya diam, sedangkan Mela
Kehidupan selalu punya misteri"Gedung ini, akan menjadi saksi bisu perjuangan Aiys, terimakasih," guman Aiys sendiri lalu segera masuk kedalam bus.Semuanya bahagia piala kejuaraan kembali mereka rebut setelah berpindah tangan ke SMA Garuda. Di dalam mobil berbagai lagu dinyanyikan dengan lantang lewat pengeras suara di depan. Aiys dan Juna ikut terbuai alunan lagu. Tidak sampai 30 menit bus yang tadinya sangat hiruk pikuk mendadak diam. Sudah banyak diantara mereka yang tidur dan segera bertemu dengan mimpi.Tidak tau mengapa, Aiys tidak mengantuk sama sekali. Aiys melihat Juna sekilas, masih dengan wajah dinginnya menatap ke depan.Juna menyadari di tatap Aiys, "Kenapa lihat-lihat, ntar suka," ledek Juna.Aiys segera membuang muka, "Tidak," katanya jutek.Juna mengalihkan pandangan ke Aiys, "Benar??" tanyanya dengan manja.Diperlakukan seperti itu Aiys malah makin ngambek, "Ya, aku minta maaf,"
Berikanlah yang terbaik di setiap kesempatanSemuanya semifinalis segera keluar dan berkumpul dengan kontingen mereka satu sekolah. Bu Anita memerintahkan untuk berkumpul di lantai satu tepatnya di tempat pembukaan tadi."Apapun itu, pasti yang terbaik. Sekarang istirahat dan makananlah setelah itu beribadah!" jelas Bu Nita.Mendengar cerita, syukur 9 bidang lomba yang diikuti semua masuk ke sesi dua.Juna makan siang berhadapan dengan Aiys, sedangkan Tasya sudah pergi bersama teman-temannya yang lain."Aku menang ya," kata Juna di sela makan bersama Aiys."Iya tau," jawab Aiys dengan senyum.Juna tersenyum, "Jadi bebas apapun nanti ya," kedipan mata Juna.Aiys merasa Juna sangat berbeda, Juna sekarang dengan Juna yang tadi lagi lomba. Namun Aiys bangga, Juna bisa memposisikan tempatnya.Aiys melotot menatap Juna, "Jangan aneh-aneh Jun."Juna malah tersenyum, "Bebas akulah," tawanya."Iiihh s
Semut yang kecil mampu meluluhkan ratakan musuh dengan kerjasamaAiys terbangun ketika mobil sekolah yang mereka naiki masuk ke halaman gedung yang megah dengan berbagai spanduk telah terpasang di depannya."SELAMAT DATANG PESERTA OLIMPIADE SAINS"Aiys masih mencoba mengumpulkan tenaganya dan baru menyadari Juna yang terlelap di bahunya. Aiys segera mengambil ponsel miliknya dan memfoto Juna, tidak satu malahan Aiys mengunakan berbagai filter di Instagram. Dari berbagai macam filter hewan hingga bunga digunakan Aiys."Aiys, bakalan rindu," bisik Aiys ke menatap foto mereka berdua.Sebelum mobil berhenti Aiys segera membangunkan Juna, "Juna, bangun," tepuk Aiys pelan.Juna segera membuka matanya dan terdiam mengumpulkan nyawanya. "Udah sampai ya?" Tanya Juna dengan mengamati sekeliling.Teman-temannya yang lain juga banyak yang tidur, hingga Bu Nita, "Anak-anak bangun, kita udah sampai," tepat ketika mobil udah berhenti.
Benar, jika hati telah berkaitanBerjarak adalah malapetaka besarAiys berjalan keluar disusul Keysa, setelah pembagian rapor dan asyik berfoto. Aiys memandang dirinya lewat pantulan camera ponselnya."Tidak sampai 24 jam mahkota ini di kepala Aiys, dan aku harus melepaskanmu," kata Aiys sendiri sambil melihat mahkota yang terpasang cantik di kepalanya."Aiyss," panggil Keysa.Aiys kaget, ternyata Keysa sudah jauh meninggalkan dirinya. "Perasaan tadi aku yang duluan," kata Aiys sendiri.Aiys segera menyusul Keysa, "Aiys, katanya mau jalan. Ayoo," ajak Keysa cepat.Aiys memandang sekelilingnya, "Tunggu Key, Aiys mau ke ruang majelis guru bentar," katanya.Keysa berfikir sejenak, "Mau apa?" Tanyanya."Rahasia," kata Aiys tersenyum."Gue ikut," kata Keysa.Aiys berfikir sejenak, menaruh tangan di kepalanya. "Hmm,""Kenapa?" tanya Keysa lagi.Aiys segera menyatukan kedua telapak
Ujung dari perjuangaan, akan berakhir manisSekolah yang diimpikan sedari kecil akan ditinggal, Aiys menikmati setiap detik di sekolah ini. Tahlita dan Melati yang menemani Aiys dibuat geleng-geleng kepala oleh sikap Aiys. Kenapa tidak, Aiys memotret setiap inci sekolahnya."Semua siswa-siswa berkumpul di aula!!" pengumuman dari kantor."Aiys, ayoo ke aula," ajak Melati.Aiys memandang Melati dan Tahlita bergantian, masih ada satu tempat yang belum mereka jejaki. "Kolom renang, belum," kata Aiys pelan.Mata Tahlita langsung melotot memandang Aiys, "Aiys, benar kata Keysa, hanya 10 hari Aiys," kata Tahlita penuh penekanan.Aiys tidak mau, "Sekali ini," pinta Aiys.Tahlita mengalihkan pandangan ke Melati, "Gimana?" tanyanya.Melati mengangguk pertanda iya. Aiys memandangi sedari tadi, melihat Melati mengangguk. Aiys langsung memeluk kedua temannya itu, "Terimakasih," tambah Aiys.Tahlita hanya diam, sedangkan Mela
Biarkan membekas, jangan mencoba menghapusBiarkan abadi, dalam bingkai bernama kenanganHari berlalu, jam berganti, menit bertukar, dan detik berlari. Tiga hari lagi lomba, dan dihari ini Aiys sudah harus selesai semua packagingnya. Aiys pandanggi setiap sudut kamarnya. Kamar bernuansa putih dipadukan beberapa tanaman hijau asli atau organik."Selamat tinggal kamar," kata Aiys mencoba kuat.Aiys segera mengambil foto setiap kamarnya, tidak luput dengan dirinya ikut bersuah foto. Kamar Aiys sekarang mulai sepi, barang-barang Aiys ada yang di jual dan sebagian lagi sudah menuju kediaman barunya, yaitu di desa. Aiys masih berusaha menerima takdir, Aiys masih menganggap dirinya bermimpi. Namun setiap kali Aiys berpikiran itu, Aiys segera berusa menyadarkan dirinya."Aiys semangat," katanya sendiri dengan mata berkaca.Aiys telusuri setiap sudut kamarnya, masih tersisa beberapa foto disana. Aiys pandanggi satu persatu."
Layaknya secangkir kopiAkan manis jika gula dan kopinya menyatu dalam satu larutan namun akan hambar jika kedua hal tersebut berdampingan namun tidak menyatu.Aiys setengah berlari keluar dari kamarnya, kenapa Aiys bisa ketiduran. Pasti Juna lama menunggu Aiys. Dari tangga Aiys dapat melihat jelas Juna bicara bersama mamanya."Maaf ," sesampainya Aiys di ruang tamu. "Udah lama?" tanya Aiys."Kamu, udah 2 jam Juna nungguin kamu," omel mama."DUA JAM?" pekik Aiys dan matanya melotot."Ya," jawab mama santai, sedangkan Juna hanya tersenyum."Mama, kenapa tidak bangunin Aiys dari tadi??" rengeknya."Dilarang Juna," kata mama sambil tertawa.Aiys langsung mengalihkan pandangannya ke Juna, "Junaaa," kata Aiys dengan nada yang berbeda.Juna tidak menjawab, ia lebih memilih diam dan tetap tersenyum."Jun," sapa Aiys lagi.Juna langsung menatap Aiys, "Jadi?" tanyanya mengangkat satu alis.
Dedaunan yang gugur menciptakan kehidupan baruAiys berjalan keluar ruangan ujian dengan senyum kebahagiaannya, masa-masa ujianpun selesai."Akhirnya," sambil memeluk Keysa yang tadinya duluan keluar.Dari arah lain, Juna melangkah dengan sebuket bunga yang ia genggam."Bentar lagi, bunga ini akan berpindah tangan. Semoga kamu suka," bisiknya dalam hati.Aiys bahagia kali, rasanya beban yang ia pikul terlepaskan. Malamnya Aiys bisa tidur nyenyak, biasanya hanya tidur dua sampai tiga jam. Tekad dan target harus di capai, begitulah Alisya."Malam nanti, gue bisa tidur nyenyak," tawanya pada Keysa."Lu nya kali, yang terlalu ambil pusing soal ujian," dingin Keysa.Aiys memandang tajam Keysa seketika, "Keysa, Alisya sudah kembali," dengan gayanya sok imut."Iyaa, syukur," balas Keysa dengan sedikit tawanya, lalu Keysa mengalihkan pandangannya ke belakang."Aiys, Aiys," heboh Keysa.Aiys masih fokus pad
Rumus dan trik, dua istilah kunci kemudahan Aiys segera siap-siap untuk berangkat sekolah, melihat dirinya sekilas dari pantulan cermin sambil tersenyum. "Aiys, bisa," katanya. [Aku udah di depan,] pesan Juna. Mendengar nada ponsel, Aiys segera mengambil dan melihatnya, ternyata dari Juna. "Aiys," panggil mama. Aiys segera membuka pintu dan menampilkan senyum terindah miliknya. "Bahagia kali anakku, apa kerana berangkat bareng? Huummz," Mama memeluk tubuh Aiys, sambil tersenyum. "Juna, Ma" bela Aiys. "Ooo, Juna namanya," Senyum mama, menggoda Aiys. "Mama," rengek Aiys. "Kesana gih, kesian Junanya," suruh mama. Aiys mencium sekilas pipi mamanya lalu segera menghampiri Juna. "Maaf, menunggu," senyum aiys. "Santai saja," jawab Juna. "Udah siap?" tanya Juna lagi. "Udah, yok," ajak Aiys sambil berjalan. "Ma, kita berangkat dulu,"