Normalnya, kita harus maklum jika menjadi pemeran antagonis dalam kisah orang lain. Namun apa jadinya jika seseorang menjadi antagonis dalam kisahnya sendiri? **Hubungan jarak jauh itu katanya rapuh. Jadi Sayna Ghissani memberikan segalanya untuk menjaga ikatan itu tetap utuh. Waktu, perasaan dan keperawanan. Sayna sudah menyerahkan diri hingga melakukan aborsi. Meskipun mencintai kekasihnya setengah mati, dia tidak boleh menggadaikan masa depan mereka, bukan?"Lo itu monster, Sayna!" Namun apa yang dia dapatkan setelah menyerahkan segalanya? Penghinaan, penghakiman dan hukuman.Sementara itu, Dya Ranajaya mencintai Kevin sejak masih remaja. Namun pria itu sudah menikah dengan wanita yang dijodohkan dengannya sejak lama. Dya patah hati, tapi tak patah arang. Sayna dan Dya berotasi di sekitar Danish Adiswara. Bagi Sayna, Danish terlalu baik untuknya. Sedangkan untuk Dya, berada di antara Danish dan Sayna bukan masalah besar. Mereka berdua adalah antagonisnya.
View MoreKalau tidak salah menghitung, ini adalah percobaan kedua entah ketiga kalinya. Meski berulang kali berusaha mengendalikan diri, menahan hasrat sepenuh hati dan memutus kontak saat titik aman sudah tidak didapat lagi, kenyataannya tidak sejalan dengan pikiran realistis tersebut.
Saat pakaian yang mereka kenakan tersibak lebih tinggi, atau saat denyut di ujung tubuh sudah tidak terkendali, harusnya mereka berhenti. Harusnya mereka pergi ke tempat yang menyenangkan, bukannya menepi ke tempat sepi, bukan merengsek ke tempat tidur dan merusak tatanannya yang rapi. Harusnya, mereka pergi jalan-jalan dan makan es krim, tapi ternyata ada yang lebih menyenangkan dan lebih disukai daripada sekadar es krim yang manis, dingin dan creamy.
Harusnya sepasang kekasih bisa tetap saling menyayangi tanpa perlu saling tumpang tindih. Harusnya mereka mengerjakan tugas kuliah di akhir minggu ini atau pergi jalan-jalan untuk menyegarkan diri, bukannya terjebak di ruangan berukuran 4x4 dan sibuk memacu adrenalin dalam versi terkini. Bukan sibuk memuaskan rasa penasaran sendiri, bukan terlena pada pengalaman baru yang belum pernah mereka cicipi. Dan sayangnya, mereka berdua adalah semua yang bukan.
Sayna bergetar hebat kala ujung terluar tubuhnya disentuh dengan amat dahsyat berkali-kali. Kemudian merasai ketika dirinya dipuja dan dibuai hingga syaraf dari ujung kepala hingga kaki merespons semua perlakuan terhadapnya kini. Yang tidak pernah dia duga, semua itu hanya usaha untuk membuatnya teralih. Belum tuntas debar dan getar menyenangkan itu dirasakan olehnya saat ini, Danish—orang yang berkuasa atasnya sejak tadi, mulai bergerak membenahi posisi.
Padahal dia berjanji akan melakukannya lain kali.
“Nish...”
“Shhh...” Suaranya berdesis lirih, terdengar liar, buas, tapi memelas dan memohon belas kasih. “Sabar sedikit,” ucapnya sembari mengecup dahi dan pipi, dan apa pun yang tergapai oleh bibirnya saat ini. “Maaf, ya...”
“Ah... Nish, please...” Sayna mengerang tertahan, suaranya terasa berat untuk dikeluarkan, tubuhnya sibuk melawan nyeri. Nyeri hebat yang sengaja dibuat-buat. “Sakit...”
“Maaf.” Danish mengecupnya sekali lagi lalu berhenti. Mereka terengah, Sayna merasa sayatan di ujung tubuhnya dihentikan untuk saat ini. Dia bertatapan dengan laki-laki yang berada di atasnya, begitu menawan, rupawan, kini tengah dalam versi terbaru yang sama sekali belum pernah dia pertontonkan.
Kulit mereka saling merapat, dan Sayna tahu seluruh dirinya habis tertutupi oleh sosok di atasnya kini. Jarinya bergerak memuja lelaki rupawan itu, menyentuh bagian-bagian yang begitu dia sukai, hingga orang yang tadi sudah cukup tenang seolah dibangkitkan lagi dari posisi mati suri. Danish membalas sentuhan atas dirinya lebih-lebih daripada tadi.
Sorot matanya berubah penuh intimidasi, dia bergerak menjelajah, berpindah-pindah, hingga menahan Sayna dan membungkamnya sementara sesuatu melesak di antara kedua kaki. Gadis itu menjerit, mengerang, dan pasrah pada akhirnya saat Danish melepas bibir mereka.
“Maaf, Say. Maaf, ya...” ucapnya untuk ke sekian kali, dan yang kali ini sama sekali tidak ada toleransi.
Meski Danish begitu memujanya, mengucap maaf berulang kali untuknya, tapi tindakannya bertentangan sekali. Dia membuat Sayna sakit dengan sengaja. Bahkan mulai abai pada suara erang dan jerit.
“Ahh... Danish... sakiiitttt...” Sayna menjerit. Ujung tubuhnya dihentak keras, rasanya amat sakit, ngilu sekaligus sesak dan terakumulasi menjadi nyeri yang hebat sekali.
Danish mengerang, dia menjatuhkan kepala ke sisi, ke sela antara leher dan bahunya, mengecup kulit di sana berulang-ulang, sementara Sayna merasakan sesak dan nyeri yang hebat sekali di area perut bawah—bagian dalam. Ini tidak menyenangkan. Tidak seperti yang orang-orang katakan selama ini.
“Maaf, ya. Masih sakit?” Danish membisiki telinganya sebelah kiri yang hanya dibalas dengan anggukan pelan. Dan Sayna kira, lelakinya akan berhenti untuk mengerti.
Ternyata tidak. Dia mulai melancarkan aksi yang lain, bergerak dan melesak lebih dalam lagi, menyatukan diri, yang menyebabkan Sayna sesak hingga tidak bisa bicara atau bereaksi. Erangannya tertahan di ujung dada.
“Tahan sedikit,” ucapnya lembut, pelan dan membujuk.
Sayna baru tahu kalau rasanya seperti ini. Sesak, perih dan nyeri menyerangnya bertubi-tubi. Dia bahkan tidak bisa bernapas dengan benar, perut bawah hingga diafragmanya masih menyesuaikan diri. Sesuatu melesak dan mengobrak-abriknya di sela-sela kaki hingga berulang kali.
Novel erotis sialan! Siapa pun yang menulisnya, itu semua pembohongan publik! Mana nikmat yang mereka deskripsikan itu? Mana sensasi luar biasa yang membuat banyak pasangan melakukannya lagi dan lagi? Saat ini Sayna bahkan merasa hampir mati. Ini adalah penganiayaan jenis baru, yang awalnya dimulai dengan bujuk dan rayu.
“Ah... Sayna...”
Sampai erangan itu mengganggu pendengaran dan mengalihkan pikirannya. Dia mulai membuka kelopak mata yang tertutup rapat sejak tadi, karena sibuk menghalau nyeri. Lalu bertatapan dengan kelopak mata sayu di atasnya, dan senyum pemujaan paling indah yang pernah dilihatnya.
Sayna merasa semua nyeri itu berangsur diangkat sedikit demi sedikit. Dia terhibur dengan penyebutan nama di telinganya berulang kali, dari orang yang paling disayanginya saat ini. Bulu kuduknya meremang saat mendengar pujian—panggilan penuh erangan itu. Sayna merasa pantas merasakan semua nyeri ini demi membuat orang yang tengah bersamanya bahagia.
“Sayna...”
Jemarinya bergerak naik ke kepala, mengusap tiap helai yang bisa dijangkaunya di sana. Lalu turun menelusuri area belakang tubuh, dan mendarat di pinggang untuk melingkarkan dan mengunci sepuluh jari di bagian punggung. Rasanya sakit dan ngilu, tapi Sayna bisa menahannya. Kecupan yang dia terima juga mulai terasa menuntut, jelas Danish ingin lebih, lebih dan lebih.
Dia harus bisa menahannya, demi membuat Danish bahagia.
Deru napas lelaki itu semakin tak terkendali, dan desakan di celah antar kedua kaki mereka makin membuat Sayna sesak, nyeri hingga tak bisa bersuara lagi. Jangankan mengerang, melenguh, untuk bernapas saja sudah sulit. Mungkin karena ini adalah yang pertama kali, atau mungkin karena Sayna merasa keberatan melepas statusnya sebagai perawan hari ini.
Momen ini amat berat, menyiksa dan sakit, tapi dia harus menikmati semua itu dalam hati demi orang yang sedang bersamanya saat ini. Pandangan Sayna mulai buram, kala Danish di atasnya menggila dan menggeram sembari menggumamkan namanya berulang-ulang. Tangan lelaki itu bergerak memanja dan memuja bagian inti dadanya, bibirnya menuntut lebih, dan erangan terpanjang sekaligus erangan terakhir datang bersama sesuatu yang menjalar hangat di dalam perutnya.
Denyut di sana luar biasa dan penyatuan mereka yang bergelora telah sempurna. Rasa hangat itu kemudian luruh, jatuh di sela-sela kaki. Rasa hangat itu menjalar hingga ke hati, dan ke mata Sayna yang telah buram serta berembun saat ini.
Dia sudah melakukan hal yang benar, bukan? Hubungan jarak jauh butuh perekat lebih, butuh sedikit sakit dan letih serta usaha lebih. Agar mereka tidak rapuh, agar perasaan mereka tidak gampang luruh dan jatuh, agar hubungan ini tidak cepat runtuh.
Sayna hanya menyerahkan keperawanan. Tidak perlu dibesar-besarkan.
*****
Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit
“Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung
“Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar
Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m
Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu
“Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga
“Sial, banyak banget debu jalanan. Tutup mata, Anya!”“WAAAA....”Danish langsung mengerem sepeda motor yang dia kendarai mendengar jeritan Hamam di sebelahnya, temannya itu nyaris oleng sebelum berbelok ke kiri jalan dan berhenti.“Kenapa sih?” tanya Danish keki. Merasakan pegangan tangan Anya di pinggangnya melonggar perlahan. Mereka sedang berwisata dan menaklukan medan jalan yang berdebu dan terjal untuk sampai ke tujuan.“Gue kaget, Nish. Pas lo teriak nyuruh nutup mata itu gue refleks nutup mata juga, padahal kan gue lagi nyetir, mana bonceng Dya di belakang. Kalau Dya cedera nyawa gue bisa melayang.”Dya dan Anya tertawa, mereka kira apa. Dya yang duduk di belakang Hamam bahkan bingung sendiri saat pemuda itu mulai tidak stabil membawa kendaraannya lalu berhenti tiba-tiba.“Maaf ya, Dya.” Hamam merasa sangat berdosa. Ini harusnya jadi liburan yang paling berkesan karena Dya a
Menghabiskan dua malam di Jakarta bersama Giovanni yang diizinkan menginap oleh orangtuanya, Sayna melakukan perjalanan kembali ke perantauan. Bukan Bandung, kali ini dia harus ke Majalengka karena sedang sibuk KKN di sana. Agak sedih karena Sayna tidak bertemu dengan adiknya sama sekali berhubung anak itu sedang sibuk pendidikan, dia juga tidak tahu kapan bisa pulang ke rumah lagi, bisa dipastikan Sayna akan lebih sibuk dalam beberapa bulan kedepan.“Semangat dong!” Gio tersenyum menggoda, paham kalau gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu tengah diserang homesick musiman yang biasa menyerang para mahasiswa KKN. “Gimana aja program kalian?”“Programnya banyak,” keluh Sayna pelan. “Ada satu anak yang ngeselin dari teknik sipil, aku sering banget nahan bogem kalau dia mulai ngoceh terus, Kak.”Giovanni mengacak rambut pendek Sayna dengan sebelah tangan. “Namanya dinamika kelompok, hadapi aja, ya. I
“Om... tolong!”Irya sedang bermain sandiwara dengan pamannya.“Om! Aku syakit!”Danish tidak menggubris.“Om, tolong aku!”“Aduh, berisik banget!” Danish menggerutu lalu berjalan mendekati bayi yang usianya entah berapa itu. Irya terlalu pintar untuk anak seusianya. Sibuk berakting demi mencari perhatian. Lihat saja, dia membuka lemari penyimpanan di kamar Danish lalu memasukkan sebelah tangan ke dalamnya dan menutup pintu lemari itu kemudian menjerit seolah sangat kesakitan.“Apa-apaan sih, Den?” tanya Danish keki. Kelakuan Irya kadang sebelas dua belas dengan ayahnya. Ada-ada saja.“Hehe, makasih Om!” seru Irya tanpa merasa berdosa atau apa.Danish menggendong anak itu dan menatapnya sambil menyipitkan mata. Tidak ingin dan tidak bisa menebak hal aneh lain yang akan dilakukan oleh Irya. Dia seperti tidak kehabisan ide untuk membuat keributan dan ingin se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments