Home / Young Adult / Miss Antagonist / Lubang Di mana-mana

Share

Lubang Di mana-mana

Author: Vinnara
last update Huling Na-update: 2021-06-08 01:26:21

“Nish, itu ada kiriman dari Anya. Baju couple lho, lucu katanya. Buat kamu sama Sayna.”

Danish mengangguk saja, melempar pandangannya pada kantong yang teronggok di sofa—Balenciaga. “Mama mau ke mana? Udah gaya aja.”

“Hm...” Ibunya tersenyum merona. “Ada janji makan makan malam sama Om Tio, mama udah cantik belum pakai baju ini, Dek?”

Danish tahu, dia tidak seharusnya bersikap seperti itu. Menunjukkan terang-terangan bahwa dia keberatan dengan hubungan baru yang dijalin oleh Melia. Namun tanpa bisa dicegah, senyum di bibirnya meluntur begitu mendengar kalimat sang ibu. Danish tidak bisa berpura-pura lebih lama, dia diam saja dan hanya pergi meninggalkan ibunya sambil menenteng kantong oleh-oleh yang dihadiahkan Anya, gadis itu pasti baru kembali plesiran dari Eropa.

Dan berjam-jam berikutnya, Danish menghabiskan waktu di perjalanan menuju ke tempat Sayna. Ini masih Jumat malam, harusnya mereka bertemu besok, tapi Danish tidak tahan berada di rumahnya lebih lama. Pun dia rindu sekali pada Sayna, mereka tidak bertemu sejak hari Senin, jarang bertelepon juga, Danish sangat ingin melihat dan memeluknya.

Namun sebelum benar-benar berangkat ke Bandung, dia menyempatkan beberapa menit untuk melihat keberadaan Pramudya—gadis itu seperti biasa datang, ini hari Jumat, jadwalnya terbang ke Jakarta. Tapi Danish sangat ingat perkataannya beberapa hari yang lalu, bahwa dia hanya datang dan memberi tahu, lalu menunggu, tidak berharap lebih jauh, tidak minta Danish datang atau apa pun itu.

Pramudya menunggunya sejak pukul 11 siang, dia mengirim lokasi salah satu kafe di kawasan Pantai Indah Kapuk, dan Danish masih melihatnya di sana hingga pukul tujuh. Ada beberapa gelas jus kosong dan botol air mineral di mejanya, biar saja, biar dia tahu rasa. Gadis gila dan angkuh itu beraninya membuat Danish tersinggung.

Suka tapi tidak menunggunya? Sialan memang, dia pasti bercanda.

Jadi, Danish hanya datang dan melihatnya sebentar—tanpa menunjukkan batang hidung, yang artinya Pramudya tidak tahu bahwa dia sempat ke sana, lalu pergi begitu saja, menyongsong Sayna-nya. Biarkan gadis itu menunggu lagi hingga tengah malam, seperti yang pernah dilakukannya beberapa waktu lalu.

Danish menghabiskan beberapa jam perjalanan hingga tiba di depan gedung kos Sayna dan menunggu di seberangnya. Gadis itu mungkin sudah di dalam atau justru baru akan pulang dari kampus, jadwalnya luar biasa, presiden saja kalah saing oleh Sayna.

Tidak perlu mengeluarkan ponsel untuk saling bertemu, Danish lebih suka menunggu, karena Sayna selalu muncul tiba-tiba, entah keluar dari kamarnya begitu saja, atau muncul dari arah kampus, seperti ada radar saat Danish berada di sekitarnya, gadis itu cepat tersadar.

“Danish!”

Bahkan tanpa membalik badan, Danish sudah tersenyum selebar daun teratai. Dia mendengar suara khas itu dan segera menerima tubrukan di punggung ketika akan berbalik, lalu dihadiahi pelukan dan kecupan bertubi dari gadisnya. Hampir jam sebelas malam, kawasan ini agak sepi, mereka bebas melakukannya.

“Mau masuk?” tanyanya ceria. Sayna dengan setelan kuliahnya sangat menggemaskan, kemeja, rok bahan, riasan sederhana, tampak sangat menawan dan sopan.

“Udah makan belum?” Danish menjawabnya perhatian.

“Belum.” Gadis itu menggeleng manja. “Habis latihan bareng teman-teman, besok ada skills lab, Nish. Kita mau ujian.”

Ujian di hari Sabtu, saat di mana seharusnya orang-orang sibuk liburan untuk menghabiskan waktu. Sayna tersenyum, senang karena elusan di kepalanya begitu menenangkan, setelah sempat sangat menegangkan.

Baru saja dia turun dari motor Giovani ketika melihat mobil Danish terparkir di depan bangunan kosnya. Buru-buru gadis itu berlari setelah meminta Gio cepat pergi dan menahan Danish untuk berbalik karena akan fatal akibatnya jika itu terjadi. Sayna tidak mau mereka bertengkar lagi.

“Latihannya sama siapa aja?” tanya Danish berbasa-basi, dia membukakan pintu mobil di sisi penumpang untuk Sayna, meminta gadis itu masuk segera. “Sampai malam gini,” lanjutnya.

“Sama teman lah, Nish, biasa. Ada Rafika, Lintang, yang gitu-gitu aja, yang punya boneka peraga. Kita baru masuk blok baru, ini ujian kompetensi pertama.”

“Oh... gitu.” Danish tersenyum kecil, dia tahu. Tentu saja tahu, Sayna tidak bau seperti itu. Ada wangi parfum samar yang bukan miliknya menempel di sana. Tapi Danish tidak berniat untuk menanyakan lebih jauh, biar saja, kalau memang Sayna dan Gio bersama, itu karena mereka ada keperluan saja.

Yang penting Sayna tidak berubah padanya.

“Lapar, Nish...” keluh gadis itu manja. “Makan yang berat proteinnya, yuk!”

“Karnivor aja, ya? Gue lagi pengen steak nih.”

“Oh, oke. Gue reservasi dulu dari sekarang.”

Tidak ada suara sampai Sayna selesai melakukan pemesanan tempat ke restoran steak langganan mereka. Danish dan Sayna paling sering menyambangi tempat itu untuk makan malam atau sekadar menghabiskan waktu saat kencan. Bukan tempat yang romantis, justru sangat ramai dan berisik, tapi suasananya nyaman bagi mereka, menunjukkan keriuhan kencan era baru, makanannya juga enak.

“Gue langsung pesen beef monster.” Gadis itu menunjukkan layar ponsel tanda pemesanan mereka telah dikonfirmasi. “Sampai ke sana, pesanan kita udah jadi dan bisa langsung makan. Gue lapar banget!”

Danish terkekeh kecil sambil mengemudi. “Lo belum makan dari kapan deh? Kelaparan banget.”

“Hm... cuma makan malam doang sih yang belum, tapi mungkin karena tadi capek dibawa mikir sambil merhatiin Kak Gio itu kan jadinya gue—”

Sayna menelan ludah, sadar bahwa ada yang salah dari kalimatnya. Perlahan-lahan dia melirik ke kanan, tempat pacarnya sedang menyetir kendaraan, takut sekali pemuda itu murka mendengar nama yang baru dia sebutkan. Takut sekali—

“Hahaha. Kak Gio lo itu kenapa, Say?” tanya Danish sambil tertawa dan menggelengkan kepala. “Kok nggak diterusin?”

“Nish...”

“Lo dari tadi sama dia dan nggak dikasih makan?” Sayna tidak mengiakan. Mereka terlalu sibuk mempersiapkan bahan untuk ujian, tidak ada yang ingat makan. Terlebih Gio memiliki jadwal berjaga malam di rumah sakit tempatnya coass.

“Nggak, Nish.” Sayna menyahut pelan sambil menundukkan kepalanya.

“Bisa gitu, ya? Masih mending gue ke mana-mana ternyata, meski nggak cerdas, tapi seenggaknya gue nggak akan biarin lo kelaparan.”

“Nish—”

“Semoga sukses buat ujiannya besok.” Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis, meminta perdebatan yang ada Gio di dalamnya segera dihentikan, dan Sayna memilih untuk pengertian.

Danish sedang tidak ingin mendengar penjelasan, dia hanya memastikan, jadi memang tidak perlu diteruskan.

Hanya... Sayna merasa tidak enak saja karena Danish jadi sering menahan kekesalan. Dia memilih untuk mengerti meski sebenarnya marah setengah mati, karena memang tidak ada pilihan, Sayna tidak melakukannya dengan sengaja untuk mengkhianati hubungan mereka. Bukan itu, dia dan Gio tidak ada apa-apa, Sayna hanya butuh bantuan.

Keduanya sampai di restoran daging tujuan mereka di sekitaran Jalan LL RE. Martadinata yang selalu penuh meski di hari-hari biasa. Untungnya Sayna sudah memesan tempat untuk mereka berdua, di area bebas asap rokok, agak menjorok ke belakang, interiornya seperti di gua zaman purba. Kursi-kursi sofa dan kayu warna senada tertata, lampu kekuningan terpancar nyaman dan menyejukkan mata.

“Punya lo yang side dish-nya french fries.” Sayna sudah hafal di luar kepala, apa saja makanan kegemaran Danish dan apa yang sangat dihindari olehnya. “Gue mau makan banyak malam ini, mashed potato pake nasi.”

Danish tertawa geli. “Habis dari sini kita ke rumah makan Padang juga, Say.”

Sayna hanya mengangkat bahu tidak peduli, dia dan Danish tidak pernah bersikap jaim atau apa itu namanya. Mereka biasa makan dengan bebas tanpa memikirkan berapa banyak porsi yang masuk, berapa banyak uang yang harus keluar, atau serakus apa kelihatannya. Danish tahu kalau sejak dulu Sayna makan lebih banyak dibanding gadis-gadis langsing kebanyakan, tapi gadis itu juga membakar kalori dengan angka yang sama, makanya Sayna punya bentuk tubuh indah meski dia tidak pernah diet seumur hidupnya.

“Nish, gue sambil nonton nggak papa, ya? Janji deh besok pulang ujian gue buat lo sepenuhnya. Ya? Ya? Ya?”

Sayna yang menggemaskan saat membujuknya tentu membuat jantung Danish lemah.

“Iya, belajar dulu sana, lagian ini masih Jumat, belum jadwalnya kita pacaran.”

“Uhhh... makasih!”

Gadis itu mencubit pipinya gemas sebelum kembali fokus makan dengan mata tertuju ke layar ponsel. Ujian kompetensi ala anak kedokteran memang menyeramkan dibanding kedengarannya. Mereka masuk ke blok baru, saat ini Sayna berada di bab obgyn yang memperdalam ilmu tentang alat reproduksi wanita dan cara kerja serta permasalahan di dalamnya. Besok adalah ujian pertamanya menangani kasus kuretase atau membantu prosedur aborsi aman yang bisa ditangani oleh dokter umum.

Dan skills lab mereka tidak seserdehana itu, dosen pembimbing hanya memberikan skenario serta sedikit sekali—sangat sedikit arahan sebelum praktek dilakukan, selebihnya para mahasiswa harus belajar sendiri atau mereka akan mati saat ditunjuk nanti. Maka mengantisipasi dengan menonton video pembelajaran, membaca jurnal-jurnal berbayar, melakukan praktek lebih dulu sebagai simulasi dengan teman-teman merupakan jalan terbaiknya.

Danish sudah mengerti siklus ini sejak lama, Sayna dan dunia kedokterannya yang agung sangat berbeda. Jadi, kalau tidak bisa membantu minimal dia tidak mengganggu. Mereka berdua makan dalam hening yang tenang, Danish menikmati santapan sementara Sayna mungkin hanya asal mengisi perut yang memang keroncongan. Seluruh perhatiannya tertuju pada layar ponsel yang menyala. Bisa-bisanya dia makan sambil menonton video seperti itu, agak menjijikkan.

“Sini, gue suapin.” Danish menarik piring Sayna pengertian, membantunya memotong daging-daging panggang yang terhidang dengan saus jamur dan menyuap gadis itu pelan-pelan. Dia masih sibuk belajar, biasanya Sayna akan tidur setelah makan lalu bangun pada dini hari untuk belajar lagi sampai pagi.

Dia berusaha sekeras itu, Danish tidak boleh mengacaukannya lebih jauh.

“Nish, kenapa datang ke sini hari Jumat? Nggak biasanya.” Sayna berusaha mengajak berbincang, walau matanya tidak lepas dari layar tontonan.

“Kangen aja sama lo, udah nggak sabar mau ketemu.”

“Uh... jadi nggak enak...” Sayna mengalihkan tatap dan memandangnya khawatir. “Nish, sori....”

“Err... apa sih? Belajar lagi!” perintahnya dengan meminta gadis itu kembali menonton video simulasi kuretase. “Ini bukan jadwal kita ketemuan, jadi jangan sungkan, lo belajar aja, gue cuma mau bareng dan ketemu lo doang.”

Sayna tidak tahu kenapa, tapi ada nada sedih dari suara pacarnya. Dia benar-benar berhenti sekarang, sudah pukul 12 malam, Sayna bisa tidur sampai jam 3 nanti sepulang dari sini lalu melanjutkan belajarnya sampai pagi.

“Ada apa?” tanyanya peka, memandang Danish, dan masih minta disuapi olehnya. “Ada sesuatu di rumah?”

“Nggak ada apa-apa.” Danish itu tidak jago berbohong sejak dulu, Sayna sangat tahu. “Cuma... lagi pengen egois aja.” Dia mengangkat kepala, mereka bertatap mata, Danish akan cerita tanpa diminta.

“Ada hubungannya sama Mbak Dinara?”

Danish menggeleng, tidak ada hubungannya dengan Dinara, tapi kasus ini cukup mirip. Danish selalu ada di posisi dan perasaan yang menentang hubungan baru di keluarganya. Dulu Dinara dan Arya, sekarang ibunya dengan pria berstatus duda. Dia tidak suka. Tidak pernah bisa suka pada perubahan itu meski sudah bersusah payah mengatakan bahwa hal itu tidak benar.

Dia tahu kalau ibunya butuh hidup baru, orang baru, tapi Danish tidak mau mengerti. Dia hanya... tidak suka saja, tidak ada alasan khusus.

“Ya udah kalau belum mau cerita.” Sayna mengusap-usap lengannya. “Boleh egois, tapi jangan lama-lama, ya? Harus belajar dari kasus yang udah-udah.”

“Iya.” Danish menganggukkan kepala. Dia memang harus belajar, jangan sampai yang dulu terjadi pada Dinara terulang lagi di masa sekarang, itu memalukan.

Usianya 20 tahun, Danish sudah dewasa. Bukan lagi anak remaja.

****

Kaugnay na kabanata

  • Miss Antagonist    Lubang Di mana-mana 2

    Danish punya jam biologis yang membuatnya bangun di pukul 5 setiap pagi. Kebiasaan baik memang, tapi akhir-akhir ini terasa merugikan, terlebih jika malamnya dia bergadang dulu maka bangun pagi justru membuat Danish kurang bersemangat, pun dia tidak bisa kembali tidur.Jadi sepagi ini Danish sudah bangun, berkunjung ke tempat gym di hotel Ranajaya—dia menginap di sana, lalu akan berenang setelahnya, sarapan, kemudian bertolak ke kosan Sayna. Gadis itu selalu menitipkan kunci di lobi gedung saat Danish ada di Bandung, membuatnya leluasa untuk berkunjung. Akhir minggu biasanya cucian Sayna menumpuk, beberapa sudut kamar juga perlu dibersihkan, dan Danish terbiasa mengurus semua itu.Pradnya : Nish, titipan dari gue udah sampai belum? Gue titip ke Bu Melia, mana makasihnya?Sudut bibirnya terangkat ketika pesan dari Anya muncul sepagi ini.Danish: Makasih, Anya.Pradnya: Anya apa?Pradnya: Anya can...Danish tidak membalasnya, dia

    Huling Na-update : 2021-06-08
  • Miss Antagonist    Teman Baik

    Pramudya: *shared location*Danish membuang napas ketika yang didapatinya begitu ponsel berdenting adalah pesan dari Pramudya. Gadis itu membalas pesannya berjam-jam yang lalu sejak Danish dan Sayna memutuskan tidak pergi ke mana-mana. Mereka sepakat untuk kembali ke tempat masing-masing, Danish ke hotel dan Sayna ke kosnya sendiri. Lupakan soal rencana kencan romantis di Lembang, Danish sudah tidak ingin membahasnya.Sejak mendengar bahwa tragedi bulu mata di dahi Sayna adalah jejak Giovanni menyapukan bibir kurang ajarnya di sana, Danish sudah tidak berselera. Dia juga tidak dalam mood yang baik untuk mendengar Sayna bicara, memberi penjelasan, minta maaf dan minta kesempatan. Perasaan dan pikirannya tidak keruan. Danish mengantarnya pulang ke kosan, sementara dia sendiri tidur di hotel tempatnya menginap setelah sebelumnya mengirimkan lokasi pada Pramudya.Apa sih yang sudah dia lakukan?Membalas perbuatan Sayna dengan memanci

    Huling Na-update : 2021-06-08
  • Miss Antagonist    Teman Baik 2

    Sayna merebahkan diri di tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna abu-abu. Dia tahu kalau Danish marah besar dan tengah merasa cemburu, kekasihnya butuh waktu. Pun Sayna tidak punya alasan apalagi pembelaan. Dia jelas salah, Sayna bersalah pada kekasihnya, dia tidak memungkiri itu. Padahal Danish banyak sekali mengalah.Namun dirinya bisa apa? Ciuman Gio mendarat tiba-tiba di dahinya tanpa bisa dicegah. Sayna bahkan tidak punya cukup waktu untuk marah, dia terlalu kaget dan lengah. Dan menjelaskan pada Danish sungguh tidak berguna, dia sedang tidak ingin mendengar apa-apa.Apa yang dilakukannya sekarang? Apa Danish sedang tidur siang? Atau dia langsung pulang ke Jakarta? Apa dia main ke tempat Arvin? Jalan-jalan ke Lembang? Sayna ingin sekali bertanya, tapi dia tahu itu tidak bisa. Jangan sekarang, jangan saat ini.“Nish, maaf...” Sayna bergumam lirih, merasakan hatinya pun ikut perih.Memposisikan diri andai mendengar kek

    Huling Na-update : 2021-06-08
  • Miss Antagonist    Meredam Dulu

    Semua orang memandanginya, dan itu tidak dalam artian yang baik. Sayna melirik gadis-gadis di sekeliling dengan mata setengah menyipit. Mereka sudah berjuang sejak semester awal, bersama-sama, belajar di kelas yang sama, satu angkatan penuh. Jadi jelas dia hidup dalam ruang lingkup keluarga besar.Masalahnya sekarang mereka mempunyai tugas dari dosen Patologi Klinis yang artinya tengah mempelajari bagian sumber penyakit pada manusia dengan analisis dan identifikasi melalui media cairan. Para mahasiswa itu harus membawa berbagai cairan ke laboratorium untuk diteliti, dan jenisnya beragam sekali. Mulai dari darah, urin, cairan tinja, air mata, ludah, dahak, nanah, cairan sendi, cairan sumsum tulang belakang, cerebrosfinal fluid hingga.... sperma.Ya, cairan sumber kehidupan itu pun tak luput dari bahan penelitian.“Itu nggak dibenarkan.” Rosma berapi-api ketika mendengar Ayuna mengatakan bahwa mereka bisa membeli bahan praktikum tadi ke seorang makelar

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Miss Antagonist    Dya dan Sayna

    Hari Jumat yang entah kenapa Danish tunggu-tunggu, bukan karena kedatangan Pramudya ya, hanya saja Jumat berarti hari terakhir dari seluruh kegiatannya. Danish akan bekerja dengan semangat serta ke kampus lebih awal dibanding hari-hari biasa karena Jumat adalah hari terakhir tiap minggunya untuk menyambut Sabtu yang berharga.Saat ini dia tengah menyetir dengan panggilan video menyala dari seseorang yang begitu dicintainya, Sayna. Gadis itu punya waktu senggang sebelum masuk ke kelas tutorial pukul dua siang, jadi mereka berbincang selama Danish di perjalanan pulang.“Nish, cakep banget pake baju koko habis Jumatan,” goda Sayna sambil mengedip-ngedipkan mata, melihat kekasihnya mengenakan setelan putih berkancing dengan kerah rendah. “Jadi pengen—”“Pengen apa?” potong Danish segera, tahu Sayna akan mengatakan yang bukan-bukan, mengganggu konsentrasinya berkendara.“Pengen ketemu lah, pengen peluk, pengen ci

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Miss Antagonist    Quality Time

    “Nish, tahan....” Sayna mendengar suara erangan tertahan dari kekasihnya yang dalam hitungan detik akan menjemput bola. Ini sudah kali kedua mereka mencoba, Danish bahkan minum obat penguat agar bisa kembali bermain setelah mendapatkan jatah wajib tiap minggunya. “Nish, angkat!” “Argh!” Danish berhenti bergerak, napasnya tersengal-sengal, kakinya nyeri, nyaris kram. Sayna ingin dia orgasme dua kali dalam kurun waktu beberapa jam. Mungkin bisa, nafsunya masih membara, tapi tubuh Danish lelah. Dia belum istirahat sejak menyetir dari Jakarta ke Bandung, malah langsung bersenang-senang. “Capek?” tanya Sayna pelan. Jemarinya menyusuri punggung dengan kulit yang amat lembut, wangi parfum Danish bercampur keringat membuat Sayna berdebar-debar. Padahal ini bukan kali pertama untuk mereka. “Sebentar.” Danish berbisik pelan di telinga gadisnya. Dia suka kegiatan ini, hal yang dinanti-nanti tiap jadwal kencan mereka seminggu sekali. Tapi Da

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Miss Antagonist    Quality Time 2

    Danish melamun saat mengingat kembali percakapannya dengan Sayna tadi malam. Aneh sekali rasanya mendengar gadis itu bicara begitu. Meminta yang tidak-tidak, seolah dia akan melakukan sesuatu. Semoga saja tidak, semoga itu hanya perasaannya.“Gue tahu kok, kalau gue egois banget selama ini. Maaf, ya? Mulai sekarang kita main adil, lo juga bisa berlaku sama ke gue, Nish. Maaf karena gue terlalu mencekik lo selama ini.”Berlaku adil itu, bagaimana? Danish tidak punya orang yang membuatnya bergantung seperti Gio pada Sayna. Dan dia memakai istilah mencekik, bukan lagi mengekang atau mengukung. Sayna menyadari bagaimana kerasnya hubungan dan peraturan mereka selama ini. Dia bilang, ajaib sekali Danish bisa bertahan selama itu. Dia pasti tidak tahu sebesar apa Danish menyukainya.Lalu maksud Sayna itu apa?Kalau Sayna mau Danish memperlakukannya sama seperti dia memperlakukan Danish selama ini, sudah pasti hubungan mereka tidak akan bertahan lama.

    Huling Na-update : 2021-06-14
  • Miss Antagonist    Ganjil yang Mengganjal

    Minggu berlalu dengan cepat setelah pagi-pagi sekali Danish dan Sayna harus pulang dari Lembang. Sementara kekasihnya meneruskan perjalanan hingga ke Jakarta, Sayna berada di kamar kosnya. Sejak sampai hingga malam hari dia tidur nyenyak sekali. Sudah jelas kecapaian, karena kegiatan yang dihabiskan dengan Danish bukan main. Sayna kelelahan.Kendati yang, em.... lebih banyak bergerak adalah pemuda itu, tetap saja sebagai objek yang dituju Sayna pun merasa capek, lemas dan letih. Berat badan Danish sepertinya naik akhir-akhir ini, dia makin berat saja saat bertumpu di atasnya.Ibunda: Teh, jangan lupa sarapan, ya. Ibu doakan apa pun yang Teteh jalani hari ini lancar.Sayna melihat ke luar jendela kamarnya, masih gelap, dia yakin ibunda pasti baru selesai beribadah dan langsung menghubunginya di awal minggu ini. Tidak ada drama bangun kesiangan Senin pagi karena minggunya Sayna tidur nyenyak sekali. Dia menggeliat bangun, memotret dirinya sendiri lalu mengirim fot

    Huling Na-update : 2021-06-14

Pinakabagong kabanata

  • Miss Antagonist    Ending Sayna

    Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit

  • Miss Antagonist    Harta, Takhta dan Duda Muda

    “Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung

  • Miss Antagonist    Arunika Yang Baru

    “Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar

  • Miss Antagonist    Memulai Hidup Baru

    Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m

  • Miss Antagonist    Zona Aman

    Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu

  • Miss Antagonist    Berhubungan Badan

    “Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga

  • Miss Antagonist    Pesta Perpisahan

    “Sial, banyak banget debu jalanan. Tutup mata, Anya!”“WAAAA....”Danish langsung mengerem sepeda motor yang dia kendarai mendengar jeritan Hamam di sebelahnya, temannya itu nyaris oleng sebelum berbelok ke kiri jalan dan berhenti.“Kenapa sih?” tanya Danish keki. Merasakan pegangan tangan Anya di pinggangnya melonggar perlahan. Mereka sedang berwisata dan menaklukan medan jalan yang berdebu dan terjal untuk sampai ke tujuan.“Gue kaget, Nish. Pas lo teriak nyuruh nutup mata itu gue refleks nutup mata juga, padahal kan gue lagi nyetir, mana bonceng Dya di belakang. Kalau Dya cedera nyawa gue bisa melayang.”Dya dan Anya tertawa, mereka kira apa. Dya yang duduk di belakang Hamam bahkan bingung sendiri saat pemuda itu mulai tidak stabil membawa kendaraannya lalu berhenti tiba-tiba.“Maaf ya, Dya.” Hamam merasa sangat berdosa. Ini harusnya jadi liburan yang paling berkesan karena Dya a

  • Miss Antagonist    Memulai Hubungan Baru

    Menghabiskan dua malam di Jakarta bersama Giovanni yang diizinkan menginap oleh orangtuanya, Sayna melakukan perjalanan kembali ke perantauan. Bukan Bandung, kali ini dia harus ke Majalengka karena sedang sibuk KKN di sana. Agak sedih karena Sayna tidak bertemu dengan adiknya sama sekali berhubung anak itu sedang sibuk pendidikan, dia juga tidak tahu kapan bisa pulang ke rumah lagi, bisa dipastikan Sayna akan lebih sibuk dalam beberapa bulan kedepan.“Semangat dong!” Gio tersenyum menggoda, paham kalau gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu tengah diserang homesick musiman yang biasa menyerang para mahasiswa KKN. “Gimana aja program kalian?”“Programnya banyak,” keluh Sayna pelan. “Ada satu anak yang ngeselin dari teknik sipil, aku sering banget nahan bogem kalau dia mulai ngoceh terus, Kak.”Giovanni mengacak rambut pendek Sayna dengan sebelah tangan. “Namanya dinamika kelompok, hadapi aja, ya. I

  • Miss Antagonist    Berjumpa Arunika

    “Om... tolong!”Irya sedang bermain sandiwara dengan pamannya.“Om! Aku syakit!”Danish tidak menggubris.“Om, tolong aku!”“Aduh, berisik banget!” Danish menggerutu lalu berjalan mendekati bayi yang usianya entah berapa itu. Irya terlalu pintar untuk anak seusianya. Sibuk berakting demi mencari perhatian. Lihat saja, dia membuka lemari penyimpanan di kamar Danish lalu memasukkan sebelah tangan ke dalamnya dan menutup pintu lemari itu kemudian menjerit seolah sangat kesakitan.“Apa-apaan sih, Den?” tanya Danish keki. Kelakuan Irya kadang sebelas dua belas dengan ayahnya. Ada-ada saja.“Hehe, makasih Om!” seru Irya tanpa merasa berdosa atau apa.Danish menggendong anak itu dan menatapnya sambil menyipitkan mata. Tidak ingin dan tidak bisa menebak hal aneh lain yang akan dilakukan oleh Irya. Dia seperti tidak kehabisan ide untuk membuat keributan dan ingin se

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status