Kirana menyiapkan makan malam, dengan cekatan dia menyusun makanan di atas meja, ketika Damar datang sore tadi, dengan cepat Kirana memasak menu kesukaan Damar. Melihat raut wajah Damar Kirana tau lelakinya sedang ada masalah, entah di kantor atau dengan istri mudanya.Fatta si gadis kecil terus berbicara, sesekali dia bercerita kisah bahagai pada ayahnya, Damar menanggapi dengan senyum di paksa.Kirana yang tau persis Damar sedang ada masalah, berusaha untuk menyenangkan lelakinya. "Fatta ajak ayah makan," panggil Kirana."Mas ayo makan," ajak Kirana, karna Damar tak kunjung bagun dari rebahannya.Lelaki atletis ini bangun menggendong Fatta berjalan ke arah ruang makan. "Fatta makan yang banyak biar cepat besar," ucap Damar."Dua hari lagi kita pindah rumah, siap-siap, ya," ucap Damar.kirana hanya mengangguk patuh, tak ingin menyagkal atau menanyakan apapun.Setelah makan Damar kembali duduk di ruang televisi mengotak atik ponsel. Nisa tak mengirimkan pesan bahkan tak menelpon menca
"Nisa liat Papah. Walaupun semua pencapaian perusahaan adalah hasil dari ketekunan dan kedisiplinan Damar beberapa tahun terakhir, tetapi perusahaan ini masih milik papah, kapan pun bisa papah alih tangankan jika kamu mau." Chandra menatap lekat netra putri terkasihnya."Nisa nggak pandai mengelola perusahaan, Pah. Bisa goyah perusahaan kalau Nisa yang pegang," ujar Nisa."Setidaknya kamu harus faham, Papah nggak mau kamu di tindas Damar setelah Papah nggak ada," ucap Chandra, mengingatkan putri yang terlihat masih kecil ini."Papah nggak usah khawatir, Nisa sudah besar, sudah bisa jaga diri, Nisa akan berusaha mandiri, Nih nisa mau coba-coba menyalurkan apa yang Nisa bisa," ucap Nisa riang seolah tak terbebani."Kamu harus segera mengandung, Nis. Karna jika kamu mengandung dan melahirkan anak, maka anak kamu yang akan mewarisi semua peninggalan papah." Chandra memberitahu Nisa perihal pelimpahan kekuasaan."Ini salinan dari pelimpahan kekuasaan Papah ke Damar. Jika Damar berbuat cu
"Ibu Bapak guru semua saya mau memperkenalkan guru baru di sekolah kita." Emir memperkenalkan Nisa pada semua guru di ruang kantor. Perkenalan berlanjut dengan senda gurau yang terjadi di ruang kantor, ternyata menyenangkan berkumpul dengan orang-orang yang satu visi misi. "Semoga betah bergabung di sini, Bu Nisa," ucap seorang Bapak setengah tua.Nisa mengangguk, sudut bibirnya terus menyunggingkan senyum. Untuk beberapa saat hilang segala resah dan kegundahan.Jam sekolah berakhir, Nisa dan Dini jalan beriringan menuju parkiran yang letaknya di sebelah gerbang utama sekolah. "Bu Nisa pulang naik apa?" tanya Dini. "Naik ini?" Wanita itu menunjuk mobil berwarna silver. Mulut Dini meng Oh. Bibirnya membulat membentuk huruf O. "Eh busyet, guru baru bawaannya udah mobil," monolog Dini. "Bu Dini, naik apa?" tanya balik Nisa. "Saya bawa motor, Bu," jawab Dini, yang di angguki Nisa. "Saya duluan ya, Bu Dini," Nisa pamit dan memasuki mobil, lalu melajukan perlahan.Jarak sekolah tak
Chandra sudah duduk di ruang makan, di bantu Marni tadi, kesehatannya menurun karna beberapa kabar yang dia terima, dia menyelidiki kelakuan Fina belakangan ini karna sering sekali tak pulang, dengan alasan sedang membuka beberapa oulet pakaian, melebarkan bisnisnya. Lelaki tua ini menengok pada Nisa dan Damar yang datang bergandengan tangan. Hati Chandra sedikit terobati melihat wajah putrinya yang ceria. "Pah, tadi Mas Bagus dateng, ada yang dirasa sama Papah?" tanya Nisa. "Nggak!!" Chandra menggeleng cepat, "Hanya pemeriksaan rutin. Gimana kegiatan kamu hari ini, senang?" tanya Chandra. Nisa mengangguk sumringah, "Seneng banget Pah. Anak-anak lucu banget," Nisa berkata dengan mata berbinar mengingat lucunya anak-anak tadi. Damar hanya melirik pada Nisa, tak berminat menimpali."Kalau kamu senang, Papah juga senang," ujar Chandra sambil meminum air mineral di hadapannya, netranya melirik tajam pada Damar. "Nisa senang, Pah. Jangan khawatirin Nisa terus," ujar Nisa. "Pah, p
Berkali-kali Nisa melihat ke arah ruang kerja tetapi Damar dan juga ayahnya tak kunjung keluar kamar. Bentuk-bentuk cantik sudah banyak di hasilkan, Nisa menyunggingkan senyum, "Bagus-bagus, besok anak-anak pasti senang," ujarnya. Setelah mengumpulkan banyak bentuk gambar lucu Nisa kembali merapikan prakaryanya. Setelah itu ia mendekati ruang kerja, tetapi baru saja tangannya menyentuh handle pintu, pintu sudah terbuka. Chandra di papah Damar menuju kamarnya, keadaan Chandra di papah, tetapi dari bibir mereka ada senyum senang. "Baru Nisa mau masuk, kok kayanya seneng banget? " tanya nisa. "Papah sakit? kok di tuntun?" tanyanya dengan banyak pertanyaan. "Nggak, Papah cuma agak lemes," ucap Chandra. Netra Nisa melirik pada Damar, tetapi lelaki ini tak merespon kode mata dari Nisa. Setelah mengantar Chandra sejoli ini keluar dari kamar Chandra, menuju ruang televisi. "Bikin apa Nis?" tanya Damar, melihat paperbag di atas meja. "Bikin prakarya buat tempel-tempel di buku anak-ana
Hari ini Kirana pindah ke rumah baru, Roni mengatur segala keperluan pindah rumah, termasuk acara penempatan rumah baru dengan memanggil beberapa anak yatim piatu dan kurang mampu. Wajah Kirana terlihat berseri dia tak menyangka Damar membelikannya sebuah rumah mewah."Kirana, semua surat-surat rumah ini atas namamu, simpanlah." Dmar menyerahkan surat rumah. "Mas kenapa harus atas namaku?" tanya Kirana. "Jika terjadi sesuatu padaku, setidaknya kamu dan Fatta tidak akan terlunta-lunta," jelas Damar. "Memangnya kamu mau kemana? Jangan suka bicara yang tidak-tidak!" raut wajah Kirana berubah mendung. "Aku nggak kemana-mana, ini hanya hadiah buat kamu karna mau menerima seorang Damar yang banyak kekurangannya," ujar Damar. "Makasih ya, Mas," Kirana memeluk lelaki atletis ini. "Ayah, Bunda. Aku juga mau di peluk," suara Fatta merajuk mengagetkan Kirana dan Damar. Kirana melepaskan pelukan, Damar meraih tubuh kecil Fatta mengangkatnya tinggi. Gadis kecil ini tertawa riang. "Besok ki
Perlahan dia keratkan tangan di pinggang Nisa mencium pelan kepala belakang istri kecilnya lalu terlelap. Nisa pun akhirnya ikut tertidur. Lamat-lamat Damar melihat istri kecilnya sedang melakukan ibadah solat tahajud. "Nis kok nggak bangunin, biar kita solat bareng," ujar Damar dengan suara serak. Nisa hanya tersenyum, "Mas kayanya cape banget. Jadi Nisa nggak bangunin," ucap Nisa."Kalau untuk ibadah, apalagi menuju syurga bareng istri cantik, Mas nggak keberatan." "Bangun tidur udah ngegombal aja, Mas," ujar Nisa."Nggak, Mas nggak ngegombal, kamu emang beneran cantik," Damar turun dari kasur menuju Nisa ingin mencium pipi Nisa. "Iihhh ... Gosok gigi dulu, bau." Nisa melengoskan wajah menghindar dari ciuman Damar. "Hah ...." Damar mendekatkan telapak tangan ke mulut, dia terkekeh saat merasa bau mulut. "Bau kan, orang bangun tidur, nyosor aja," Nisa bergumam, tangannya meraih kitab suci Al-quran, mencoba belajar Al-Quran agar lebih lancar membacanya. Damar berlalu ke kamar m
Mengetahui Damar pulang ke rumah Kirana untuk makan siang membuat hati Nisa semakin pilu, kapan dia bisa jadi perempuan yang bisa membuatkan makanan untuk suaminya. Nyapu aja dia nggak bisa. "Lain kali aja, Kak. Fatta mama pulang dulu ya," ujar Nisa pada gadis kecilnya. "Kakak naik apa ke sini?" tanya Nisa, sebelum masuk ke dalam mobil."Tadi di antar Mas Damar.""Sekarang pulang naik apa?" tanya Nisa. "Kaka naik ojek aja. Itu di depan juga banyak," ujar Kirana. "Tadi Kakak pikir nanti pulang bareng kamu." "Aku pesanin taxi online aja ya Kak, maaf aku nggak bisa anter." Nisa merogoh ponselnya di dalam tas. Lalu memesankan taxi untuk Kirana. "Makasih ya, Dek." Kirana hanya memandang Nisa. Dia merasa Nisa sedang menghindarinya."Kak aku pulang dulu, sebentar lagi juga taxinya datang. Fatta mama pulang, ya." Nisa menjawil dagu Fatta, lalu masuk ke dalam mobil menjalankan perlahan, dan menghilang dari pandangan mata Kirana. "Bunda, kenapa mama nggak mau main ke rumah Fatta?" tanya g