Chandra sudah duduk di ruang makan, di bantu Marni tadi, kesehatannya menurun karna beberapa kabar yang dia terima, dia menyelidiki kelakuan Fina belakangan ini karna sering sekali tak pulang, dengan alasan sedang membuka beberapa oulet pakaian, melebarkan bisnisnya. Lelaki tua ini menengok pada Nisa dan Damar yang datang bergandengan tangan. Hati Chandra sedikit terobati melihat wajah putrinya yang ceria. "Pah, tadi Mas Bagus dateng, ada yang dirasa sama Papah?" tanya Nisa. "Nggak!!" Chandra menggeleng cepat, "Hanya pemeriksaan rutin. Gimana kegiatan kamu hari ini, senang?" tanya Chandra. Nisa mengangguk sumringah, "Seneng banget Pah. Anak-anak lucu banget," Nisa berkata dengan mata berbinar mengingat lucunya anak-anak tadi. Damar hanya melirik pada Nisa, tak berminat menimpali."Kalau kamu senang, Papah juga senang," ujar Chandra sambil meminum air mineral di hadapannya, netranya melirik tajam pada Damar. "Nisa senang, Pah. Jangan khawatirin Nisa terus," ujar Nisa. "Pah, p
Berkali-kali Nisa melihat ke arah ruang kerja tetapi Damar dan juga ayahnya tak kunjung keluar kamar. Bentuk-bentuk cantik sudah banyak di hasilkan, Nisa menyunggingkan senyum, "Bagus-bagus, besok anak-anak pasti senang," ujarnya. Setelah mengumpulkan banyak bentuk gambar lucu Nisa kembali merapikan prakaryanya. Setelah itu ia mendekati ruang kerja, tetapi baru saja tangannya menyentuh handle pintu, pintu sudah terbuka. Chandra di papah Damar menuju kamarnya, keadaan Chandra di papah, tetapi dari bibir mereka ada senyum senang. "Baru Nisa mau masuk, kok kayanya seneng banget? " tanya nisa. "Papah sakit? kok di tuntun?" tanyanya dengan banyak pertanyaan. "Nggak, Papah cuma agak lemes," ucap Chandra. Netra Nisa melirik pada Damar, tetapi lelaki ini tak merespon kode mata dari Nisa. Setelah mengantar Chandra sejoli ini keluar dari kamar Chandra, menuju ruang televisi. "Bikin apa Nis?" tanya Damar, melihat paperbag di atas meja. "Bikin prakarya buat tempel-tempel di buku anak-ana
Hari ini Kirana pindah ke rumah baru, Roni mengatur segala keperluan pindah rumah, termasuk acara penempatan rumah baru dengan memanggil beberapa anak yatim piatu dan kurang mampu. Wajah Kirana terlihat berseri dia tak menyangka Damar membelikannya sebuah rumah mewah."Kirana, semua surat-surat rumah ini atas namamu, simpanlah." Dmar menyerahkan surat rumah. "Mas kenapa harus atas namaku?" tanya Kirana. "Jika terjadi sesuatu padaku, setidaknya kamu dan Fatta tidak akan terlunta-lunta," jelas Damar. "Memangnya kamu mau kemana? Jangan suka bicara yang tidak-tidak!" raut wajah Kirana berubah mendung. "Aku nggak kemana-mana, ini hanya hadiah buat kamu karna mau menerima seorang Damar yang banyak kekurangannya," ujar Damar. "Makasih ya, Mas," Kirana memeluk lelaki atletis ini. "Ayah, Bunda. Aku juga mau di peluk," suara Fatta merajuk mengagetkan Kirana dan Damar. Kirana melepaskan pelukan, Damar meraih tubuh kecil Fatta mengangkatnya tinggi. Gadis kecil ini tertawa riang. "Besok ki
Perlahan dia keratkan tangan di pinggang Nisa mencium pelan kepala belakang istri kecilnya lalu terlelap. Nisa pun akhirnya ikut tertidur. Lamat-lamat Damar melihat istri kecilnya sedang melakukan ibadah solat tahajud. "Nis kok nggak bangunin, biar kita solat bareng," ujar Damar dengan suara serak. Nisa hanya tersenyum, "Mas kayanya cape banget. Jadi Nisa nggak bangunin," ucap Nisa."Kalau untuk ibadah, apalagi menuju syurga bareng istri cantik, Mas nggak keberatan." "Bangun tidur udah ngegombal aja, Mas," ujar Nisa."Nggak, Mas nggak ngegombal, kamu emang beneran cantik," Damar turun dari kasur menuju Nisa ingin mencium pipi Nisa. "Iihhh ... Gosok gigi dulu, bau." Nisa melengoskan wajah menghindar dari ciuman Damar. "Hah ...." Damar mendekatkan telapak tangan ke mulut, dia terkekeh saat merasa bau mulut. "Bau kan, orang bangun tidur, nyosor aja," Nisa bergumam, tangannya meraih kitab suci Al-quran, mencoba belajar Al-Quran agar lebih lancar membacanya. Damar berlalu ke kamar m
Mengetahui Damar pulang ke rumah Kirana untuk makan siang membuat hati Nisa semakin pilu, kapan dia bisa jadi perempuan yang bisa membuatkan makanan untuk suaminya. Nyapu aja dia nggak bisa. "Lain kali aja, Kak. Fatta mama pulang dulu ya," ujar Nisa pada gadis kecilnya. "Kakak naik apa ke sini?" tanya Nisa, sebelum masuk ke dalam mobil."Tadi di antar Mas Damar.""Sekarang pulang naik apa?" tanya Nisa. "Kaka naik ojek aja. Itu di depan juga banyak," ujar Kirana. "Tadi Kakak pikir nanti pulang bareng kamu." "Aku pesanin taxi online aja ya Kak, maaf aku nggak bisa anter." Nisa merogoh ponselnya di dalam tas. Lalu memesankan taxi untuk Kirana. "Makasih ya, Dek." Kirana hanya memandang Nisa. Dia merasa Nisa sedang menghindarinya."Kak aku pulang dulu, sebentar lagi juga taxinya datang. Fatta mama pulang, ya." Nisa menjawil dagu Fatta, lalu masuk ke dalam mobil menjalankan perlahan, dan menghilang dari pandangan mata Kirana. "Bunda, kenapa mama nggak mau main ke rumah Fatta?" tanya g
Nisa tersenyum ragu, "Bu Dini yang bilang?" tanya Nisa. Emir menggedikan bahu, "Entahlah, saya tidak tau siapa yang menyebarkan berita ini, tetapi, semua sudah tau kalau Bu Nisa adalah istri kedua." Lagi-lagi Nisa terbelalak. Tak ada yang tau bahkan Nisa tak pernah bercerita jika dia adalah istri kedua. Apakah orang-orang di sekolah mencari tau, karena Fatta memanggilnya mamah. Bahkan semua guru sudah tau, kalau murid TK yang bernama Fatta adalah anak dari istri pertama suami Bu Nisa. Bola mata Nisa membulat sempurna. Dia tak pernah mendengar semua orang menggosipkan nya. Dia yang tidak tau atau memang Nisa yang tidak peka selama ini."Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?" tanya Nisa. "Lakukanlah seperti biasa, saya teman baik Pak Bagus. Jadi Bu Nisa sudah saya anggap sahabat saya juga." Emir menatap Nisa lekat menawarkan persahabatan pada Nisa. "Terimakasih, Pak. Berarti senin depan saya masuk kembali, saya undur diri, Pak." Nisa berlalu dari hadapan Emir. Emir mengangguk, me
"Buruan Mas pijit yang kenceng, aku udah ngantuk," Kirana berbicara sambil memejamkan mata. Bibir Damar tersunging mesum, tangannya memijit sedikit keras. "Enak nggak?" tanyanya. "Enak banget," jawab Kirana, sambil mengangguk samar. Perlahan tapi pasti tangan Damar meraba-raba daerah lain milik Kirana. Tangan wanita ayu mengeplak tangan Damar yang mulai menyentuh daerah sensitif Kirana. "Mas kasih service yang lebih enak mau nggak?" tanya Damar nafasnya terasa di tenggkuk Kirana. Telapak tangan Kirana mendorong wajah Damar yang sudah dekat sekali dengan pipinya. "Tadi aku bilang, aku nggak pesen layan VIP, aku cuma mau kerik biasa, udah ah ... Aku mau tidur." Kirana bangun ingin menggunakan kembali pakaiannya. Tetapi di tahan oleh Damar, wajah Damar memelas, seperti memohon menatap syahdu pada Kirana, "Di sana sini di tolak, nggak laku amat ini pejantan." monolog Damar. Melihat wajah Damar yang seperti sangat menginginkan membuat hati wanita ini merasa kasihan. Wanita ayu ini
Melihat Nisa diam dan memejamkan mata, Damar beringsut, melingkarkan tangan pada pinggang ramping Nisa. "Memang kamu udah ngantuk? Mau liat aurora dari luar kamar nggak?" tanya Damar. "Masih ada empat malam lagi, Mas. Malam ini Nisa lelah banget, liat dari sini aja, cakep banget pemandangannya," ujar wanita muda ini menatap kaca-kaca tembus ke arah luar di hadapannya.Damar menghela nafas pelan, tak tega mengajak Nisa untuk mempercepat liburannya. Lelaki atletis ini melingkarkan tangan memeluk Nisa erat hingga akhirnya mereka terbuai mimpi.Nisa merasakan pergerakan di atas tubuhnya, Damar sedang menyesap sesuatu yang dia sukai. Nisa mengerjapkan mata merasai tubuhnya terbuai. "Mas." Suara seraknya memanggil Damar yang sedang asik dengan aktifitasnya. "Bagun yuk, Nis," ajak Damar tapi belum meninggalkan apa yang dia suka. Nisa mengalungkan tangan Di leher Damar. Membuka pakaian Lelaki yang sedang mengungkungnya. Aktifitas di pagi hari terjeda dengan suara ponsel yang berdering, d