Nisa tersenyum ragu, "Bu Dini yang bilang?" tanya Nisa. Emir menggedikan bahu, "Entahlah, saya tidak tau siapa yang menyebarkan berita ini, tetapi, semua sudah tau kalau Bu Nisa adalah istri kedua." Lagi-lagi Nisa terbelalak. Tak ada yang tau bahkan Nisa tak pernah bercerita jika dia adalah istri kedua. Apakah orang-orang di sekolah mencari tau, karena Fatta memanggilnya mamah. Bahkan semua guru sudah tau, kalau murid TK yang bernama Fatta adalah anak dari istri pertama suami Bu Nisa. Bola mata Nisa membulat sempurna. Dia tak pernah mendengar semua orang menggosipkan nya. Dia yang tidak tau atau memang Nisa yang tidak peka selama ini."Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?" tanya Nisa. "Lakukanlah seperti biasa, saya teman baik Pak Bagus. Jadi Bu Nisa sudah saya anggap sahabat saya juga." Emir menatap Nisa lekat menawarkan persahabatan pada Nisa. "Terimakasih, Pak. Berarti senin depan saya masuk kembali, saya undur diri, Pak." Nisa berlalu dari hadapan Emir. Emir mengangguk, me
"Buruan Mas pijit yang kenceng, aku udah ngantuk," Kirana berbicara sambil memejamkan mata. Bibir Damar tersunging mesum, tangannya memijit sedikit keras. "Enak nggak?" tanyanya. "Enak banget," jawab Kirana, sambil mengangguk samar. Perlahan tapi pasti tangan Damar meraba-raba daerah lain milik Kirana. Tangan wanita ayu mengeplak tangan Damar yang mulai menyentuh daerah sensitif Kirana. "Mas kasih service yang lebih enak mau nggak?" tanya Damar nafasnya terasa di tenggkuk Kirana. Telapak tangan Kirana mendorong wajah Damar yang sudah dekat sekali dengan pipinya. "Tadi aku bilang, aku nggak pesen layan VIP, aku cuma mau kerik biasa, udah ah ... Aku mau tidur." Kirana bangun ingin menggunakan kembali pakaiannya. Tetapi di tahan oleh Damar, wajah Damar memelas, seperti memohon menatap syahdu pada Kirana, "Di sana sini di tolak, nggak laku amat ini pejantan." monolog Damar. Melihat wajah Damar yang seperti sangat menginginkan membuat hati wanita ini merasa kasihan. Wanita ayu ini
Melihat Nisa diam dan memejamkan mata, Damar beringsut, melingkarkan tangan pada pinggang ramping Nisa. "Memang kamu udah ngantuk? Mau liat aurora dari luar kamar nggak?" tanya Damar. "Masih ada empat malam lagi, Mas. Malam ini Nisa lelah banget, liat dari sini aja, cakep banget pemandangannya," ujar wanita muda ini menatap kaca-kaca tembus ke arah luar di hadapannya.Damar menghela nafas pelan, tak tega mengajak Nisa untuk mempercepat liburannya. Lelaki atletis ini melingkarkan tangan memeluk Nisa erat hingga akhirnya mereka terbuai mimpi.Nisa merasakan pergerakan di atas tubuhnya, Damar sedang menyesap sesuatu yang dia sukai. Nisa mengerjapkan mata merasai tubuhnya terbuai. "Mas." Suara seraknya memanggil Damar yang sedang asik dengan aktifitasnya. "Bagun yuk, Nis," ajak Damar tapi belum meninggalkan apa yang dia suka. Nisa mengalungkan tangan Di leher Damar. Membuka pakaian Lelaki yang sedang mengungkungnya. Aktifitas di pagi hari terjeda dengan suara ponsel yang berdering, d
Setelah membersihkan tangan dan kaki Nisa menggambil pakaian tidur, di lihatnya pakaian kurang bahan yang belum sempat dia gunakan. Rencananya pakaian ini akan dia pakai di hari-hari terakhir di tempat terakhir acara hanymoon mereka. Dia masukkan pakaian itu ke dalam kotak lalu membuangnya ke tempat sampah. Sekilas Damar melihat Nisa membuang sesuatu ke dalam tempat sampah. Setelah Nisa membaringkan tubuh, lelaki atletis ini mengambil kotak yang tadi Nisa buang. Damar mengambil lagi pakaian yang Nisa buang tadi, lalu mendekati wanitanya yang sudah berbaring. Ada titik bening meluncur di ujung netra wanita lemah ini. Damar mengecup kepala Nisa membelai pipi Nisa. "Nis, maafin. Mas sadar sudah menyakiti kamu." Damar terus mengucapkan kata maaf, dadanya pun sesak melihat istri kecilnya bersedih. Nisa tak menanggapi. Wanita muda ini menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan suara tangisannya, sekuat tenaga dia meredam gejolak jiwa, sekuat tenaga dia menyembunyikan semua rasa kecewa in
Kirana sudah di periksa oleh seorang Dokter wanita, setelah serangkaian pengecekan Kirana dinyatakan baik-baik saja.Dokter wanita ini tersenyum simpul, "Selamat ya, Pak. Bapak akan kembali memiliki momongan." Dokter Priska menjelaskan. Kirana terperanjat, mendengar penuturan Dokter cantik ini. Tapi bulan kemarin saya masih datang bulan Dok! bulan ini belum waktunya datang bulan," ujar Kirana. Dokter cantik dengan rambut lurus sebahu ini tersenyum lembut, "Memang cek kehamilan dari datang bulan terakhir, Bu. Besok tiga hari lagi saat waktunya Ibu datang bulan pasti sudah tidak akan datang itu bulan." Dokter Priska menjelaskan sambil tersenyum ramah, berusaha membuat percakapan menjadi hidup. Kirana menganguk. Damar terlihat berseri mengetahui Kirana hamil kembali. Setelah mengantarkan si dokter cantik kembali Damar menemui Kirana. Lelaki atletis ini duduk di tepi ranjang wanita yang begitu ia cinta, mengecup kening perlahan, "Selamat ya, bakalan jadi bunda untuk yang kedua kali,"
Bagus keluar kamar dengan menenteng tas berisi alat cek up kesehatan. Berjalan penuh pesona ke arah Nisa. "Mas duduk dulu, Nih Nisa beliian ini, pas beli ini Nisa inget Mas Bagus, kayanya bagus di pake sama kamu, Mas." Wanita muda ini memberikan seutas gelang pada lelaki tampan ini. Bagus menerima pemberian Nisa lalu memakainya. Seutas gelang berwarna hitam, terdapat maskot dari negara Finlandia. "Sini aku pasangin." Kembali Nisa mengambil gelang dari tangan Bagus, lalu memakaikan pada tangan lelaki tampan ini. "Tuh kan beneran bagus." Nisa menatap tangan Bagus mengelus gelang yang melingkar di tangan Bagus. Bagus meraih jemari Nisa, mengenggam perlahan. Mendapat reaksi Bagus Nisa menarik tangannya dari genggaman tangan lelaki tampan ini. "Non, kalo ada masalah sama Damar, ngomong ke saya, cari saja Bagus," Bagus menunjuk dirinya. "Pak Chandra meminta saya menjaga Non Nisa," Bagus menatap Nisa yang menundukkan Kepala. Tangan lelaki bergelar dokter Ini meraih dagu Nisa, bola ma
Sudah tiga hari Damar tak menginap di rumah Nisa sejak pulang dari bulan madu, setiap sore dan pagi sebelum dan sesudah pulang dari kantor Damar menemui Nisa, tetapi setiap malam Damar pasti pulang ke rumah Kirana. "Mas, harusnya kamu menginap di sini," ujar Nisa sambil menaruh kopi di atas meja. Damar mengalihkan mata dari layar laptop di pangkuannya. Tersenyum teduh pada wanita cantik di sebelahnya. Lalu kembali netra legamnya menatap layar segi empat di hadapannya.Nisa mengambil remot mengutak atik layar segi empat berukuran paling besar yang menampilkan film kartun si kembar dari Negri Jiran, lalu membesarkan volume dari layar segi empat itu. Suara dua bocah yang sedang tertawa dari televisi menggema memenuhi ruang besar ini. Darmi berlari terbirit melihat keadaan, tetapi dia urung mendekat. Dia tau pasti ini ulah anak asuhnya. Damar menutup layar laptop di pangkuan lalu menaruh di atas meja, mengambil cangkir kopi dan menyesap sedikit isinya. Lalu memalingkan muka pada istri
"Ya begitu deh," Nisa menggedikkan bahu, enggan menjawab. "Iisshhh ... Mana foto-fotonya?" cecar Dini. Nisa mengambil gawai memperlihatkan koleksi foto dia dan Damar selama di sana. "Bu Nisa, ini suami Bu Nisa?" tanya Dini penasaran. Nisa menggangguk. Dini diam sesaat menatap layar ponsel di gengaman tangan, jari-jari tangannya trampil menggulir ponsel. Netranya berbinar melihat begitu banyak tempat-tempat indah yang di abadikan pasangan ini. "Uiihhh ... Doain dong aku juga pengen hanymon minimal ke tempat indah di Indonesia deh, nggak usah muluk-muluk ke luar negri." Dini menyerahkan ponsel Nisa. "Udah punya pasangan belum?" tanya Nisa, Dini menggeleng cepat. "Kalo belum punya pasangan mau hanymoon sama siapa?" tanya Nisa, senyumnya seolah mengejek."Ya cari dulu, Bu. Namanya juga hanymoon harus sama pasangan halal pastinya." Dini mencebik kesal. Nisa terkikik melihat reaksi Dini, gaet Pak Emran aja, nih biar bisa deket, anterin ini ke ruangannya." Nisa menyodorkan oleh-oleh