Mendengar teriakan Doni, Indra langsung memelototinya dengan galak."Anak muda dari mana ini?""Besar sekali nyalimu! Beraninya kamu omong kosong!""Sudah puluhan tahun aku praktik, entah berapa banyak orang yang sudah kuselamatkan. Belum ada yang pernah berani memanggilku dokter gadungan!"Doni menunjuk rebusan obat itu. "Ini resepmu?""Aku! Kenapa?""Obat ini sama sekali nggak cocok! Salah semua!""Konyol!" Alih-alih marah, Indra malah tertawa. "Dari mana kamu? Apa hakmu untuk mengomentari resep obatku? Beginikah generasi muda dari Keluarga Sirait?""Dokter Indra, jangan salah paham." Felicia bergegas menjelaskan, "Dia adiknya temanku. Hhmm ... Irene, sebenarnya, Dokter Indra sudah selesai mendiagnosis Herman. Terima kasih atas niat baikmu. Cepat kamu bawa dia pergi."Irene tersenyum, lalu berkata pada Herman, "Tuan Herman, hari ini, aku khusus bawakan dokter untuk mendiagnosismu."Herman melambaikan tangan. "Dokter Indra saja sudah cukup.""Cih ...." Doni menyeringai sinis. "Dia jel
Doni tersenyum santai. "Bukannya kamu mau mengusirku?""Selama kamu bisa selamatkan ayahku, kamu adalah penyelamat Keluarga Sirait!" seru Paul. "Aku akan berlutut di depan semua orang dan mengakui kesalahanku padamu.""Nggak perlu berlutut." Doni mengangguk. "Untung kamu berbakti. Suruh mereka minggir, jangan memenuhi tempat di sana."Paul bergegas menyuruh semua orang untuk mundur.Doni menghampiri Herman untuk mencengkeram kerah baju Herman dan menariknya. Pada saat yang sama, Doni meninju dada Herman dua kali dengan kuat."Apa yang kamu lakukan! Berengsek! Lepaskan ayahku! Satpam, tangkap dia!"Mata Paul merah padam. Paul mengira Doni sedang melampiaskan emosi dengan menyiksa jenazah."Minggir kalau nggak mau mati!"Tatapan Doni yang dingin dan menyiratkan aura pembunuh menyapu semua orang. Mereka tanpa sadar mundur beberapa langkah karena takut.Doni mengambil kain alas sofa. Lalu, Doni membalikkan badan Herman dan menepuk punggungnya beberapa kali dengan kuat.Wuek!Herman tiba-ti
Alasan mengapa Helen meninggalkan Doni di restoran sebelumnya bukan hanya karena marah pada Doni, tetapi juga mendapat panggilan telepon mengenai pinjaman dana yang signifikan.Arus modal Keluarga Kusmoyo sedang berada dalam krisis dan nyaris terputus. Akan tetapi, Bank Meta yang sudah bekerja sama dengan mereka selama bertahun-tahun tiba-tiba mengganti direktur bank yang baru. Kristofer Surya selalu menyulitkan mereka tentang pinjaman dana tersebut, seolah-olah ingin menggunakan Keluarga Kusmoyo untuk membangun kewibawaan.Demi pinjaman dana itu, Helen setuju untuk menghadiri perjamuan Kristofer pada sore hari. Helen berharap dapat mencapai kesepakatan di perjamuan tersebut....Pada saat ini, di Ruang Mekar Hotel Kudus.Helen sudah meneguk banyak arak sehingga wajahnya memerah dan matanya linglung. Wajah Helen yang dingin tampak lebih memikat.Melihat tiga gelas arak putih di depan, tangan Helen berhenti di udara. Helen ragu mau mengambilnya atau tidak.Cherry yang berada di samping
"Cih! Nona Helen, kesempatan sudah diberikan padamu!" Kristofer memasang ekspresi seperti kucing memainkan tikus. "Bisakah kamu ambil kesempatan ini?""Aku ...."Helen mengambil botol arak. "Aku minum! Harap Pak Kristofer bisa tepati janjimu!""Helen! Jangan minum!" Cherry menarik lengan Helen."Wanita sialan!" Kristofer membentak dengan marah, "Cerewet sekali! Kalau kamu cerewet lagi, jangan harap Keluarga Wijaya bisa meminjam uang sepeser pun dari bank!"Semarah apa pun Cherry, Cherry tidak berani berbicara lagi.Kristofer tidak hanya mendapat dukungan dari keluarga besar, tetapi juga memiliki koneksi dengan pusat kekuasaan Kota Timung. Keluarga Wijaya tidak bisa menyinggung Kristofer."Cherry, cukup! Pak Kristofer, aku minum!"Helen nekat mengambil botol arak dan meneguknya.Melihat Helen minum arak, Kristofer dan yang lain bertepuk tangan."Bagus! Bagus! Nona Helen kuat minum! Sungguh jagoan wanita!"Setelah meneguk setengah botol arak, Helen merasa tenggorokan sampai lambungnya te
Cherry menunjuk Kristofer. "Dia Direktur Bank Meta, yang kamu tendang ke luar itu!""Hmm ...." Doni berjalan ke depan Kristofer. Lalu, Doni menjambak rambut Kristofer dan menariknya berdiri. "Ada masalahnya dengan pinjaman dana? Cepat berikan pinjaman dana untuk istriku.""Hah?" Kristofer baru sadar kembali. "Siapa kamu?""Nggak usah tanya siapa aku. Kamu mau kasih pinjaman dana atau nggak?""Kasih apa? Kuberi tahu, ya. Kalau kalian membuatku marah, seluruh Keluarga Kusmoyo akan tamat. Cepat kamu berlutut sekarang! Suruh Helen si wanita sialan itu melayaniku sebulan. Kalau nggak ....""Kenapa kalau nggak?" Doni dengan kuat membenturkan kepala Kristofer ke meja.Bam!Krang!Meja itu tumbang sehingga piring dan gelas jatuh ke lantai. Kepala Kristofer bengkak."Kamu ...." Kristofer ingin memaki lagi. Akan tetapi, Doni menjambak rambut Kristofer dan membenturkan kepalanya dengan kuat ke dinding.Ada bercak darah yang lebar di dinding.Kali ini, kepala Kristofer berdengung. Kristofer akhirn
Di Klub Anugerah, markas Beni Santoso.Saat ini adalah waktu di mana bisnis klub hiburan paling ramai. Pria dan wanita yang berpakaian mewah keluar masuk di pintu klub malam yang diterangi lampu neon. Bahkan banyak gadis atau wanita berpakaian minim yang berkeliaran di depan pintu klub. Jika ada pria yang sendirian, mereka akan mendekat untuk memulai percakapan.Begitu melihat Doni, seorang gadis yang memakai rok mini segera maju. Akan tetapi, gadis itu dihentikan oleh seorang wanita dengan gaun ketat di samping."Mawar, jangan ke sana. Kamu sepertinya butuh kaca mata! Dia kelihatan kampungan, nggak seperti orang kaya.""Nggak hanya kampungan, dia juga tengok kiri kanan. Dia jelas bukan orang kaya."Gadis itu memicingkan mata dan mengamati Doni selama sesaat. Lalu, gadis itu tampak jijik. "Ternyata kampungan! Sial!"Doni mengamati klub hiburan itu dengan penuh minat. Saat berjalan ke depan pintu, Doni langsung dicegat oleh dua pria kekar."Berhenti!""Ini bukan tempat yang bisa kamu da
Kedua gadis itu bernama Susi Santoso dan Susan Santoso, putri kembar dari Beni. Mereka cukup terkenal di dunia persilatan Kota Timung dan kejam.Wajah cantik Susi dan Susan tampak sedingin es ketika melihat kekacauan di depan pintu.Susi menunjuk Doni. "Siapa yang mengutusmu ke sini?"Doni tersenyum. "Aku cari Beni Santoso, ada urusan mendesak."Ekspresi Susi menjadi suram. "Mau cari ayahku? Oke! Berlutut dan minta maaf, lalu ikat tanganmu. Aku baru bawa kamu masuk."Doni pun tertawa. "Sebaiknya kamu jangan bilang begitu kalau nggak mau ayahmu jadi kurang ajar."Ekspresi Susi menjadi masam. "Lancang kamu! Cari mati!"Kemudian, Susi menyerbu ke arah Doni sambil melakukan jurus tipuan dengan tangan kiri. Susi diam-diam menendang perut Doni."Cukup terampil dalam seni bela diri!" Doni mengabaikan jurus tipuan Susi dan langsung menangkap pergelangan kaki Susi. Lalu, Doni mengeratkan tangan dan memutar.Susi menahan erangan sakit sambil menggertakkan gigi. Susi mengubah jurus tipuan menjadi
Semua orang terperanjat."Astaga! Ada apa ini?""Aku nggak salah lihat?""Tuan Beni malah memberi hormat pada kampungan itu?"Beni berkata dengan suara yang dalam dan ekspresi hormat, "Aku nggak tahu Ketua datang, maafkan keterlambatanku dan ketidaksopananku. Mohon Ketua hukum."Doni tersenyum dan melepaskan Susi yang tercengang. "Kamu nggak tahu, itu bukan salahmu. Ayo bicara di dalam, di sini terlalu ramai.""Ketua, mari!" Beni membungkuk seraya melakukan gestur tangan mempersilakan.Kemudian, Doni memasuki Klub Anugerah dan diikuti semua orang.Orang-orang di sekitar terbengong melihat hal itu. Belum pernah mereka melihat Beni begitu hormat pada seseorang. Seketika, banyak di antara mereka yang mengira diri mereka sedang bermimpi.Beni membawa Doni ke ruangan termewah di Klub Anugerah. Pada saat ini, hanya ada Beni, kedua putrinya, dan Johan di ruangan itu, tidak ada orang yang tidak berkepentingan.Begitu masuk, mereka berempat langsung berlutut. Beni berseru, "Ketua, hari kemuncul