Share

Bab 13

Mendengar teriakan Doni, Indra langsung memelototinya dengan galak.

"Anak muda dari mana ini?"

"Besar sekali nyalimu! Beraninya kamu omong kosong!"

"Sudah puluhan tahun aku praktik, entah berapa banyak orang yang sudah kuselamatkan. Belum ada yang pernah berani memanggilku dokter gadungan!"

Doni menunjuk rebusan obat itu. "Ini resepmu?"

"Aku! Kenapa?"

"Obat ini sama sekali nggak cocok! Salah semua!"

"Konyol!" Alih-alih marah, Indra malah tertawa. "Dari mana kamu? Apa hakmu untuk mengomentari resep obatku? Beginikah generasi muda dari Keluarga Sirait?"

"Dokter Indra, jangan salah paham." Felicia bergegas menjelaskan, "Dia adiknya temanku. Hhmm ... Irene, sebenarnya, Dokter Indra sudah selesai mendiagnosis Herman. Terima kasih atas niat baikmu. Cepat kamu bawa dia pergi."

Irene tersenyum, lalu berkata pada Herman, "Tuan Herman, hari ini, aku khusus bawakan dokter untuk mendiagnosismu."

Herman melambaikan tangan. "Dokter Indra saja sudah cukup."

"Cih ...." Doni menyeringai sinis. "Dia jelas dokter gadungan! Dokter gadungan bisa bunuh orang!"

"Diam kamu!" Tuan Muda Keluarga Sirait, Paul Sirait, tidak tahan lagi. "Dokter Indra adalah dokter terhebat di Kota Timung! Jangan omong kosong di rumahku. Nyonya Irene, terima kasih atas niat baikmu, tapi kami nggak menyambut orang yang kamu bawa ini. Pelayan, antar tamu keluar!"

Irene mengangkat alis.

"Aku paling tahu bagaimana ilmu kedokteran adikku."

"Kalau dia bilang obat itu salah, obat itu pasti salah."

"Kalau dia bilang Indra adalah dokter gadungan, Indra adalah dokter gadungan!"

Irene berkata dengan nada tegas dan tak terbantahkan.

Indra sangat gusar.

Dia adalah dokter terhebat di Kota Timung dan dijunjung tinggi oleh orang-orang ke mana pun dia pergi. Akan tetapi, hari ini, ada orang yang berani memanggilnya "dokter gadungan", bahkan dua orang! Jika ini di kliniknya, dia pasti akan menyuruh orang mematahkan kaki mereka dan membuang mereka ke luar.

Akan tetapi, Indra tahu apa identitas Irene. Jadi, Indra memendam kemarahannya dan berkata dengan suara yang dalam, "Oke! Oke! Oke! Karena kalian bilang aku adalah dokter gadungan dan bilang obatku salah, biar kalian lihat saja bagaimana khasiat dari Sup Jamu Tujuh Bintang! Ini ramuan rahasiaku. Kalau bisa menyembuhkan Tuan Herman, aku harap Nyonya Irene bisa memberiku penjelasan yang memuaskan!"

"Oke!" Irene langsung menyahut, "Kalau adikku salah, aku akan datang besok untuk meminta maaf! Tapi bagaimana kalau adikku benar?"

"Kalau begitu, terserah Nyonya Irene mau apakan aku!"

Semua orang di ruang tamu menggelengkan kepala. Indra adalah dokter terkenal di negara mereka. Beraninya Doni si bocah itu meragukan resep obat Indra, sungguh tidak tahu diri! Tampaknya Irene sang wanita tercantik di Kota Timung akan kehilangan muka karena kerabatnya itu!

Herman menganjurkan tangan kepada pelayan. "Berikan obatnya padaku."

Doni menggelengkan kepala. "Cari mati! Kamu cari mati!"

Tanpa menghiraukan Doni, Herman langsung meneguk semangkuk obat itu.

Ruang tamu menjadi hening.

Sekitar setengah jam kemudian, wajah Herman yang awalnya menguning berubah menjadi merah berona. Tatapannya juga menjadi bersemangat. Herman tertawa girang. "Dokter Indra memang dokter ajaib! Aku merasa jauh lebih baik dan sudah bertenaga! Dokter Indra, aku akan selalu mengingat kebaikan budimu!"

"Nggak perlu begini. Sebagai dokter, tugasku adalah menyembuhkan penyakit!" sahut Indra segera. "Tuan Herman terlalu sungkan."

Setelah itu, Indra menoleh pada Doni dan Irene dengan tatapan dingin. "Nak, apa katamu? Nyonya Irene, aku akan menunggu kedatanganmu di klinik besok!"

Orang-orang di ruang tamu pun menyindir.

"Nyonya Irene kasihan sekali, semua karena perbuatan kerabatnya itu."

"Masih muda tapi sudah congkak. Beraninya dia meragukan Dokter Indra! Pantas dia kalah!"

"Nyonya Irene akan malu kali ini. Entah apa yang akan Tuan Petrus pikirkan kalau tahu tentang ini."

Mendengar cibiran orang-orang, Doni hanya menyeringai sinis. "Ini hanya fenomena mendadak sembuh sebelum ajalnya!"

Tatapan mata Herman menjadi dingin. "Nak, maksudmu aku akan mati?"

"Ya! Sekarang kamu sedang mengalami fenomena mendadak sembuh sebelum menemui ajal."

"Diam!" Indra berteriak dengan marah, "Anak kurang ajar! Kalau bukan karena Nyonya Irene, aku akan mewakili orang tuamu untuk memberimu pelajaran!"

Anggota Keluarga Sirait juga sangat marah saat mendengar Doni mengutuk Herman untuk mati!

Felicia berujar dengan tegas, "Irene, keluarga kami juga butuh penjelasan yang logis untuk masalah hari ini! Herman sangat baik pada keluargamu selama ini, nggak nyangka kalian malah begini!"

Paul sudah memanggil beberapa satpam, hendak "mempersilakan" Irene dan Doni ke luar.

Irene tersenyum santai. "Aku yakin dengan keterampilan adikku di bidang ilmu kedokteran. Dia pasti benar! Adik, berapa lama lagi waktu yang Tuan Herman punya?"

Doni melakukan gestur tangan.

Irene mengangguk. "Masih oke, ada sepuluh hari lagi."

"Sepuluh hari?" Indra menyeringai sinis. "Kalau begitu, aku tunggu sepuluh hari. Sepuluh hari lagi, kalau Tuan Herman baik-baik saja, harap Nyonya Irene jangan lupa janjimu! Aku akan mengundang semua orang kalangan atas di Kota Timung untuk menjadi saksi!"

Semua orang pun tersenyum remeh. Irene akan kehilangan muka di seluruh Kota Timung. Menyaksikan secara langsung wanita tercantik di Kota Timung kehilangan muka di depan orang banyak pasti akan sangat menyenangkan!

"Bukan sepuluh hari! Tapi ...." Doni berhenti di tengah kalimat.

"Sembilan!"

"Delapan!"

"Tujuh!"

...

Semua orang tercengang dan bingung. Mungkinkah Doni sudah tidak waras saking merasa bersalah?

"Tiga!"

"Dua!"

"Satu!"

"Ah!" Detik berikutnya, ekspresi Herman berubah drastis. Herman jatuh ke lantai sambil memegang dada. Tubuhnya terus gemetar karena sakit. Herman bahkan makin sulit bernapas dan memasuki kondisi sekarat.

"Ini .... Tuan Herman! Tuan Herman!" Indra panik dan segera melakukan pemeriksaan palpasi pada Herman. Alhasil, hasil palpasi Herman sangat kacau.

Hasil palpasinya sekarat!

Seketika, Indra menjadi pucat dan putus asa.

Herman adalah orang nomor satu dalam pusat kekuasaan Kota Timung! Akan tetapi, Herman tewas dalam pengobatannya!

Hancurlah reputasinya! Selain itu, dengan kemarahan Keluarga Sirait, dia belum tentu bisa hidup.

Melihat Indra terbengong, Felicia mendesaknya, "Dokter Indra! Dokter Indra! Cepat selamatkan Herman! Cepat!"

Indra putus asa. "Aku ... aku nggak bisa berbuat apa-apa."

"Hah? Lalu, harus bagaimana? Herman ...."

Paul mencengkeram kerah baju Indra. "Jangan bengong saja! Cepat selamatkan ayahku!"

Indra memejamkan mata. "Maafkan ... aku ... nggak bisa berbuat apa-apa ...."

"Kalau kamu nggak bisa selamatkan ayahku, aku nggak akan mengampunimu!"

Indra mengembuskan napas dan jatuh duduk di lantai.

Tepat saat itu, Herman yang sekarat menggunakan seluruh tenaga untuk mengangkat tangan dan menunjuk Doni. Herman berkata dengan suara yang sangat kecil, "To ... tolong ... aku ...."

Detik berikutnya, tangan Herman menjuntai ke bawah. Herman tidak bergerak lagi.

"Ayah!"

"Herman! Ayo bangun! Ayo bangun!"

"Tuan Herman! Tuan Herman!"

...

Semua orang panik. Seketika, suasana menjadi kacau.

"Buat apa? Kenapa kamu nggak percaya aku tadi ...." Doni cemberut, seperti sedang melihat keramaian.

Tiba-tiba, Paul menolehkan kepala. Paul langsung berlari menuju Doni dan memeluk kakinya. "Kumohon, cepat selamatkan ayahku! Kamu pasti punya cara, 'kan?"

Comments (11)
goodnovel comment avatar
Adimin
bayar gening
goodnovel comment avatar
Eko Suwandi
okey..memang mantaabb ceritanya
goodnovel comment avatar
Redstone Indonesia
muuantab bos
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status