Share

Bab 3

Odessa turun dari bus dan berjalan sekitar tujuh hingga delapan menit sebelum akhirnya sampai di Klinik Semi, tempat praktik Sugian. Begitu hendak melangkah masuk, dia mendengar suara Sugian yang sedang memaki di dalam.

Sejak permintaannya semalam untuk "dekat" dengan Odessa ditolak mentah-mentah dan malah terbaring pingsan selama dua jam akibat setruman, suasana hati Sugian sepanjang hari ini jadi muram. Saat melihat istrinya, Tiana, yang sudah mulai menua dan sedang menyapu di klinik, dia melampiaskan amarahnya pada wanita itu.

"Sapu saja terus! Kamu memang cuma bisa jadi pembantu. Coba lahirkan seorang anak laki-laki untukku kalau memang berguna. Sudah belasan tahun menikah, satu keturunan pun nggak ada! Kamu ini benar-benar nggak berguna!"

Mendengar hinaan pedas itu, Tiana melemparkan sapu yang dipegangnya ke lantai dan membalas, "Sugian, aku punya putra dengan suamiku yang dulu! Kenapa kamu nggak pernah mikir masalahnya ada pada dirimu?"

"Punya putra? Hebat sekali, ya? Tapi, memangnya apa yang mau kamu banggakan dari anak sakit-sakitan seperti itu di depanku?"

"Kamu ...."

Kata-kata kasar itu menghujam hati Tiana dan membuat matanya berkaca-kaca. Di luar, Odessa mendengar semua itu. Niatnya untuk masuk ke klinik langsung berubah dan dia pun berjalan menuju toko sebelah.

Sesekali, teriakan Sugian masih terdengar dari Klinik Semi. Tiana hanya bisa berdiri di sudut ruangan dan diam-diam meneteskan air mata. Tak lama kemudian, Odessa kembali ke klinik membawa sebuah kantong plastik.

Melihat Odessa, wajah Sugian yang tadinya suram seketika berubah menjadi semringah. "Oh, Odessa! Pulang lebih awal ya hari ini?"

Odessa berjalan mendekatinya, lalu mengeluarkan sebuah sikat gigi dan cangkir dari kantong plastik yang dibawanya. Kemudian, dia menaruhnya di atas meja periksa tempat Sugian biasa bekerja dengan keras.

Sugian terpaku kebingungan. "Odessa, ini ...."

"Mulutmu bau, sikat gigi ini buatmu!"

Wajah Sugian yang baru saja cerah seketika tampak kembali suram. Odessa mengabaikan kekesalannya dan merangkul lengan Tiana dengan lembut. "Ibu, ayo kita ke halaman belakang. Ada yang mau kubicarakan."

Kedua orang itu masuk ke kamar Odessa. Odessa menuntun ibunya duduk di tepi ranjang, lalu mengambil beberapa lembar tisu dari kotak di samping. Sambil perlahan menghapus sisa air mata di sudut mata Tiana, Odessa berkata dengan lembut.

"Ibu, Sugian itu anjing gila. Kata-katanya nggak usah dimasukkan ke hati dan jangan ditanggapi. Kalau digigit anjing, masa kita mau balik menggigitnya juga? Cara terbaik menghadapi anjing gila adalah membiarkannya menggonggong sendiri."

Tiana menarik napas dalam-dalam. "Tapi, kata-katanya terlalu menyakitkan."

"Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Ibu, aku menyaksikan sendiri semua yang Ibu alami selama bertahun-tahun ini. Ibu tenang saja, setelah aku bisa meneliti dan mendapatkan rahasia resep obat Sugian, Ibu nggak perlu lagi menahan semua ini!"

Dengan adanya dukungan dari putrinya, hati Tiana terasa sedikit lebih tenang. "Ngomong-ngomong, tadi kamu bilang ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Apa itu?"

Odessa menyentuh akta nikah di dalam sakunya. Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya dia berkata, "Ibu, aku mau bilang ... aku sudah nikah!"

"Apa? Nikah? Odessa, jangan takut-takutin Ibu! Kau bahkan nggak punya pacar, mau nikah sama siapa?" Mata Tiana membelalak lebar.

Odessa tidak ingin membohongi ibunya, tapi sekarang dia terpaksa harus sedikit berbohong. "Ibu, sebenarnya aku punya pacar. Hanya saja selama ini aku belum sempat ngasih tahu Ibu. Kami saling mencintai dan dia baik sekali padaku. Kami baru saja daftar pernikahan tadi siang."

Odessa lalu mengeluarkan akta nikah dan menyerahkannya pada ibunya. Dengan cemas, Tiana membuka akta nikah itu dan melihat foto Odessa bersama seorang pria asing. Dari foto itu, pria tersebut tampak sangat berwibawa dan memiliki penampilan yang luar biasa.

Tiana tetap tidak bisa menerima kenyataan yang mendadak ini. "Odessa, ini bukan sungguhan, 'kan? Jangan-jangan kamu bohongi Ibu karena mau pindah ke luar?"

Sejak mulai bekerja, Odessa sudah berulang kali mengatakan pada ibunya bahwa dia ingin tinggal di luar. Namun, setiap kali ibunya selalu saja menolak usulannya. Sebab, ibunya merasa tidak aman bagi seorang gadis untuk tinggal di luar sendirian.

Namun, Tiana tidak tahu ... tempat paling berbahaya di dunia ini justru adalah rumah Sugian.

"Tentu saja bukan begitu. Ini ada cap resmi, masa anakmu bisa segampang itu mengajak pria setampan ini menikah cuma untuk main-main, apalagi mengurus cap resmi seenaknya?"

Tiana akhirnya mulai percaya, meskipun hatinya masih merasa tidak nyaman. Dia menatap akta nikah itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Setelah beberapa saat mencoba menerima kenyataan, dia berkata, "Baiklah, ini juga keputusan yang baik. Aku khawatir persepsimu tentang pernikahan akan berubah setelah melihat pernikahanku yang nggak bahagia sama Sugian. Menikah itu bagus ... tapi Odessa, apakah pria itu benar-benar baik padamu?"

Odessa menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Ibu, dia baik sama aku. Apa Ibu nggak percaya sama pilihan putrimu sendiri?"

Air mata Tiana akhirnya mengalir deras. Dia memeluk putrinya erat-erat sambil terisak, "Baiklah .... Asalkan dia baik sama kamu, itu sudah cukup. Jangan sampai kamu hidup menderita seperti Ibu ...."

Hati Odessa terasa pedih. Air matanya ikut mengalir deras. Seandainya saja bukan dalam keadaan terdesak, tentu dia takkan tega meninggalkan ibu dan adiknya di sini. Namun, niat jahat Sugian yang semakin tak terkendali membuat Odessa tidak punya pilihan lain.

Odessa tidak tega melihat ibunya hancur. Adiknya juga selalu bersikap dewasa meskipun usianya masih muda. Jika dia tahu bahwa kakaknya harus menghadapi pelecehan tanpa henti demi menyelamatkan nyawanya, adiknya mungkin saja akan memilih mati daripada membiarkan hal itu terjadi.

Setelah mereka menangis bersama-sama, Tiana mengusap air matanya dan mulai membantu Odessa membereskan barang-barang. Sambil memberi nasihat untuk putrinya yang telah menikah, tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka dengan suara berderit. Sugian masuk dari luar.

Melihat koper yang sudah tertata rapi, mata Sugian memancarkan kekhawatiran. "Odessa, mau ke mana kamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status