Share

Bab 9

"Pekerjaanku nggak tetap," balas Kenzo dengan tak acuh.

Odessa mendongak dengan kaget. "Nggak tetap?" Setelah menenangkan diri selama beberapa detik, dia kembali bertanya dengan hati-hati, "Kalau begitu, apa boleh kuartikan sama dengan pengangguran?"

Odessa menunggu lama, tetapi tidak ada bantahan dari Kenzo. Dalam hati, dia menghela napas. Sepertinya dugaannya benar. Seharusnya dia sudah menyadarinya.

Di abad 21 ini, bahkan jika tidak punya prestasi besar sekalipun, seorang pria yang memiliki tekad setidaknya tidak akan mengandalkan keluarganya untuk menyewa rumah. Dia mengamati Kenzo dari ujung kepala hingga kaki lagi, lalu kembali mendesah dalam hati.

Ckck! Sayang sekali, padahal wajahnya tampan, tapi malah malas bekerja .... Sia-sia saja!

"Pak Kenzo, aku nggak tahu situasimu seperti ini. Tapi sekarang kita sudah menikah, jadi anggap saja aku memberi nasihat tulus sebagai keluargamu. 'Seorang pemimpin nggak dilahirkan begitu saja, melainkan diperoleh dari usahanya sendiri'."

Setelah berkata demikian, Odessa berhenti sejenak. Sementara itu, Kenzo memasang ekspresi seolah-olah mendengarkan dengan sepenuh hati, tetapi hatinya sebenarnya sedang tertawa sinis. Dia berpikir, 'Tentu saja, di sinilah dia kembali memainkan peran malaikatnya.'

"Sebagai putra sulung dan kakak tertua dari adik-adikmu, kamu harus jadi panutan bagi mereka. Kalau semua adikmu malas-malasan sepertimu dan hanya mengharapkan nafkah dari ayahmu ... menurutmu berapa lama lagi Pak Melvin harus berdagang untuk menghidupi kalian berlima?"

Kenzo yang semula merasa telah mengenal Odessa luar dalam, justru dibuat geli oleh kata-kata tulusnya. Sambil tersenyum, dia bertanya, "Kalau begitu, Bu Odessa, menurutmu seorang pria seharusnya bekerja keras untuk mengubah hidupnya sendiri. Lalu, apa wanita nggak perlu menjalani proses itu dan bisa langsung mengambil jalan pintas dengan mencari pria kaya?"

Odessa tidak memahami sepenuhnya mengapa Kenzo menyinggung hal ini. Namun, dia tetap menjawab dengan tulus, "Tentu saja nggak. Menurutku, baik pria maupun wanita, semuanya harus mandiri dan berjuang."

Mandiri dan berjuang? Kenzo tertawa geli dalam hati.

Kenzo yang sudah malas melanjutkan drama ini, menunjuk ke belakangnya. "Mulai sekarang, kamu tinggal di kamar itu. Aku tinggal di kamar sebelah timur. Tanpa izinku, jangan masuk ke ruang pribadiku."

Setelah berkata demikian, dia langsung masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan keras. Odessa terdiam di tempat dengan kaget. Apa-apaan pria ini? Odessa bahkan tidak keberatan dengan kondisinya yang seperti ini ... Lalu, dari mana datangnya sikap penuh permusuhan ini?

Sambil menggerutu dalam hati, Odessa menarik koper menuju kamarnya. Namun saat itu, ponselnya berbunyi. Ketika melihat layar, tampak panggilan video dari Melvin. Setelah ragu sejenak, Odessa melangkah ke sofa dan mengangkat panggilan tersebut.

"Odessa, sudah sampai rumah baru? Mana Kenzo? Anak itu nggak jawab teleponku!"

"Pak Melvin, dia ...."

"Pak Melvin?" Wajah Melvin di layar seketika berubah menjadi kesal.

Odessa menelan ludah dan akhirnya mengganti panggilannya, "Ayah ...."

"Nah, begitu dong!" Melvin langsung tersenyum puas.

"Kenzo mungkin lagi mandi. Setelah dia selesai nanti ...."

"Nggak masalah, nggak perlu dia balas teleponku. Aku cuma mau mastiin kalian bersama-sama. Hari ini hari pertama pernikahan kalian, jadi Ayah nggak mau ganggu lagi. Cepatlah mandi juga sana, buruan!"

Dengan terburu-buru, Melvin langsung menutup panggilan. Odessa hanya bisa tertegun beberapa detik karena belum sepenuhnya paham dengan alur perbincangan tadi.

Awalnya, Odessa ingin membahas mengenai sewa rumah ini dengan Melvin. Namun setelah panggilan yang terburu-buru itu, Odessa hanya bisa menghela napas. Mengingat bahwa dia belum memberi kabar pada ibunya, Odessa segera menelepon Tiana.

Odessa mengobrol lama dengan Tiana dan meyakinkannya bahwa semuanya baik-baik saja. Setelah selesai, dia melemparkan ponsel ke sofa dan bersandar sejenak sambil memejamkan mata untuk menenangkan diri. Setelah suasana hatinya mulai stabil, dia bangkit menuju kamar untuk membereskan barang-barangnya.

Tak lama setelah Odessa masuk ke kamar, Kenzo yang sudah selesai mandi pun keluar. Dia mengambil segelas air putih dan duduk di sofa. Di ponselnya ada banyak pesan kerja yang sudah menumpuk, serta satu panggilan tak terjawab dari ayahnya. Tanpa memedulikan panggilan tersebut, dia mulai memeriksa pesan kerja satu per satu.

Tiba-tiba, terdengar bunyi notifikasi baru di sebelahnya. Awalnya dia tidak memperhatikannya, tapi setelah bunyi itu terdengar beberapa kali, dia menoleh dan melihat ponsel Odessa yang menyala di sofa di sampingnya. Beberapa pesan yang cukup mencolok tiba-tiba memenuhi layar ponsel itu, membuat matanya terpaku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status