Tak lama setelah Kenzo pergi, Odessa juga keluar untuk bekerja. Rumah barunya di Kompleks Sawarna ternyata lebih dekat ke tempat kerjanya di Grup Alaya, perusahaan yang berfokus pada fesyen.Setelah lulus, dia langsung bekerja di sana sebagai asisten desainer dan sekarang sudah hampir tiga tahun. Meski kemampuannya sudah mencapai level seorang desainer, entah mengapa dia belum pernah mendapat kesempatan promosi. Odessa menduga dirinya ditekan oleh atasan, satu-satunya alasan yang menurutnya masuk akal di dunia kerja yang kadang penuh intrik.Meski merasa tidak puas, dia tetap bekerja dengan tekun. Pukul tiga sore, Odessa punya sedikit waktu luang setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Mengingat pembicaraannya tadi pagi dengan Kenzo, dia menduga pria itu tidak akan menanggapi serius soal pertemuan keluarga.Setelah mempertimbangkan sejenak, dia memutuskan untuk langsung menelepon Melvin dan memintanya untuk mengatur pertemuan tersebut.Setelah telepon tersambung, terdengar suara Melv
Pukul lima tepat, Odessa selesai kerja dan keluar dari kantor. Setelah merapikan barang-barangnya, dia memesan taksi menuju Klub Wiyata. Bella sudah tiba lebih dulu dan menunggu di depan pintu masuk.Odessa dan Bella sudah berteman lama, mereka lebih seperti saudara kandung daripada teman. Begitu Odessa turun dari taksi dengan wajah serius, Bella segera menghampirinya dan berbisik, "Tolong kondisikan ekspresimu. Jangan terlalu jelas."Odessa mendengus, "Siapa sih yang bisa datang ke undangan begini sambil pasang wajah senyum?""Tenang saja. Target Frenny hari ini adalah Aliando. Dia akan sibuk cari perhatian, mana mungkin ingat kita? Nanti kita cari sudut yang sepi dan lewati saja acara ini.""Semoga saja!" balas Odessa.Keduanya lalu melangkah masuk ke klub dan berjalan menuju ruang yang sudah disebutkan di pesan grup. Di depan pintu, mereka menarik napas dalam-alam secara bersamaan. Begitu mendorong pintu, suasana hangat di dalam ruangan itu mendadak menjadi senyap begitu melihat mer
Mendengar ucapan Frenny dan Juna yang saling bersahutan, Odessa hanya tersenyum kecil setelah terdiam beberapa detik."Apa yang mau disayangkan? Dengan kecerdasanku, mau ngambil delapan jurusan sekaligus sekalipun nggak bakal jadi masalah. Kedokteran memang hobiku dan sudah kupelajari saat waktu luang. Bahkan dari melihat wajah saja, Juna, aku bisa tahu kalau akhir-akhir ini kamu banyak buang angin, bukan?"Juna tertegun sejenak. Odessa melanjutkan, "Menurut ilmu pengobatan tradisional, sering buang angin itu tanda gangguan pencernaan akibat limpa dan lambung yang lemah. Sebaiknya kamu perbanyak minum teh jali, makan yang ringan dan hindari makanan dingin.""Dari tadi aku perhatikan, sejak aku masuk ruangan ini, kamu sudah buang angin lebih dari 10 kali. Ini masalah yang cukup serius, perlu segera diobati."Juna tercengang dan wajahnya memerah. Setelah sadar, dia berdiri dengan wajah merah padam dan membantah dengan keras, "Odessa, kamu asal bicara! Mana ada aku buang angin?""Kalau be
Ketika ruangan hanya menyisakan Odessa dan Bella, Bella tersenyum pahit sambil bertanya, "Kita pulang saja?""Pulang kenapa? Ada banyak makanan enak di sini. Mubazir kalau dibuang." Odessa menatap tumpukan makanan di meja, lalu duduk untuk mulai mengisi perutnya. Bella ikut duduk, lalu mengambil sebotol koktail.Menyadari bahwa ejekan dari teman-teman tadi membuat Bella tak nyaman, Odessa mencoba mengalihkan perhatian Bella. "Aku mau cerita sesuatu. Jangan kaget, ya.""Apa?" Bella mengangkat botol koktailnya dan bersiap-siap untuk minum."Aku sudah menikah."Pffttt! Minuman yang baru saja masuk ke mulut Bella langsung tersembur karena terkejut. "A ... apa katamu? Kamu nikah?"Odessa mengangguk."Kapan?""Kemarin."Bella yang masih terkejut, meletakkan tangan di dahi Odessa. "Kamu nggak salah, 'kan? Kamu pacaran saja nggak pernah, sekarang malah sudah nikah. Kamu nikah sama siapa?""Orang asing. Sebelum kami ngurus akta nikah kemarin, kami nggak saling kenal."Bella terdiam lagi memanda
Hari itu, Bella menerima pesan dari nomor kakaknya mengatakan bahwa dia sudah tiba di Kota Blackwood dan sedang menunggunya di stasiun. Bella percaya saja, lalu meminta suaminya untuk menjemput kakaknya di stasiun. Namun setelah Aidan berangkat, Bella baru mengetahui bahwa pesan itu sebenarnya hanya lelucon April Mop dari keponakannya yang meminjam ponsel ayahnya.Aidan yang merasa dikerjai, pulang dengan amarah terpendam. Namun, di tengah jalan dia mengalami kecelakaan dengan mobil lain. Nyawanya memang selamat, tapi sejak saat itu, dia tidak bisa menjalani kehidupan suami istri yang normal. Sejak itu, Aidan menjadi pemabuk dan sering melampiaskan amarahnya dengan memukul Bella setiap kali mabuk."Sekarang aku cuma berharap anakku cepat besar, supaya aku bisa keluar dari penderitaan ini," ujar Bella dengan suara lelah."Bertahan sampai anakmu besar? Dengan seberapa sering Aidan memukulmu sekarang, kamu yakin bisa hidup selama itu?" Odessa merasakan amarah yang membara di dadanya.Dia
Setelah menikmati makanan dan minuman tanpa menahan diri, Odessa akhirnya bangkit dengan langkah goyah dan berkata, "Aku mau ke toilet dulu."Klub Wiyata, dengan kemewahannya yang menyerupai labirin, membuat Odessa harus berputar-putar cukup lama sebelum menemukan toilet. Keluar dari toilet, dia kembali kebingungan mencari ruang VIP tempat dia dan Bella berada.Saat sedang mencari, Odessa tiba-tiba melihat sosok yang tidak asing di kejauhan. Sosok itu tinggi, berwibawa, dengan profil samping yang sangat mirip dengan suaminya yang baru dinikahi kemarin, Kenzo. Odessa mengira dirinya sedang berhalusinasi. Mana mungkin suaminya yang miskin bisa muncul di tempat semewah ini?Namun, langkahnya berhenti sejenak untuk melihat sosok itu lebih dekat. Sosok pria dengan gaya dingin dan tampilan anggun itu memang tampak persis seperti suaminya. Lantaran merasa bingung dan tidak yakin, Odessa melangkah maju perlahan dan memanggilnya dengan hati-hati, "Kenzo?"Kenyataannya, Odessa tidak salah lihat.
Odessa berdiri di tepi jalan dan menghentikan taksi, lalu mendorong Kenzo masuk dengan penuh amarah. Begitu sampai di rumah di Kompleks Sawarna, Odessa segera mencuci wajahnya dengan air dingin, lalu kembali dengan napas terengah-engah karena menahan marah.Sambil berdiri di hadapan Kenzo, dia mulai memarahinya, "Kamu tahu nggak? Waktu kemarin kamu bilang nggak punya pekerjaan tetap, aku sebenarnya sudah khawatir. Aku takut kamu bakal nyari jalan pintas dengan memanfaatkan penampilanmu. Ternyata benar saja, yang kutakutkan benaran terjadi!"Tidak heran Odessa salah paham. Penampilan Kenzo memang sangat menarik perhatian. Jemarinya yang bersih dan terawat, tidak tampak seperti orang yang pernah bekerja kasar. Meski katanya berasal dari keluarga biasa, terlihat jelas bahwa Kenzo tidak pernah bekerja keras. Bisa dibayangkan betapa malasnya dia."Kamu ini pria dewasa. Bukannya nyari kerja yang benar, kamu malah menghibur wanita kaya untuk hidup. Apa kamu nggak merasa malu?""Meskipun harus
"Mengenyangkan perut dengan membayangkan makanan?" Sepatah kalimat ini membuat Odessa kehabisan kata-kata."Kalau begitu ... maksudnya kamu belum pernah berhubungan fisik sama wanita-wanita kaya itu?" tanya Odessa."Lebih tepatnya, mereka memuaskan nafsu dengan melihat ketampananku." Ucapan yang tidak tahu malu ini membuat Odessa tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Suasana menjadi hening seketika.Melihat Odessa terdiam, Kenzo melontarkan pertanyaan yang tajam, "Bu Odessa, kita ini nggak ada dasar perasaan. Kalau mau bicara terus terang, kita ini cuma dua orang asing yang kebetulan menjalani hidup bersama.""Aku yakin di masa depan yang kamu rencanakan, aku juga bukan bagian di dalamnya. Jadi, kenapa kamu harus begitu serius menanggapi masalah ini?"Nada sindiran dari pertanyaannya membuat Odessa terdiam. Benar juga, tujuan pernikahan ini memang bukan untuk menjalani kehidupan seumur hidup. Jadi, apa hubungannya kalau Kenzo menjadi gigolo? Bukankah Odessa memang tidak perlu semar