Itu memang foto suami miskin Odessa. Jaeli melihat wajah Gladys yang dipenuhi sanjungan. Kemudian, dia teringat Kenzo sempat keluar untuk bertelepon sebelum Declan didepak dari proyek.Jaeli pun naik pitam. "Berengsek! Beraninya mereka macam-macam dengan kita! Pasti Odessa menghasut suaminya melakukan ini! Tenang saja, aku bakal minta penjelasan dari jalang itu besok!""Oke. Kuserahkan masalah ini kepadamu. Menyebalkan! Beraninya mereka menghalangi jalanku! Dendam ini harus dibalaskan!" ujar Declan.....Keesokan pagi setelah bangun, Odessa melihat ranjang Kenzo masih rapi. Jelas, Kenzo tidak pulang semalaman.Hal ini membuat Odessa tak kuasa berpikir, ke mana Kenzo pergi? Muncul banyak adegan di benak Odessa.Kenzo mencari Gladys untuk curhat. Kemudian, Gladys menggunakan tubuh gendutnya untuk memeluk Kenzo, menghiburnya, dan memberinya kehangatan. Seiring malam makin larut, Gladys membawanya ke hotel, lalu mereka ....Odessa tidak ingin melanjutkan imajinasinya lagi. Dia menggeleng s
"Memang dia penyebabnya!" pekik Jaeli sambil tersenyum sinis.Odessa menyunggingkan senyuman. "Sepertinya kamu terlalu mengganggap hebat dia? Dia nggak punya kemampuan seperti itu.""Dia memang nggak punya, tapi wanita yang mendukungnya punya." Jaeli menunjukkan foto yang dipotret Declan dengan murka, lalu meneruskan, "Kamu pasti tahu suamimu punya sugar mommy, 'kan?"Odessa melihat Kenzo dan Gladys di dalam foto itu. Dilihat dari lingkungan di sekitar, mereka jelas berada di Klub Wiyata. Seketika, ekspresinya menjadi masam. Jadi, semalam Kenzo benar-benar bersama Gladys?Ketika melihat perubahan pada ekspresi Odessa, Jaeli tahu spekulasinya benar. Dia pun mengangkat tangan untuk menampar Odessa. "Dasar jalang! Beraninya kalian macam-macam denganku! Hari ini aku bakal memberimu pelajaran!""Apa-apaan kamu ini?" Ketika tangan Jaeli terangkat di udara, tiba-tiba ada yang menahannya. Jaeli pun mendongak dan melihat seorang pria tampan.Setelah termangu sejenak, Jaeli berusaha melepaskan t
Bulan Mei di Kota Blackwood, bunga-bunga bermekaran dengan indahnya. Angin bertiup lembut membawa kelopak bunga sakura yang berguguran di tepi jalan, seolah-olah menggambarkan hati Odessa yang sedang kacau."Odessa, Ayah sudah lama pengen sama kamu. Kamu mau samaku, 'kan? Ibumu sudah tua, tubuhnya sudah kering kerontang. Aku nggak punya rasa lagi.""Kalau kamu ... kamu masih segar dan cantik, setiap hari aku cuma bisa nelan ludah lihat kamu. Aku nggak bisa tahan lagi! Aku sudah nabung banyak uang selama ini dari ngobatin orang. Kalau kamu mau sama aku, uang ini akan kuberikan padamu semua, gimana?"Itulah kata-kata menjijikkan yang disampaikan ayah tirinya, Sugian Kosasih, tadi malam saat dia mengadang Odessa di depan pintu kamarnya. Begitu kata-kata memalukan itu dilontarkan, Odessa langsung menyiapkan tongkat setrum yang dibawanya dan membuat pria bejat itu jatuh pingsan.Ketika Odessa berusia 9 tahun, orang tuanya telah bercerai. Ibunya membawa Odessa serta adiknya, Howie Aristya, y
Keluar dari kantor catatan sipil, keduanya masing-masing membawa selembar akta nikah. Namun, bukannya tampak seperti pasangan pengantin baru yang berbahagia, mereka malah berjalan ke arah berlawanan. Situasinya ini lebih mirip sepasang mantan yang baru saja bercerai. Di luar, Melvin sudah tidak lagi terlihat, mungkin ada urusan yang membuatnya pergi terlebih dulu.Odessa melirik sosok Kenzo yang tinggi dan tegap di hadapannya. Setelah ragu sejenak, dia lalu memanggil, "Pak Kenzo ...."Kenzo menghentikan langkahnya."Tadi ucapanku belum selesai, tapi kamu langsung memotongnya. Menurutku, aku tetap perlu menjelaskan. Aku nggak mikir berlebihan, justru kamu yang mikir terlalu jauh."Setelah memberi penjelasan, Odessa berbalik dan hendak pergi, tetapi tiba-tiba suara Kenzo menghentikannya lagi, "Tunggu sebentar."Odessa berbalik dan menatapnya."Bu Odessa memutuskan untuk menikah denganku dalam waktu singkat begini ... apa kamu sudah tahu tentang kondisi keluargaku?"Selama sebulan mengena
Odessa turun dari bus dan berjalan sekitar tujuh hingga delapan menit sebelum akhirnya sampai di Klinik Semi, tempat praktik Sugian. Begitu hendak melangkah masuk, dia mendengar suara Sugian yang sedang memaki di dalam.Sejak permintaannya semalam untuk "dekat" dengan Odessa ditolak mentah-mentah dan malah terbaring pingsan selama dua jam akibat setruman, suasana hati Sugian sepanjang hari ini jadi muram. Saat melihat istrinya, Tiana, yang sudah mulai menua dan sedang menyapu di klinik, dia melampiaskan amarahnya pada wanita itu."Sapu saja terus! Kamu memang cuma bisa jadi pembantu. Coba lahirkan seorang anak laki-laki untukku kalau memang berguna. Sudah belasan tahun menikah, satu keturunan pun nggak ada! Kamu ini benar-benar nggak berguna!"Mendengar hinaan pedas itu, Tiana melemparkan sapu yang dipegangnya ke lantai dan membalas, "Sugian, aku punya putra dengan suamiku yang dulu! Kenapa kamu nggak pernah mikir masalahnya ada pada dirimu?""Punya putra? Hebat sekali, ya? Tapi, meman
"Odessa sudah nikah, dia mau pindah dan tinggal sama suaminya." Ucapan Tiana yang santai ini membuat Sugian tercengang.Dia mulai lepas kendali dan memaki kedua orang itu dengan mata membelalak marah, "Tiana, kamu ngomong apaan? Odessa bahkan nggak punya pacar, mau nikah sama siapa dia?"Odessa langsung mengangkat akta nikahnya di hadapan Sugian. Sugian meraihnya dengan cepat dan begitu dia melihat pria muda di foto berdampingan dengan Odessa, amarahnya langsung membuncah. Dia hampir ingin merobek foto itu, tapi akhirnya berusaha menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya.Sugian melemparkan buku nikah itu ke lantai. "Konyol! Menikah diam-diam seperti ini nggak masuk akal. Aku nggak terima pernikahan ini!"Melihat kemarahan Sugian yang begitu besar, Tiana menatapnya dengan curiga dan bertanya, "Sugian, waktu putri kamu hamil sebelum menikah dulu, kamu nggak semarah ini. Tapi sekarang, putriku menikah secara sah dan resmi, kenapa kamu nggak terima?"Mata Sugian menyiratkan sedikit ra
Setelah keluar dari kamar, Odessa tidak langsung pergi, melainkan berbelok menuju dapur. Dengan punggung yang tampak ringkih, Tiana sedang berdiri memotong sayuran sambil mengenakan celemek. Odessa menahan rasa perih di hatinya dan memanggil, "Ibu ...."Tiana berbalik melihat koper di sisi Odessa dan meletakkan pisau sayur yang dipegangnya. Dia mendekat dan bertanya, "Kamu mau pergi sekarang? Nggak mau makan malam dulu?""Nggak, Bu. Aku harus segera beresin semua barang-barang ini begitu sampai di tempat baru."Setelah memastikan Sugian tidak mengikuti mereka, Odessa buru-buru menyelipkan kartu ATM ke tangan ibunya."Apa ini?""Ibu, ini uang mahar dari menantumu, meski nominalnya cuma 100 juta. Nanti kalau dia sudah punya lebih banyak uang, dia akan ngasih tambahan untukmu.""Nggak, aku nggak mau!" tolak Tiana."Bu, simpan saja. Nanti Howie pasti masih butuh banyak biaya dan kita nggak bisa mengandalkan dari Sugian.""Lebih baik kamu simpan saja. Kamu baru mulai menjalani kehidupan bar
Kelvin dan Kenneth langsung membandingkan nama di kontak itu. Setelah memastikan itu adalah orang yang sama, mereka berkata serempak, "Kak Kenzo, Kakak Ipar nelepon!"Kenzo baru membuka matanya perlahan-lahan. Padahal dia sudah mengatakan dengan jelas kepada Odessa untuk menghubunginya hanya kalau ada masalah. Apa ucapannya tadi belum cukup jelas?Sambil menahan amarah dalam hatinya, Kenzo menarik napas dalam-dalam, lalu membuka ponsel itu dengan tidak sabaran, "Kenapa?""Kamu boleh jemput aku nggak?" tanya Odessa."Mau jemput ke mana?"Setelah hening sejenak, Odessa mengisyaratkan, "Kita sudah nikah.""Lalu?" tanya Kenzo."Aku mau pindah ke rumahmu."Saat Kenzo baru saja hendak mencari alasan untuk menolaknya, tiba-tiba terdengar suara koper besar yang diletakkan di hadapannya. Kenzo mendongak perlahan-lahan dan melihat ayahnya yang sedang berkacak pinggang di hadapannya.Melvin menunjuk koper yang ada di depan Kenzo, lalu menunjuk tumpukan panci dan wajan yang menumpuk di sudut vila.