Di depan Klinik Semi.Odessa sedang menunggu teman Kenzo untuk menjemputnya. Ibunya juga ikut menunggu bersamanya. Meski tidak mengatakan apa pun, wajah Tiana tampaknya tidak senang. Entah itu hanya firasatnya atau bukan, Tiana merasa bahwa menantu yang tidak pernah dijumpainya ini tidak terlalu peduli dengan Odessa."Odessa, cepat atur pertemuan dengan keluarga suamimu ya. Jangan lupa," pesan Tiana."Aku mengerti, Bu. Kamu sudah ingatin aku tiga kali. Nanti setelah Howie pulang akhir pekan, aku akan mengaturnya."Adiknya, Howie, adalah murid kelas 3 SMA. Biasanya Howie tinggal di asrama sekolah dan hanya pulang di akhir pekan."Kamu sudah kasih tahu Howie soal pernikahanmu?" tanya Tiana."Belum. Ujiannya sudah dekat, sebaiknya fokus belajar dulu. Nanti baru kita bicarakan setelah dia pulang akhir pekan supaya fokusnya nggak teralihkan."Tiana mengangguk, "Benar juga."Di saat keduanya tengah asyik mengobrol, sebuah mobil melaju ke arah depan pintu klinik dengan perlahan. Dari mobil it
Kenzo merasa telah meremehkan keberanian wanita ini. Enggan berdebat lebih jauh, dia menarik salah satu koper Odessa dan mulai berjalan terlebih dulu. Setelah beberapa langkah, dia mendengar wanita itu memanggil dari belakang, "Hei, tunggu sebentar ...."Dengan kesal, dia menoleh.Odessa menunjuk ke arah kompleks perumahan di sebelah mereka dengan ragu-ragu. "Kamu tinggal di sini?""Ya.""Ini Kompleks Sawarna, lho?" tanya Odessa."Apa ada masalah?" tanya Kenzo lagi."Di sini termasuk perumahan elite. Terlepas dari uang sewanya, biaya listrik dan air di sini saja butuh setidaknya jutaan, 'kan?" lanjut Odessa."Lalu? Apa yang mau kamu bilang?" tanya Kenzo lagi."Maksudku, kalau ekonomi keluargamu kurang bagus, nggak perlu segengsi ini nyewa rumah di sini, 'kan?" Odessa benar-benar tulus saat mengatakan hal ini. Namun, nasihatnya yang tulus ini malah terkesan konyol bagi Kenzo.Padahal Odessa jelas-jelas mengincar statusnya sebagai orang terkaya, tapi sekarang malah berpura-pura sederhana
"Pekerjaanku nggak tetap," balas Kenzo dengan tak acuh.Odessa mendongak dengan kaget. "Nggak tetap?" Setelah menenangkan diri selama beberapa detik, dia kembali bertanya dengan hati-hati, "Kalau begitu, apa boleh kuartikan sama dengan pengangguran?"Odessa menunggu lama, tetapi tidak ada bantahan dari Kenzo. Dalam hati, dia menghela napas. Sepertinya dugaannya benar. Seharusnya dia sudah menyadarinya.Di abad 21 ini, bahkan jika tidak punya prestasi besar sekalipun, seorang pria yang memiliki tekad setidaknya tidak akan mengandalkan keluarganya untuk menyewa rumah. Dia mengamati Kenzo dari ujung kepala hingga kaki lagi, lalu kembali mendesah dalam hati.Ckck! Sayang sekali, padahal wajahnya tampan, tapi malah malas bekerja .... Sia-sia saja!"Pak Kenzo, aku nggak tahu situasimu seperti ini. Tapi sekarang kita sudah menikah, jadi anggap saja aku memberi nasihat tulus sebagai keluargamu. 'Seorang pemimpin nggak dilahirkan begitu saja, melainkan diperoleh dari usahanya sendiri'."Setelah
Kenzo bahkan tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel itu dan melihatnya dengan saksama. Di layar ponsel, terlihat tiga buah pesan baru.[ Sudah tidur? ][ Odessa, aku kangen kamu. ][ Aku pingin memelukmu dengan erat dalam pelukanku yang hangat. ]Ketiga pesan itu berasal dari orang yang sama ... "Tua Tua Keladi".Huh! Dilihat dari namanya, jelas sekali itu adalah nama pria tua! Seketika, Kenzo merasa harga dirinya terinjak. Wanita yang tadinya masih berceramah panjang lebar soal kemandirian, kini sudah dicari selingkuhannya? Ironis sekali!Tatapan Kenzo dipenuhi amarah. Baru hari pertama pernikahan saja dia sudah diselingkuhi. Kenzo menggenggam erat ponsel itu dan hendak menanyakannya pada Odessa. Namun setelah menenangkan diri dan berpikir sejenak, Kenzo meragukan apakah Odessa akan mengakui perbuatannya hanya dengan beberapa pesan singkat ini?Kecuali dia bisa memergoki mereka secara langsung. Jika tidak, wanita itu pasti mati-ma
Tak lama setelah Kenzo pergi, Odessa juga keluar untuk bekerja. Rumah barunya di Kompleks Sawarna ternyata lebih dekat ke tempat kerjanya di Grup Alaya, perusahaan yang berfokus pada fesyen.Setelah lulus, dia langsung bekerja di sana sebagai asisten desainer dan sekarang sudah hampir tiga tahun. Meski kemampuannya sudah mencapai level seorang desainer, entah mengapa dia belum pernah mendapat kesempatan promosi. Odessa menduga dirinya ditekan oleh atasan, satu-satunya alasan yang menurutnya masuk akal di dunia kerja yang kadang penuh intrik.Meski merasa tidak puas, dia tetap bekerja dengan tekun. Pukul tiga sore, Odessa punya sedikit waktu luang setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan. Mengingat pembicaraannya tadi pagi dengan Kenzo, dia menduga pria itu tidak akan menanggapi serius soal pertemuan keluarga.Setelah mempertimbangkan sejenak, dia memutuskan untuk langsung menelepon Melvin dan memintanya untuk mengatur pertemuan tersebut.Setelah telepon tersambung, terdengar suara Melv
Pukul lima tepat, Odessa selesai kerja dan keluar dari kantor. Setelah merapikan barang-barangnya, dia memesan taksi menuju Klub Wiyata. Bella sudah tiba lebih dulu dan menunggu di depan pintu masuk.Odessa dan Bella sudah berteman lama, mereka lebih seperti saudara kandung daripada teman. Begitu Odessa turun dari taksi dengan wajah serius, Bella segera menghampirinya dan berbisik, "Tolong kondisikan ekspresimu. Jangan terlalu jelas."Odessa mendengus, "Siapa sih yang bisa datang ke undangan begini sambil pasang wajah senyum?""Tenang saja. Target Frenny hari ini adalah Aliando. Dia akan sibuk cari perhatian, mana mungkin ingat kita? Nanti kita cari sudut yang sepi dan lewati saja acara ini.""Semoga saja!" balas Odessa.Keduanya lalu melangkah masuk ke klub dan berjalan menuju ruang yang sudah disebutkan di pesan grup. Di depan pintu, mereka menarik napas dalam-alam secara bersamaan. Begitu mendorong pintu, suasana hangat di dalam ruangan itu mendadak menjadi senyap begitu melihat mer
Mendengar ucapan Frenny dan Juna yang saling bersahutan, Odessa hanya tersenyum kecil setelah terdiam beberapa detik."Apa yang mau disayangkan? Dengan kecerdasanku, mau ngambil delapan jurusan sekaligus sekalipun nggak bakal jadi masalah. Kedokteran memang hobiku dan sudah kupelajari saat waktu luang. Bahkan dari melihat wajah saja, Juna, aku bisa tahu kalau akhir-akhir ini kamu banyak buang angin, bukan?"Juna tertegun sejenak. Odessa melanjutkan, "Menurut ilmu pengobatan tradisional, sering buang angin itu tanda gangguan pencernaan akibat limpa dan lambung yang lemah. Sebaiknya kamu perbanyak minum teh jali, makan yang ringan dan hindari makanan dingin.""Dari tadi aku perhatikan, sejak aku masuk ruangan ini, kamu sudah buang angin lebih dari 10 kali. Ini masalah yang cukup serius, perlu segera diobati."Juna tercengang dan wajahnya memerah. Setelah sadar, dia berdiri dengan wajah merah padam dan membantah dengan keras, "Odessa, kamu asal bicara! Mana ada aku buang angin?""Kalau be
Ketika ruangan hanya menyisakan Odessa dan Bella, Bella tersenyum pahit sambil bertanya, "Kita pulang saja?""Pulang kenapa? Ada banyak makanan enak di sini. Mubazir kalau dibuang." Odessa menatap tumpukan makanan di meja, lalu duduk untuk mulai mengisi perutnya. Bella ikut duduk, lalu mengambil sebotol koktail.Menyadari bahwa ejekan dari teman-teman tadi membuat Bella tak nyaman, Odessa mencoba mengalihkan perhatian Bella. "Aku mau cerita sesuatu. Jangan kaget, ya.""Apa?" Bella mengangkat botol koktailnya dan bersiap-siap untuk minum."Aku sudah menikah."Pffttt! Minuman yang baru saja masuk ke mulut Bella langsung tersembur karena terkejut. "A ... apa katamu? Kamu nikah?"Odessa mengangguk."Kapan?""Kemarin."Bella yang masih terkejut, meletakkan tangan di dahi Odessa. "Kamu nggak salah, 'kan? Kamu pacaran saja nggak pernah, sekarang malah sudah nikah. Kamu nikah sama siapa?""Orang asing. Sebelum kami ngurus akta nikah kemarin, kami nggak saling kenal."Bella terdiam lagi memanda