Share

Bab 6

Kelvin dan Kenneth langsung membandingkan nama di kontak itu. Setelah memastikan itu adalah orang yang sama, mereka berkata serempak, "Kak Kenzo, Kakak Ipar nelepon!"

Kenzo baru membuka matanya perlahan-lahan. Padahal dia sudah mengatakan dengan jelas kepada Odessa untuk menghubunginya hanya kalau ada masalah. Apa ucapannya tadi belum cukup jelas?

Sambil menahan amarah dalam hatinya, Kenzo menarik napas dalam-dalam, lalu membuka ponsel itu dengan tidak sabaran, "Kenapa?"

"Kamu boleh jemput aku nggak?" tanya Odessa.

"Mau jemput ke mana?"

Setelah hening sejenak, Odessa mengisyaratkan, "Kita sudah nikah."

"Lalu?" tanya Kenzo.

"Aku mau pindah ke rumahmu."

Saat Kenzo baru saja hendak mencari alasan untuk menolaknya, tiba-tiba terdengar suara koper besar yang diletakkan di hadapannya. Kenzo mendongak perlahan-lahan dan melihat ayahnya yang sedang berkacak pinggang di hadapannya.

Melvin menunjuk koper yang ada di depan Kenzo, lalu menunjuk tumpukan panci dan wajan yang menumpuk di sudut vila. Pesannya jelas: Kenzo harus memilih, apakah dia akan pindah keluar dan tinggal bersama istrinya atau Melvin akan terus berjualan di pinggir jalan.

Kenzo hampir tidak bisa menahan amarahnya. Namun, di bawah ancaman ini, dia tidak punya pilihan selain berkata, "Aku lagi ada urusan sekarang dan nggak bisa ke sana. Aku suruh teman untuk jemput kamu ya. Kirimkan lokasimu."

Di ujung telepon, Odessa terdiam selama dua detik sebelum menjawab pelan, "Baiklah."

Selesai menutup telepon, Kenzo menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia berdiri dan menatap ayahnya dengan frustrasi. "Apa maksud Ayah sebenarnya?"

"Apa maksudku? Seharusnya aku yang nanya begitu! Bukannya kamu menuduh Odessa sengaja mendekatiku dan bekerja sama dengan pencuri untuk mendapatkan perhatianku? Bukannya kamu mau mengujinya?"

"Kalau kalian nggak tinggal sama-sama, mau diuji bagaimana? Dengan imajinasi?" Melvin membalasnya dengan nada tinggi.

Kenzo menggertakkan giginya. "Paling nggak, beri aku sedikit waktu untuk menyesuaikan diri! Ayah tahu nggak, aku bahkan belum bisa menerima kenyataan bahwa aku sudah menikah!"

"Memangnya aku peduli kamu bisa menerimanya atau nggak? Sudah telanjur terjadi, mau nggak mau, kamu harus menerimanya. Ayo, cepat pergi." Melvin mendorong putranya ke pintu seperti menggiring bebek.

"Tunggu apa lagi? Kalau punya waktu, sebaiknya kamu uji istrimu saja!"

Kelvin menyerbu ayahnya, "Ayah, ini nggak terlalu bagus, 'kan? Kakak sudah terbiasa hidup nyaman. Kalau disuruh hidup susah, dia mungkin nggak sanggup!"

"Iya, Ayah. Kami bakal rindu Kakak kalau dia pergi!" timpal Kenneth sambil berpura-pura menyeka air matanya.

Kennedy juga ikut berpura-pura menangis, "Kak Kenzo ... kami nggak rela meninggalkanmu ...."

Begitu ayah dan kakak mereka menghilang di balik pintu vila, ketiga aktor itu langsung berpelukan dan bersorak riang.

"Yeah! Si darah dingin itu akhirnya pergi juga! Sekarang nggak ada lagi yang ngatur-ngatur kita di rumah!" Kelvin melayangkan tinjunya ke langit.

Kenneth menghirup udara kosong seolah-olah sedang meresapi sesuatu. "Ah, tiba-tiba udara jadi segar sekali ...."

Kennedy menempelkan dagunya ke tangan dan menggoyangkan pinggangnya sambil tertawa, "Kakak yang kami hormati akhirnya ditendang keluar! Hahaha!"

Ketika mereka sedang asyik merayakan, tiba-tiba terdengar suara seruan keras yang memotong sorak sorai mereka, "Sudah kuduga kalian bakalan senang! Tadi sok-sokan nggak rela. Memangnya Kenzo nggak tahu sifat kalian?"

Setelah mengantarkan putra sulungnya pergi, Melvin kembali ke dalam untuk menegur ketiga putra lainnya. "Jangan kira kalian bisa jadi raja di rumah ini setelah harimaunya pergi! Meski kakak kalian nggak mengawasi, masih ada aku di rumah ini!"

"Bukannya fokus cari istri dan berkeluarga, justru makin pandai cari alasan buat malas-malasan! Dulu aku ngelahirin dua anak dalam waktu tiga tahun. Lihat saja kalian sekarang, mana ada yang seperti aku dulu!"

Semakin mengomel, emosi Melvin semakin memuncak. Menyadari kesalahan mereka, ketiga bersaudara itu hanya pasrah mendengarkan.

Setelah puas memarahi dan suasana sempat hening sejenak, tiba-tiba si bungsu, Kanye, yang sedari tadi asyik bermain game di pojok sofa menimpali dengan santai, "Yah, bahkan leluhur saja butuh istirahat. Nggak bisa terus-terusan memberkati kita!"

Pfftt!!

Ketiga kakaknya langsung tertawa terbahak-bahak. Kelvin bahkan terpingkal-pingkal sambil memuji adiknya, "Adikku memang paling hebat!"

Adik bungsu mereka ini memang selalu pendiam. Namun begitu dia bersuara, ucapannya selalu bisa menohok hati orang.

Melvin kesal bukan main. Dalam hatinya berpikir, cepat atau lambat, dia pasti akan mati kesal karena beberapa bocah sialan ini!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status