Share

Bab 5

Setelah keluar dari kamar, Odessa tidak langsung pergi, melainkan berbelok menuju dapur. Dengan punggung yang tampak ringkih, Tiana sedang berdiri memotong sayuran sambil mengenakan celemek. Odessa menahan rasa perih di hatinya dan memanggil, "Ibu ...."

Tiana berbalik melihat koper di sisi Odessa dan meletakkan pisau sayur yang dipegangnya. Dia mendekat dan bertanya, "Kamu mau pergi sekarang? Nggak mau makan malam dulu?"

"Nggak, Bu. Aku harus segera beresin semua barang-barang ini begitu sampai di tempat baru."

Setelah memastikan Sugian tidak mengikuti mereka, Odessa buru-buru menyelipkan kartu ATM ke tangan ibunya.

"Apa ini?"

"Ibu, ini uang mahar dari menantumu, meski nominalnya cuma 100 juta. Nanti kalau dia sudah punya lebih banyak uang, dia akan ngasih tambahan untukmu."

"Nggak, aku nggak mau!" tolak Tiana.

"Bu, simpan saja. Nanti Howie pasti masih butuh banyak biaya dan kita nggak bisa mengandalkan dari Sugian."

"Lebih baik kamu simpan saja. Kamu baru mulai menjalani kehidupan baru, nanti juga pasti butuh biaya," pungkas Tiana.

"Aku lagi nggak kekurangan uang, Bu. Cepat simpan saja, jangan sampai Sugian lihat," balas Odessa.

Setelah didesak oleh Odessa, akhirnya Tiana menerima kartu itu. Mereka mengobrol sebentar dan Odessa hendak berangkat sambil menarik kopernya. Namun, tiba-tiba terdengar suara Sugian menghentikannya, "Tunggu!"

Sugian yang masih merasa tidak rela pun mengejar mereka. "Mau buru-buru ke mana kamu bawa dua koper besar begini?"

"Ke rumah suamiku."

"Ke rumah suamimu?" Sugian menyindir dengan nada mengejek, "Nggak masalah kalau nggak ada upacara ataupun prosesi, sekarang kamu malah buru-buru mau ke rumahnya? Odessa, serendah itukah harga dirimu?"

Dia lalu menuding Tiana, "Kamu ini juga bodoh sekali. Cuma dengan foto dan kata-katanya, kamu langsung percaya dia menikah? Ada banyak kejahatan di dunia luar sana. Hati-hati, jangan sampai dia dibawa pergi dan dijual ke luar negeri!"

Mendengar kata-kata Sugian, Tiana mulai merasa tidak nyaman. Bukan karena takut putrinya akan tertipu. Tiana sangat percaya pada kecerdasan Odessa. Namun, ucapan Sugian tentang Odessa yang terlalu bersemangat pindah ke rumah suaminya memang ada benarnya.

"Odessa, apa suamimu nggak bisa jemput kamu? Kamu ini perempuan, pasti nggak mudah membawa dua koper besar begini. Suruh saja dia datang untuk menjemputmu."

Odessa merasakan kuku-kukunya mencengkeram telapak tangannya, lalu menatap Sugian dengan dingin sejenak sebelum tersenyum pada ibunya. "Oke, Bu. Aku telepon dia sekarang."

....

Di tempat lain.

Di sebuah vila mewah di lereng Gunung Emerald, Kenzo duduk di sofa dengan aura dingin sambil menopang dahinya dengan satu tangan dan mata terpejam. Dia masih merasa kesal memikirkan pernikahan yang dipaksakan ini. Di sekitar meja teh di depannya, adik-adiknya sibuk berebut melihat akta nikahnya.

Keempat adik Kenzo diberikan nama yang berawalan dari huruf "K" oleh Melvin. Kecuali si bungsu yang masih terlalu muda dan tak tertarik soal pernikahan karena hanya asyik bermain game, ketiga lainnya heboh dengan berita ini.

Putra ketiga, Kenneth, bertanya, "Kakak ini ya, jagoan wanita yang bantu Ayah nangkap pencuri panci waktu itu?"

Putra kedua, Kelvin, mendengarnya dengan wajah merinding. Dia mendekat, lalu duduk di samping Kenzo dengan raut tak terima. "Kak, demi sebuah panci, Ayah bahkan memaksamu menikah? Ini benar-benar keterlaluan!"

Meskipun berkata demikian dengan wajah serius, dalam hatinya Kelvin merasa sangat lega. Untung saja dia bukan si sulung. Jika tidak, pasti dia yang akan menjadi sasaran dari kisah heroik ini.

Saat pikiran lega itu baru saja terlintas, tiba-tiba terdengar nada dering dari ponsel Kenzo yang tergeletak di meja.

Melihat nama kontak "Odeng" dan mencocokkannya dengan nama di akta nikah, putra keempat, Kennedy, langsung berseru, "Apa ... apa ini benar-benar kakak ipar kita yang baru?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status