Share

Bab 4

"Odessa sudah nikah, dia mau pindah dan tinggal sama suaminya." Ucapan Tiana yang santai ini membuat Sugian tercengang.

Dia mulai lepas kendali dan memaki kedua orang itu dengan mata membelalak marah, "Tiana, kamu ngomong apaan? Odessa bahkan nggak punya pacar, mau nikah sama siapa dia?"

Odessa langsung mengangkat akta nikahnya di hadapan Sugian. Sugian meraihnya dengan cepat dan begitu dia melihat pria muda di foto berdampingan dengan Odessa, amarahnya langsung membuncah. Dia hampir ingin merobek foto itu, tapi akhirnya berusaha menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya.

Sugian melemparkan buku nikah itu ke lantai. "Konyol! Menikah diam-diam seperti ini nggak masuk akal. Aku nggak terima pernikahan ini!"

Melihat kemarahan Sugian yang begitu besar, Tiana menatapnya dengan curiga dan bertanya, "Sugian, waktu putri kamu hamil sebelum menikah dulu, kamu nggak semarah ini. Tapi sekarang, putriku menikah secara sah dan resmi, kenapa kamu nggak terima?"

Mata Sugian menyiratkan sedikit rasa bersalah. Namun, dia segera membentak dengan suara lantang, "Omong kosong! Aku sudah membesarkannya selama ini tanpa menerima sepeser pun mahar. Kamu kira aku bisa menerimanya begitu saja?"

"Nggak ada mahar dan aku sudah telanjur menikah. Mau bagaimanapun, kamu harus tetap menerimanya!" ujar Odessa dengan tegas.

"Kamu ...." Saking kesalnya, raut wajah Sugian menjadi merah padam. Setelah itu, dia membentak istrinya, "Sudah jam berapa ini? Masih belum masak? Mau aku mati kelaparan ya?"

Tiana menggigit bibinya sekilas menahan kekesalan dalam hatinya. Setelah itu, dia berbalik meninggalkan kamar putrinya.

Begitu Tiana pergi, Sugian langsung mengubah sikapnya. Dia tersenyum licik dan berkata, "Odessa, Ayah tahu kamu cuma lagi marah sama aku. Akta nikah itu pasti cuma tipuan, 'kan? Ayah tahu kamu nggak mungkin menikah begitu saja."

"Mungkin ucapan Ayah semalam membuatmu takut, ya? Ayah memang agak tergesa-gesa, tapi Ayah benaran nggak bisa menahan diri lagi. Ayah suka sekali sama kamu dan kamu selalu ada dalam pikiran Ayah ...."

Setelah berkata demikian, dia membuka kedua lengannya dan bersiap memeluk Odessa. Namun, Odessa buru-buru mengeluarkan tongkat setrum dari sakunya dan mengarahkan ujungnya tepat ke dahi Sugian sambil menatap dingin.

"Perlu kuhubungi suamiku sekarang dan kamu ngomong langsung sama dia?"

Langkah Sugian langsung terhenti. Dia masih ingat jelas dengan rasanya disetrum dengan tongkat tersebut. Kata "suami" tadi tampaknya telah memicu amarah Sugian. Wajahnya langsung muram dan matanya memancarkan emosi yang mendalam, seolah-olah mangsa yang sudah lama ditunggunya malah direbut oleh orang lain.

"Odessa, kurasa akhir-akhir ini kamu terlalu sombong, ya? Kamu sudah lupa ya adikmu menderita batuk darah? Percaya nggak, kalau kamu berani keluar dari rumah ini hari ini, aku akan langsung menghentikan obatnya?"

Ketika cara halus tidak berhasil, Sugian beralih menggunakan ancaman. Dia pikir dengan menggunakan kelemahan Odessa, dia bisa membuat Odessa tunduk. Namun, Sugian benar-benar salah besar.

"Silakan saja. Hentikan saja obat adikku, aku akan langsung melaporkanmu atas tuduhan pelecehan. Kamu mungkin nggak nyangka, tapi setiap kata yang kamu ucapkan saat melecehkanku selama ini sudah aku rekam, termasuk percakapan kita barusan."

"Selama ini aku menahan diri hanya karena adikku bergantung pada obatmu. Tapi kalau kamu memutuskan nggak mau mengobatinya lagi, aku juga nggak keberatan habis-habisan denganmu!"

Sugian terkejut seketika. Dia sama sekali tidak menyangka Odessa akan memiliki bukti sekuat itu. Rahangnya menjadi kaku dan ekspresinya tampak beringas.

"Oke, dasar gadis nggak tahu diri! Mau laporin aku? Silakan! Lagian, aku belum berhasil melakukan apa pun, jadi nggak ada bukti pelecehan dan aku nggak akan masuk penjara!"

"Benar, mungkin kamu nggak perlu masuk penjara. Tapi skandalmu yang menginginkan anak tirimu pasti akan tersebar. Reputasimu sebagai tabib yang kamu bangun selama ini akan hancur."

"Pada saat itu, semua orang akan tahu kamu itu cuma lelaki tua mesum. Siapa yang masih mau datang ke Klinik Semi ini?"

"Oh, ngomong-ngomong soal itu, aku jadi ingat hal lain. Hasratmu yang menjijikkan ternyata bukan cuma untukku. Berapa banyak pasien perempuan muda yang datang ke klinikmu selama bertahun-tahun yang tak luput dari tangan kotormu?"

"Terkadang ada pasien yang datang dengan keluhan nyeri di dada. Padahal kamu tahu masalahnya ada di lambung, tapi malah nyuruh pasien ke ruangan belakang dan melepas pakaiannya, lalu memeriksa dadanya."

"Ada lagi yang datang dengan keluhan sakit perut. Padahal kamu bisa langsung diagnosis dengan memeriksa nadinya, tapi kamu malah nyuruh orang untuk buka celana dan terus meraba perutnya."

"Masih banyak kasus-kasus lainnya yang seperti ini. Sayang sekali, aku harus bilang sama kamu bahwa aku sudah memotret dan mengumpulkan semua bukti."

"Menurutmu, kalau kutunjukkan foto ini pada semua suami pasien yang kamu lecehkan itu dan membeberkan semua niat jahatmu, apa mereka akan menghancurkan klinik ini atau membunuhmu?"

Ucapan Odessa membuat Sugian terpaku seketika. Tubuhnya gemetaran saking marahnya. "Hebat sekali kamu. Jadi semua kerja kerasmu di klinikku selama ini cuma untuk menjebakku? Odessa, aku benar-benar meremehkanmu. Masih mudah saja tapi sudah penuh akal licik. Luar biasa, sungguh luar biasa!"

Sugian tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Sejak berusia 12 tahun, Odessa memang bekerja di bawah Sugian. Namun, itu bukan untuk mencari kelemahannya, melainkan untuk mencuri ilmunya, terutama rahasia ramuan untuk mengobati batuk darah adiknya.

Di usia semuda itu, dia sudah tahu bahwa bergantung pada orang lain bukanlah solusi. Sayangnya, meski telah belajar banyak, rahasia ramuan itu tetap dijaga ketat oleh Sugian.

"Nggak bisa dibilang licik, tapi kamu nggak bisa membayangkan seberapa besarnya kekuatan seseorang saat melindungi keluarganya. Jadi, kalau kamu nggak mau kita hancur sama-sama, obati penyakit adikku dengan baik."

"Selain itu, bicara yang sopan sama ibuku. Kesehatannya nggak bagus. Kalau sampai terjadi sesuatu pada mereka berdua, aku pasti akan mati-matian melawanmu!"

Mungkin karena ketegasan dalam tatapan Odessa saat mengucapkan kata-kata itu, Sugian benar-benar terdiam dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Dia hanya bisa terpaku melihat Odessa menarik koper dan menghilang dari pandangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status