Share

Bab 5

Sesampai di kamar pengantin, ibu inang yang sedari tadi selalu berwajah murung itu memerintahkan para pelayan menyiapkan air mandi untuk ratu.

Dia mendorong Sifa dan tersenyum pada Nabila.

"Ratu, selama bertahun-tahun, Kaisar tidak pernah menghabiskan malam dengan selir lain kecuali Selir Utama, Anda jadi perempuan pertama yang dipilih olehnya."

Sifa berdiri di samping sambil menatap ibu inang itu dengan bingung.

Dia belum pernah melihat pelayan tua itu melayaninya dengan penuh perhatian. Di istana ini memang berlaku hukum rimba, yang kuat akan dipuja, yang lemah akan ditindas.

Ternyata kedudukan perempuan di istana harem tergantung perlakuan Kaisar. Seorang perempuan tidak akan dihormati jika Kaisar tidak mencintainya, meski perempuan itu adalah seorang Ratu.

Ibu inang berbicara banyak hal pada Nabila, tapi gadis itu sama sekali tidak menggubrisnya.

Dia memberi perintah dengan nada bicara dingin. "Kalian semua boleh pergi, biar Sifa saja yang melayaniku di aula dalam."

...

Setelah membersihkan aula dalam, Sifa langsung bertanya pada Nabila.

"Ratu, Kaisar mau datang ke sini, ini pertanda bagus."

"Tapi kalau Anda melakukan hal ini, bukannya itu namanya cari masalah dengan Selir Utama?"

"Nyonya bilang, kita harus berhati-hati di istana, jangan melakukan hal yang menantang, apalagi sengaja membuat masalah dengan Selir Utama."

"Apa ibu juga mengajarkan hal seperti itu pada Nadine?" Nabila tiba-tiba angkat bicara, suaranya terdengar dingin dan tatapannya tajam.

Nabila tidak setuju dengan pola asuh seperti ini.

Bagaimanapun juga, guru dan istri gurunya mengajarkan bahwa seseorang harus membalas perbuatan baik dengan perbuatan baik, begitu juga sebaliknya. Hidup cuma sekali, seseorang harus hidup bahagia tanpa penyesalan.

Sebenarnya Mirna, ibu Nabila hanya mendidik kedua putrinya menurut aturan Keluarga Feno.

Keluarga Feno menuntut putri mereka untuk menjadi ratu yang sempurna.

Dalam hal kecerdasan dan keterampilan dasar, putri Keluarga Feno harus jauh lebih unggul dari putri keluarga lain.

Calon ratu harus menjunjung tinggi kebajikan dan mempunyai reputasi yang baik.

Nadine pernah beberapa kali menulis surat yang mengatakan bahwa dia iri dengan kehidupan Nabila yang bebas. Dia tidak mau menjadi ratu dan tinggal di istana.

Kalau saja Nadine benar-benar menjadi ratu dan tinggal di istana, bagaimana mungkin dia bisa sanggup menjalani siksaan seperti ini?

Sifa adalah salah satu dari sedikit pelayan di Kediaman Keluarga Feno yang mengetahui identitas asli Nabila.

Pelayan itu sangat waspada, dia pun lantas menutup jendela.

"Ratu, kita harus waspada! Orang-orang bilang, tembok juga punya telinga! Lupakan saja apa yang seharusnya Anda lupakan dan jangan mengungkitnya lagi!"

Nabila terlihat tenang.

"Mereka berada jauh dari sini, obrolan kita tidak akan terdengar."

Nabila paham tentang bela diri, dia bisa merasakan keberadaan seseorang.

Kalau dia tidak punya kemampuan itu, dia bisa mati berkali-kali sebelum menjadi tentara dan berkecimpung di dunia persilatan.

Nabila mempunyai sifat tegas dan tidak suka bertele-tele.

"Aku berpura-pura mengantarkan obat ke Paviliun Dharma Senja karena ingin menyelidiki penjagaan di sana."

Sifa bertanya dengan hati-hati. "Penjagaan? Apa yang mau Anda lakukan?"

"Aku mau membunuh selir itu dengan tanganku sendiri!"

"Apa?!" Sifa terkejut dan langsung menutup mulutnya, dia tidak mau suaranya terdengar orang lain.

Ternyata Nabila ingin membunuh Cindy sang Selir Utama Kaisar dengan tangannya sendiri!

Setelah menenangkan dirinya, Sifa langsung membujuknya dan berkata, "Ratu, itu terlalu berbahaya! Tolong jangan lakukan!"

Nabila mengangguk dengan serius.

"Aku tahu ini sangat berbahaya, penjagaan di Paviliun Dharma Senja sangat ketat, ada mekanisme khusus di atap dan koridor. Sampai saat ini aku belum menemukan celah untuk menyusup. Sepertinya aku harus pergi ke sana berkali-kali untuk menemukan celah."

Sifa menelan ludahnya, dia merasa sangat panik.

"Tapi ratu, nyonya mengatakan...."

Tatapan Nabila terlihat dingin, dia berkata, "Aku setuju dengan perkataanmu tadi, lupakan saja apa yang seharusnya dilupakan."

Sifa berkata dalam hati. "Ratu, bukan itu maksudnya!"

Nabila melihat ke arah Sifa.

"Aku tidak mau memaksa kamu. Kalau kamu juga mau balas dendam untuk Nadine, kamu bisa kerja sama denganku."

"Kalau kamu takut dan tidak ingin bantu aku, anggap saja aku tidak berbuat apa-apa. Tapi aku minta kamu jangan memberi tahu siapa-siapa tentang rencanaku ini. Kalau tidak, aku akan membunuhmu."

Nabila tidak keberatan kalau Sifa tidak mau membantunya, yang penting tidak merepotkan.

Kening Sifa berkeringat, jantungnya berdetak lebih cepat.

Setelah melewati pergolakan hati yang membingungkan, dia tiba-tiba teringat wajah Nadine saat tersenyum padanya dengan lembut. Pelayan itu lantas memejamkan matanya dengan pelan.

"Ratu, Nona Nadine sudah memperlakukan hamba seperti saudari sendiri. Hamba sedih sekali saat melihatnya disiksa dengan sadis. Hamba ingin melakukan sesuatu untuknya!"

Nabila mengalihkan pandangannya, tatapannya terlihat tenang seperti air tak beriak.

"Baik, ini pilihanmu sendiri, aku harap kamu tidak menyesal nanti."

Setelah menenangkan hatinya, Sifa mempunyai kekhawatiran baru.

"Ratu, Kaisar pasti akan segera tahu kalau Anda masih perawan. Bagaimana kalau Selir Utama tahu? Apa yang harus kita lakukan kalau dia curiga pada anda?"

Nabila sama sekali tidak mengkhawatirkan hal itu.

"Pertama, Kaisar itu orang nomor satu di negeri ini. Dia tidak akan membocorkan urusan ranjangnya pada sembarang orang, terutama pada Selir Utama. Kaisar pasti tidak mau selir kesayangannya itu sedih."

"Kedua, kalau Kaisar mengatakannya pada Selir Utama, aku yakin dia tidak akan percaya. Laki-laki sangat mengutamakan harga diri. Meskipun istrinya tidak perawan, mau atau tidak mau dia harus terima kenyataan pahit itu. Bisa jadi mereka curiga kalau kita melakukan kecurangan."

"Bagaimanapun hasilnya, Selir Utama tidak akan membesar-besarkan masalah ini demi menjaga nama baik Kaisar."

Sifa berkata, "Tapi sebelum kalian menikah, Selir Utama sudah ...."

"Sebelum menikah, aku belum menjadi Ratu. Setelah menikah, barulah aku resmi menjadi Ratu."

Sifa tiba-tiba menyadari sesuatu.

Kalau begitu, tidak ada yang harus dikhawatirkan kalau Kaisar datang.

Tapi setelah menunggu lama, Kaisar belum juga datang.

Nabila mengenakan piama sutra berwarna merah gelap, dia duduk di pinggir kasur dengan ekspresi seperti biasanya.

"Dia tidak akan datang, kita tidur saja."

"Baik, Ratu." Sifa merasa sangat marah, ternyata Kaisar tidak menepati janjinya.

Nabila tidak memedulikan masalah ini, dia pun tertidur pulas.

Saat lewat tengah malam, tiba-tiba seseorang datang dan menindih tubuh Nabila, napasnya terengah-engah. Gerakannya sangat kasar, dia mencoba melepaskan ikat pinggang di piama Nabila.

Nabila pun langsung terbangun dari tidurnya dan mengambil belati di bawah bantalnya dengan refleks.

Di dalam kegelapan, orang misterius itu memegang pergelangan tangan Nabila.

Saat Nabila hendak melawan, orang misterius itu berkata dengan suara dalam dan terdengar beringas.

"Ratu, apa kamu mau membunuh Kaisar?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status