Share

Bab 8

Nabila sama sekali tidak terlihat seperti istri yang sedih karena dicampakkan suaminya. Dia mengenakan pakaian ratu yang mewah, seperti burung phoenix yang turun ke dunia.

Tatapannya terlihat cuek dan datar, memancarkan sifat yang tidak mudah didekati seperti batu giok.

Warna kulitnya tidak putih pucat seperti standar ratu kerajaan, kulitnya terlihat kemerahan dan kencang.

Wajahnya berwibawa dan memancarkan aura bangsawan yang kuat, dia terlihat cantik dan dingin seperti putri es.

Para pelayan istana sudah terbiasa melihat selir yang mempunyai sedikit kemiripan dengan Selir Kehormatan. Mereka merasa takjub saat melihat kecantikan Nabila.

Putri bangswan yang tercantik memang tidak bisa disamakan dengan wanita biasa.

Sejak terjun di dunia persilatan, menyamar dan berpura-pura sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh Nabila.

Kecantikan menjadi masalah baginya, terutama di kamp militer.

Istri gurunya mengatakan bahwa Nabila sudah menyia-nyiakan kecantikannya. Dia tidak tega melihat wajah secantik itu harus tersiksa dengan serangkaian kegiatan militer.

Sifa berjalan di belakang Nabila dengan bangga.

Setelah tiba di depan Ibu Suri, Nabila membungkuk dan memberi hormat.

"Salam hormat, Ibu Suri."

Ibu Suri yang duduk di sana, wajahnya lembut dan meneduhkan.

"Cukup, kamu bisa duduk sekarang."

Saat mereka membicarakan tentang Kaisar, Ibu Suri mencoba menghibur Nabila.

"Kaisar masih sibuk dengan urusan kerajaan, ada banyak hal yang harus dia kerjakan."

"Aku harap Ratu tidak perlu bersedih."

"Baik," jawab Nabila dengan ekspresi tenang.

Setelah mengobrol cukup lama, Ibu Suri merasa heran mengapa ekspresi "Nadine" begitu datar. Dia terlihat seperti wanita yang mempunyai sifat dingin dan jarang tersenyum.

Dulu, waktu Ibu Suri bertemu dengannya di acara ulang tahunnya tahun lalu, bukankah Nadine adalah seorang gadis lembut dan periang?

Nabila memang jarang tersenyum.

Waktu kecil, istri gurunya selalu bermain dan bercanda dengannya, tapi Nabila malah merasa kalau hal itu membosankan.

Setelah dirinya diangkat menjadi Mayor Jenderal di kamp militer, dia sengaja menjaga jarak dengan bawahannya untuk menjaga wibawanya sebagai pemimpin. Sebagai perempuan, dia berusaha menjaga ekspresi wajahnya agar selalu terlihat tegas. Kalau tidak, dia khawatir dirinya tidak bisa menjalankan perintah dan menjauhi larangan di dunia militer.

"Ratu, apa akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

Nabila mendongakkan kepalanya dan menjawabnya dengan tegas.

"Tidak ada."

Setelah itu dia tidak berkata apa-apa lagi.

Ibu Suri menggerakkan bibirnya.

Pantas saja Kaisar tidak suka padanya. Gadis yang berada di depannya itu terlalu kaku. Bahkan Ibu Suri juga merasa bahwa Ratu yang baru itu sangat membosankan.

Bagaimanapun juga, selir-selir yang berada di istana harem adalah wanita yang murah senyum dan pandai mengobrol.

Tidak seperti ratu yang sangat hemat bicara.

"Bunga-bunga di taman kerajaan sedang bermekaran. Ratu, apa kamu bisa menemaniku melihat-lihat keindahan taman?"

"Baik."

Ibu Suri mengira kalau ratu akan lebih banyak berbicara saat sedang menikmati keindahan taman.

Tapi ternyata dia masih kaku seperti biasanya.

Ratu benar-benar sulit didekati.

Mereka terus berjalan mengitari taman. Saat mereka tiba di arena pacuan kuda, Ibu Suri sudah tidak bisa menahannya lagi. Dia mencari alasan untuk bisa kembali ke Istana Giok.

Tiba-tiba, seekor kuda berlari kencang ke arah mereka dengan liar.

Para pengawal langsung mengelilingi Ibu Suri dengan sigap, tapi para pengawal tidak mampu menahannya dalam waktu yang cukup lama.

Ibu Suri sudah dimanja sejak kecil, dia tidak pernah melihat kejadian seperti ini sebelumnya.

Gawatnya, kuda itu seolah mengincar Ibu Suri. Kuda itu terus berlari ke arahnya. Ibu Suri hanya diam mematung karena ketakutan. Dia membelalakkan matanya, bibirnya terlihat pucat.

"Cepat lindungi Ibu Suri!" teriak Asih dengan panik.

Melihat Ibu Suri dalam bahaya, sesosok bayangan tiba-tiba muncul dengan cepat.

Dalam kekacauan itu, Ibu Suri bisa merasakan kekuatan besar. Seseorang meraih pinggangnya dan membawanya ke samping dengan sigap.

Setelah berdiri dengan stabil, Ibu Suri melihat bahwa yang tadi menyelamatkannya adalah Ratu!

Nadine yang dia kira lemah itu ternyata mempunyai kekuatan yang begitu besar!

Bahkan saat dia memegang pinggangnya dan membawanya ke samping, Ibu Suri merasakan perasaan yang begitu menenangkan.

Ibu Suri tercengang. Saat dia hendak mengajak Ratu untuk pergi, tiba-tiba Ibu Suri melihat Ratu menaiki kuda itu.

Di Perkemahan Utara, kemampuan mengendalikan kuda yang dimiliki Nabila memang tidak ada tandingannya.

Dia juga bisa menjinakkan kuda yang paling liar sekalipun.

Nabila memegang tali kendali kuda dengan kedua tangannya dan menjepit perut kuda dengan kedua kakinya. Dia masih bisa mengendarai kuda itu dengan tenang meski binatang itu memberontak.

Semua orang tercengang dan ketakutan saat melihat Nabila yang berada di atas punggung seekor kuda yang tidak bisa dijinakkan.

"Gawat! Ratu dalam bahaya!"

"Cepat tolong Ratu!" teriak Ibu Suri dengan panik.

Tidak disangka, dalam waktu singkat, Ratu kembali dengan menunggangi kuda itu.

Bahkan kuda itu berhasil dijinakkan dan tidak lagi berlari dengan liar.

Nabila menghentikan kuda itu dan turun dengan santai.

Sifa segera mendekat.

"Apa Ratu tidak apa-apa?"

Nabila menggelengkan kepalanya dan melihat ke arah Ibu Suri. "Ibu Suri tidak perlu takut, kuda ini sudah berhasil dijinakkan."

Kali ini, Ibu Suri menatap Ratu dengan senang.

"Ratu, dari mana kamu mempelajari keterampilan ini? Kenapa aku tidak pernah tahu tentang hal ini?"

Nabila tidak bereaksi apa-apa meski Ibu Suri memujinya.

"Aku mempelajarinya secara diam-diam dari pamanku. Aku merasa terhormat karena ilmu yang kupelajari ini sudah berhasil menyelamatkan Anda."

Pada saat ini, pawang kuda istana pun datang.

Dia langsung tercengang saat tahu bahwa Ratu berhasil menjinakkan seekor kuda liar.

"Mungkin Ratu tidak tahu kalau kuda liar ini berasal dari Daerah Barat. Di antara kuda-kuda lainnya, kuda ini yang paling sulit dijinakkan, tidak ada satu pun pawang kuda yang berhasil menjinakkannya."

Nabila menyerahkan tali kendali kuda pada pawang itu dan menjelaskan dengan serius.

"Kuda ini jadi agresif karena sedang mengandung. Ditambah lagi Negara Naki dan Daerah Barat sedang berkonflik, mungkin alasan itu juga yang membuatnya menjadi sensitif dan tidak terkendali. Bawa kuda ini kembali ke kandangnya, jangan memukul atau memarahinya, berikan daun osmanthus lebih banyak padanya. Siapkan kandang pribadi untuknya. Sebaiknya jangan biarkan dia keluar kandang selama tiga sampai lima hari demi keamanan."

Pawang itu merasa takjub karena ternyata ratu tahu banyak hal tentang kuda.

Nabila mengelus kuda itu dan bergumam pelan.

"Sayang sekali, padahal ini kuda yang sangat unggul."

Kuda seunggul itu seharusnya berlari kencang di padang rumput yang luas, bukan terjebak di lapangan pacuan kuda yang sempit.

Sementara itu di tempat yang tidak terlalu jauh dari arena pacuan kuda.

Tepatnya di sebuah podium.

Seorang laki-laki berpakaian putih berdiri di tempat itu sambil memperhatikan gerak-gerik Nabila. Dia dengan jujur berkata, "Kaisar, jarang sekali ada seorang Ratu yang bisa menjinakkan seekor kuda."

Suara tenang dan berwibawa terdengar dari belakang laki-laki itu.

"Kamu tertarik dengan keterampilan sepele macam itu?"

"Kuda itu nyaris mencelakai Ibu Suri, penggal saja kuda itu. Selain itu, biarkan Ratu menyaksikan eksekusi itu secara langsung."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status