"Ananda Muhammad Aksa Rahardian. Aku nikahkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Annisa Hayuna dengan mahar sebuah cincin berlian tunai.”
"Saya terima nikahnya Annisa Hayuna putri kandung Bapak dengan mahar sebuah cincin berlian tunai!"
"Bagaimana saksi?"
"Sah!"
"Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khaiir."
Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan dengan khusyuk. Juga mengaminkan agar mereka mendapat limpahan berkah, rumah tangga aman tentram, langgeng hingga kelak maut yang memisahkan.
Danu menepuk bahu Aksa, setelah menantunya itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Hanya dalam sekali ucap dan tarikan napas, lelaki itu melakukannya.
Aksa sudah berlatih seminggu ini, mengahapal sebaris kalimat yang pendek tapi sangat menengangkan sewaktu diucapkan. Syukurlah, ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkannya dengan fasih.
Sementara itu Hayu sejak tadi berada di dalam kamar ditemani mamanya, menunggu sampai ijab kabul selesai. Dia dibawa keluar setelah resmi menjadi istri Aksa.
Wajah Hayu terlihat murung dan diam sejak tadi, dengan mata yang bengkak karena menangis semalamana. Namun semua berhasil disamarkan dengan make-up.
Hayu memakai kebaya putih dengan rambut disanggul. Ada selendang putih yang menutupi kepala. Dia cantik sekali, hanya saja rona wajah tidak singkron dengan penampilan.
"Di sini, ya," ucap Sarah mendampingi putrinya agar duduk disebelah Aksa.
Aksa tersenyum senang melihat Hayu. Matanya melirik berkali-kali, mencuri pandang ke wajah ayu yang selalu menggetarkan hati. Akhirnya mimpi laki-laki itu menjadi nyata. Benar kata orang, kalau memang sudah jodoh maka jalannya akan mudah.
"Silakan ditanda-tangani buku nikahnya."
Petugas KUA menyerahkan dua buku berlambang garuda, yang telah bertuliskan nama mereka berdua.
Aksa bersemangat sekali, berbanding terbalik dengan Hayu yang diam tanpa ekspresi. Para juru kamera sibuk memotret momen berharga ini.
MC pun bersuara, memandu apa yang harus dilakukan oleh mempelai dalam prosesi ini.
Setelah selesai, Sarah mengambil kotak cincin dan menyerahkannya kepada menantunya. Kotak pertama berisi cincin mas kawinnya untuk istrinya.
Aksa memesan khusus dari sebuah toko berlian terkenal. Dia mengambil tabungan untuk membelinya. Bukan yang paling mahal tapi seharga ini memang layak untuk sang pujaan hati.
Aksa meraih jemari Hayu dengan gemetaran. Hingga salah memasukkan cincin yang disambut riuh oleh para tamu undangan. Harusnya di jari manis sebelelah kanan. Namun, lelaki itu malah hendak memakaikan di jari tengah saking gugupnya.
Hayu bergantian memakaikan cincin untuk suaminya, yang disambut Aksa dengan genggaman erat di jemari istrinya untuk menautkan cinta.
"Cium tangan suamimu. Tanda bakti," tuntun Sarah kepada putrinya.
Hayu mengambil punggung tangan Aksa dan menyentuhkannya ke dahi dengan terpaksa.
"Nah, sekarang giliran Mas Aksa. Istrinya boleh di-kiss, kan sekarang sudah sah," kata MC.
Ucapan itu membuat beberapa tamu tergelak. Dulu Aksa bersemangat sekali sampai nekat memeluk Hayu. Sekarang ketika sudah sah, kenapa dia malah jadi salah tingkah.
"Gak usah malu-malu, Mas Aksa. Cuma dikit ini. Nanti di kamar dilanjutkan yang lain," suara MC terdengar lagi.
Gelak tawa semakin menggema. Setya dan Danu saling berpandangan, bahagia melihat anak-anak mereka akhirnya berjodoh.
Setelah kejadian waktu itu, mereka sepakat untuk mempercepat pernikahan. Hayu yang terang-terangan menolak, akhirnya dengan terpaksa menerima. Bukti-bukti sudah banyak dan mereka tidak bisa menyangkal, sekalipun itu tidak benar.
Mereka disidang kembali dan akhirnya diputuskan bahwa akad nikah harus dilangsung secepatnya. Sementara resepsi sementara ditunda.
Setelah Hayu dibawa pijat untuk menyembuhkan kaki yang terkilir. Akhirnya masing-masing keluarga sibuk mengurus persiapan pernikahan.
Sarah menyewa sebuah wedding organizer ternama. Sementara Rani mengurus seserahan dan mas kawin. Sekalipun hanya keluarga besar yang menjadi tamu dan saksi, acara ini dikonsep dengan matang. Ada juga beberapa rekan kerja Danu dan Setya yang menjadi tamu undangan.
Aksa mengambil cuti kuliah beberapa hari, sementara Hayu diminta melakukan hal yang sama. Dia tidak bisa menolak dan hanya memendam kekesalan. Apalagi kakak laki-lakinya datang dan menasihati panjang lebar. Percuma saja wanita itu menjelaskan karena tidak ada yang percaya.
Dengan perlahan Aksa meraih dagu istrinya kemudian menyentuhkan bibirnya dengan lembut. Hayu terdiam dan menerima ini sebagai salah satu syarat pernikahan mereka.
Lama Aksa menatap istrinya, lalu teringat sekilas akan hari itu.
"Kita nikah tapi kamu gak boleh sentuh aku." Begitulah syarat yang Hayu ajukan setelah lamaran saat mereka duduk di taman belakang.
"Kalau itu ... jelas gak mungkin. Kamu kan tau kalau aku pengen nikah beneran sama kamu," jawab Aksa keberatan.
"Kalau gitu aku bakalan kabur," ancamnya. Setitik air mata Hayu menetes. Sungguh dia tidak menyangka akan begini jadinya.
Aksa yang merasa tak tega, akhirnya menyetujui permintaan Hayu agar mereka menikah dulu. Bagaimana rumah tangganya nanti, dia akan mencoba meluluhkan hati sang istri.
Eyang bersikukuh dengan keputusannya untuk menikahkan mereka setelah mendengar penuturan Danu tentang kejadian di kamar. Hayu tak dapat mengelak. Gadis itu bisa saja lari dari rumah dan kembali ke luar negeri tempatnya kuliah dulu. Namun, mamanya memohon agar dia bisa menerima.
Danu juga meminta agar putrinya jangan berbuat sesuatu yang nekat, yang kelak akan berdampak tidak baik. Akhirnya Hayu memilih diam, menurut, dan tak menjawab apa pun saat ditanya. Diamnya itu dianggap setuju, hingga terjadilah pernikahan hari ini.
Aksa tersentak saat Hayu mendorong kepalanya. Mengapa tadi dia melamun saat menyentuh istrinya. Sehingga durasi sentuhan itu lama dan membuat sorakan dari para tamu lagi-lagi terdengar.
"Tolong dibacakan ini. Hak dan kewajiban suami istri." Petugas KUA menyerahkan dua buku nikah yang sudah ditanda-tangani.
Dengan lantang Aksa membacakan bagiannya, begitu pula dengan Hayu. Setelah selesai, mereka diminta berdiri dan berfoto. Ada pose yang berdua, ada juga yang bersama keluarga. Semua tampak bahagia, kecuali si pengantin wanita.
Akad nikah ini diadakan dirumah Danu, yang dalam sekejap diubah menjadi tempat pesta penuh bunga-bunga. Dia membayar beberapa orang untuk berjaga-jaga di depan karena acara itu tertutup untuk umum.
Nanti di saat resepsi yang rencananya akan diadakan beberapa bulan ke depan, pesta besar-besaran akan digelar.
Acara berakhir. Hayu meminta kembali ke kamar, sementara Aksa dan yang lain saling bersilaturahmi sambil makan-makan. Kebiasaan Sarah jika mengadakan suatu pertemuan, pastilah berbagai sajian berlimpah ruah.
Hingga sore hari, barulah rumah itu kembali sepi. Hanya ada petugas kebersihan yang sibuk bekerja merapikan semua seperti awal. Wedding organizer dengan cepat merapikan semua hiasan ruangan, sama cepatnya saat mengihias ruangan ini kemarin pagi.
Danar, kakak laki-laki Hayu langsung berpamitan pulang setelah hari mulai gelap.
"Kenapa gak besok aja Mas pulangnya," rengek Hayu manja.
"Mas kan ada kerjaan. Lagian anak-anak masih sekolah. Kasihan Mbakmu disana. Perutnya makin gede," jawab lelaki itu.
Danar tahu kalau Hayu pasti ingin berbagi cerita. Namun, waktu yang dimiliki hanya sedikit. Pernikahan ini terkesan mendadak.
Danar hanya mendengar secara sepihak kronologis versi papa dan mamanya. Namum, dalam hatinya yakin bahwa adiknya tidak mungkin melakukan itu.
"Jaga adikku ya, Aksa. Jangan disakiti hatinya." Danar berpesan sebelum pulang.
"Siap, Mas. Dengan segenap jiwa raga pastinya," kata Aksa dengan yakin.
Gelak tawa kedua lelaki itu menggema. Danar bersalaman dengan mama papanya kemudian berpamitan pulang.
Semua orang kembali ke kamar untuk beristirahat. Sarah hanya memantau sesekali saat petugas kebersihan mengangkut sampah.
"Loh, Aksa kok gak istirahat?" tanya Sarah kepada menantunya. Lelaki itu sepertinya kebingungan akan melakukan sesuatu.
"Hayu ngunci kamarnya, Tante. Eh, Mama," jawabnya, lupa dengan panggilan yang baru karena status sudah berubah.
Sarah menggeleng lalu bergegas ke atas. Wanita paruh baya itu merasa kasihan menantunya itu karena sejak tadi belum berganti pakaian.
Aksa mengekori ibu mertuanya dan bersembunyi di balik pintu.
"Sayang, bukain dong," pinta Sarah saat mengetuk pintu kamar putrinya.
Hayu membuka pintu dengan pelan, lalu mengintip. Setelah memastikan Aksa tidak ada, dia membuka daunnya lebih lebar. Wanita itu tidak tahu bahwa suaminya sedang bersembunyi dengan merapatkan tubuh ke dinding.
"Sana Aksa, masuk ke kamar." Sarah menarik lengan menantunya, lalu kembali ke bawah menyelesaikan pekerjaan rumah.
Ucapan mamanya membuat Hayu kaget. Dia hendak menutup pintu, tetapi gerakan Aksa lebih cepat. Lelaki itu menahannya, lalu masuk ke kamar dan menutupnya kembali.
Hayu yang sudah berganti pakaian berjalan mundur ke belakang saat Aksa mulai mendekati. Wajahnya pucat pasi. Dia takut lelaki ini akan melakukan sesuatu.
"Kamu mau apa?" katanya gugup saat tubuh Aksa semakin mendekat.
"Mau mandi. Kamu pikir mau apa, malam pertama?"
Aksa menggoda Hayu sambil mengedipkan mata. Lalu dia melewati istrinya begitu saja. Tadi dia sengaja memancing, siapa tahu wanita itu berubah pikiran dan mereka bisa berduaan malam ini.
Aksa berjalan melewati istrinya menuju kamar mandi dan berganti pakaian.
Hayu menghela napas panjang karena lega. Semoga Aksa masih mengingat janji untuk tak menyentuhnya.
Hayu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh, ketika terdengar pintu kamar mandi dibuka. Lalu menyusul suara langkah kaki mendekat. Bahkan bunyi koper yang ditutup dengan keras membuatnya kaget. Cengkeraman Hayu pada selimut semakin erat. Wanita itu memejamkan mata sembari berdoa dalam hati semoga Aksa tidak curiga bahwa dia sedang berpura-pura tidur. Aksa tersenyum geli melihat tingkah Hayu yang kekanakan. Dia tahu kalau istrinya sengaja menghindari. Dengan santai, laki-laki itu membuka koper untuk mencari pakaian, juga memasang celana dan kaus. Sesuai dengan kesepakatan, untuk sementara waktu mereka akan tinggal di rumah orang tua Hayu. Nanti secara pelan-pelan Aksa akan membujuk istrinya agar mau pindah ke rumah orang tuanya. Aksa berjalan mendekati ranjang dan langsung berbaring dengan santai di sebelah istrinya. "Aaaa!" Hayu berteriak, lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan. "Kamu kenapa, kesurupan?" tanya Aksa heran. Dia send
Keesokan harinya. Aksa menatap wajah di cermin berkali-kali, ke arah pipi yang ditampar Hayu kemarin karena dia sudah lancang menggoda. Untung tidak ada bekasnya, hanya memerah beberapa saat."Masa' diajakin bikin baby aja dia marah?" sungut laki-laki itu sembari menyisir rambut. Bukankah itu haknya? Persetan dengan perjanjian pra nikah. Mereka sudah halal, jadi Hayu berkewajiban melayani. Pipinya memang sakit, terlebih lagi hati. Entah sudah berapa kali dia merasakan ini. Dulu wajar saja kalau Hayu melakukan itu karena mereka belum halal. Sekarang? Sabar, Aksa. Matanya melirik ke arah jam di dinding. Jarumnya semakin bergeser ke angka delapan. Dia masih cuti kuliah, tapi tetap harus ke kantor papa. Belum ada bulan madu seperti pasangan lain yang baru menikah. Lelaki itu sedang mengumpulkan uang, supaya bisa mengajak istrinya jalan-jalan. Hayu sudah tak terlihat saat dia membuka mata. Mungkin, sudah turun ke bawah membantu mamanya memasak. Mereka baru dua hari menikah, tetapi rasan
Aksa memasuki kantor papa Setya dengan penuh percaya diri. Biasanya dia datang dengan penampilan yang santai karena sehabis pulang kuliah. Kali ini terluhat lebih rapi dengan memakai pakaian formal.Beberapa orang berbisik-bisik membicarakannya. Tubuh jangkung yang menjulang dengan sisiran rambut yang rapi membuat mata beberapa karyawati ikut melirik."Penganten baru udah datang. Seger amat." Setya menepuk pundak putranya. Melihat tampilan Aksa yang berbeda kali ini ada rasa bangga dalam hatinya."Papa bisa aja," jawabnya malu. Seperti biasa, Aksa akan duduk di sofa dengan laptop yang sudah terletak di meja. Tinggal menunggu instruksi apa yang akan dikerjakan.Sebenarnya pekerjaan ini cukup memusingkan karena berbeda dengan bidang yang saat ini dia pelajari. Namun, Aksa tetap berusaha demi pembuktian cintanya kepada Hayu. Bagaimana dia akan menafkahi istri kalau tidak bekerja disini. Penghasilan Hayu di kantor sudah jelas lebih banyak. Selama dua hari ini, Aksa hidup ditanggung oleh
Aksa membuka mata saat dirasakannya sinar matahari mulai memancar dari balik gorden. Mata elang itu melirik ke arah jam di dinding. Masih pagi, angka 7 yang ditunjukkan oleh jarumnya. Dia menggeliat karena tubuh yang terasa pegal. Semalam usahanya gagal. Hayu masih belum bisa ditaklukan. Akhirnya dia mengalah, ikut turun ke bawah dan makan malam bersama mama Sarah. Terdengar suara air dari kamar mandi. Tak lama pintunya terbuka. Aksa kembali memejamkan mata, berpura-pura tidur, namun sebenarnya diam-diam mengintip. Hayu keluar dengan memakai bathrobe. Istrinya baru selesai mandi. Masih ada tetesan air di rambut basah itu.Si cantik itu sedang mengeringkan rambut dengan handuk. Kemudian duduk di meja rias, mengambil sisir juga hair dryer supaya lebih cepat kering.Tangan mungil itu mengambil sebuah pouch dan mengeluarkan satu persatu alat make-up. Foundation, powder, blush on dan lisptik berwarna merah.Alisnya sudah tebal dan tak perlu dibentuk. Kulit wajahnya memang sudah terlahir
Langkah kaki Aksa berderap saat memasuki kantor. Beberapa orang menyapa dan dibalasnya dengan ramah. Karena baru selesai pulang kuliah, dia berpakaian santai kali ini. Hanya kemeja dengan celana jeans juga sepatu kets, dengan ransel di pundak."Pagi, Pak. Saya Nisa." Seorang gadis seusia Aska menyambut kedatangannya saat tiba di kantor.Ada sebuah meja di depan ruangan, dan ternyata itu ditempati oleh sekretarisnya. Sesuai janji papa, akan ada yang membantu menyiapkan laporan. Ternyata ini orangnya, manis dan sopan dalam bersikap, juga berpakaian. Papa bilang, mulai hari ini, dia akan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan gaji yang diterima setiap bulan. Karena dia sudah menjadi kepala keluarga, papa akan memberikan tunjangan tambahan dengan syarat, semua tugas harus dikerjakan dengan maksimal. Dia akan ikut menemui klien dan menyaksikan proses penanda-tanganan surat-surat kerjasama. Setya sudah mempunyai rencana jangka panjang. Jika putranya sudah selesai kuliah, dia akan membuka seb
"Ini buat aku?" tanya Aksa saat pulang ke rumah dan mendapati sebuah paper bag berisi kemeja terletak di kasur. "Iya. Tadi mama suruh beliin," jawab Hayu.Ada sedikit rasa kecewa dalam hati Aksa. Ternyata itu permintaan mama Sarah, bukan atas keinginan Hayu sendiri."Aku cobain, ya." Tangan besarnya mulai membuka bungkusan plastik. Matanya melirik ke arah label harga. Sudah tidak ada, mungkin sudah dibuang. "Ganti di kamar mandi sana!" usir Hayu. Tidak mungkin kan, dia melihat suaminya berganti pakaian disini. "Disini ajalah. Kan cuma buka baju. Bukan buka yang lain," ucapnya cuek. Mata lelaki itu melirik genit. Ya kali saja, istrinya dapat hidayah sehingga tersadar dan mau melayani. Hayu tak menanggapi, dan malah membuka paper bag miliknya sendiri. Ada beberapa blouse yang dibeli. Juga sepatu untuk dipakai saat masuk kerja nanti. Tadi pagi memang rencananya mereka akan mengubek-ubek barang diskonan. Kemudian malah tergoda masuk ke dalam mall dan membeli yang lain. Lalu ketika s
Hayu mengusap lembut bibirnya dengan jari sebelum mengoleskan lipstik, teringat akan sentuhan Aksa kemarin malam. Suaminya begitu berhasrat. Sementara dia sendiri tak bisa menolak walaupun rasanya itu sedikit ... aneh. Setelah makan malam, dia meminta menginap di kamar mama dengan alasan kangen. Kebetulan juga papa belum pulang, jadi mama tidur sendirian.Pagi-pagi dia bangun dan kembali ke kamarnya karena harus bersiap-siap berangkat bekerja. Untungnya Aksa tidak mengunci pintu. Ketika dia masuk, lelaki itu tidak tampak di dalam. Saat terdengar bunyi gemericik air, Hayu tahu kalau suaminya sedang berada di kamar mandi. Cepat-cepat dia mengganti pakaian karena tadi sudah menumpang mandi di kamar mama. Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka. Tampak Aska keluar dengan menggenakan boxer sambil mengeringkan rambut yang masih basah. Dengan santai dia berjalan melewati istrinya dan membuka lemari mengambil pakaian.Hayu yang melihat suaminya shirtless begitu, berpura-pura sibuk berdandan dan m
Bunyi hak sepatu 7 cm milik Hayu bergema di sepanjang lorong. Beberapa pasang mata menatapnya dengan intens saat berjalan memasuki kantor. Cantik, pintar, mempunyai posisi yang bagus di kantor. Putri seorang pejabat, juga lulusan dari luar negeri. Ada yang kagum ada juga yang diam-diam menyimpan iri. Hayu membuka pintu ruangan, meletakkan tas di meja, menekan remote AC juga menghidupkan PC. Sebentar lagi pasti ada telepon berdering dari bos besar dan dia diminta menghadap. Lalu berbagai macam berkas yang harus dikerjakan akan menumpuk hingga jam kantor usai. "Hai!"Sebuah sapaan membuatnya menolehkan kepala. Ini masih pagi dan Bayu sudah berada di ruangannya. Apa lelaki itu tidak bekerja? Sikap seperti ini bukan contoh yang baik. Jika bos besar tahu, mereka bisa mendapat teguran. Apalagi posisi Bayu sebagai kepala divisi, harusnya dia meneladani bawahannya. "Ya?" tanya Hayu cuek. Setelah insiden makan malam itu, dia menghindari Bayu secara terang-terangan. Tak peduli dengan bisik