Insiden

Hayu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh, ketika terdengar pintu kamar mandi dibuka. Lalu menyusul suara langkah kaki mendekat. Bahkan bunyi koper yang ditutup dengan keras membuatnya kaget. 

Cengkeraman Hayu pada selimut semakin erat. Wanita itu memejamkan mata sembari berdoa dalam hati semoga Aksa tidak curiga bahwa dia sedang berpura-pura tidur. 

Aksa tersenyum geli melihat tingkah Hayu yang kekanakan. Dia tahu kalau istrinya sengaja menghindari. Dengan santai, laki-laki itu membuka koper untuk mencari pakaian, juga memasang celana dan kaus. 

Sesuai dengan kesepakatan, untuk sementara waktu mereka akan tinggal di rumah orang tua Hayu. Nanti secara pelan-pelan Aksa akan membujuk istrinya agar mau pindah ke rumah orang tuanya. 

Aksa berjalan mendekati ranjang dan langsung berbaring dengan santai di sebelah istrinya.  

"Aaaa!" Hayu berteriak, lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan. 

"Kamu kenapa, kesurupan?" tanya Aksa heran. Dia sendiri kaget dengan kelakuan istrinya yang tidak jelas.

Hayu tersadar akan sikapnya dan kembali berpura-pura tidur. 

"Oh, ngelindur." 

Aksa sengaja mengeraskan suara sembari menatap langit-langit kamar. 

"Suami paling malang di dunia ini adalah yang ditinggal tidur oleh istrinya di malam pertama. Sungguh menyedihkan."

Aksa menyindir sembari melirik ke samping. Lelaki itu berharap semoga Hayu bisa mengerti kode yang diberikan. 

Melihat tidak ada respons sama sekali dari Hayu, Aksa kembali mencari akal. Dia menarik guling yang diletakkan di antara mereka. Sepertinya memang sengaja disimpan di situ sebagai pembatas. Lelaki itu mendekat dan tidak berbuat apa-apa, hanya mendekatkan tubuh mereka.

"Kamu mau apa?"

Hayu bertanya sembari membuka selimut. Di matanya terpancar amarah. Jika Aksa sudah berani mendekat, bisa jadi suaminya akan berbuat nekat. 

"Mau kamu," jawab Aksa lembut. Laki-laki itu menatap Hayu dengan mesra. Lalu, dia sengaja meraih dagu istrinya agar mereka semakin dekat.  

Hayu menepiskan jemari suaminya lalu bangun dan memilih keluar kamar. Namun, Aksa dengan cepat menahan tubuhnya. Wanita itu meronta dan mencoba melepaskan diri.

"Jangan coba-coba sentuh aku!" ancam Hayu. Kali ini kesabaran wanita itu sudah habis. Aksa sepertinya akan mengingkari janji.

"Memangnya kenapa? Aku ini suami kamu. Malah dapat pahala kalau kamu nurut," ucap Aksa santai sembari mengeratkan pelukan. 

Kali ini Hayu sudah berada di dalam perangkap dan tak dapat berkutik. Usaha terakhir untuk menghindari Aksa hanyalah berdoa dalam hati.

Semakin kuat Hayu mencoba melepaskan diri, maka semakin kuat rengkuhan itu. Akhirnya dia menyerah, melihat apa yang akan dilakukan sang suami. 

Aksa yang merasakan perlawanan istrinya mulai mengendur, merasa inilah kesempatan untuk mengambil alih.

"Hiks!"

Suara isak terdengar ketika Aksa mendekatkan wajah mereka. Hayu menangis saat hendak disentuh kembali. Hati laki-laki terasa sakit saat ditolak istrinya. Kalau sudah begini, mana dia tega melakukannya. 

Akhirnya Aksa memilih untuk mengalah daripada nanti dibenci. Dia segera melepaskan rengkuhan. Tanpa berucap apa pun, laki-laki itu membalik tubuh dan mengambil guling.

Aksa memejamkan mata. Lelaki itu memilih tidur sambil mencoba meredam hasrat. Tubuhnya juga terasa lelah.

***

"Pagi, manten baru." 

Begitulah sapaan Danu kepada Aksa yang baru saja turun. Hayu sudah sejak tadi duduk makan bersama orang tuanya.

"Ayo, dimakan!"

Sarah membuka tutup sajian. Seketika menguarlah aroma masakan yang lezat. Soto ayam lengkap dengan sambal yang menggugah selera.  

Aksa tanpa sungkan langsung mengambil mangkuk dan sendok. Lelaki itu menuang kuah yang banyak dan langsung melahapnya. 

"Ambilkan makanan untuk suami kamu. Masa' dibiarin begitu," tegur Sarah saat melihat putrinya yang cuek. 

Hayu mengabaikan ucapan mamanya. Dia tetap asyik memakan soto yang panas dengan banyak cabe, sehingga kuahnya begitu merah.

"Kalian udah bikinin papa cucu, nih?" Tiba-tiba saja Danu bertanya tanpa blak-blakan. 

Mendengar itu Hayu langsung terbatuk. Wanita itu segera mengambil air dan meneguknya dengan cepat. Tersedak kuah yang pedas itu rasanya sangat tidak enak. 

Sarah menyenggol lengan suaminya agar jangan menyinggung hal itu. Sementara itu, Danu bersikap cuek dan kembali melanjutkan makan. 

"Memangnya kenapa, Pa?" tanya Aksa. 

"Ya gak apa-apa. Lebih cepat itu lebih baik," ucap Danu santai. 

Aksa mengulum senyum sambil melirik Hayu yang tampak merona. Istrinya masih batuk. Sehingga lelaki itu menghentikan makan dan membantu menepuk punggungnya.

Hayu langsung menepiskan tangan suaminya. Itu membuat kedua orang tuanya terkejut. Sikapnya yang dia tunjukkan cukup kasar, mengingat mereka baru saja menikah.

"Aku udahan makannya." 

Hayu meletakkan sendok dan menggeser kursi. Saat meninggalkan ruang makan, wanita itu bahkan sengaja menghentakkan kaki karena kesal. 

"Kalian berantem?" 

Sarah kepada menantunya. Pikirnya setelah akad nikah, Hayu akan ikhlas menjalani. Ternyata semua di luar dugaan. Putrinya masih belum bisa menerima. 

"Nggak, Ma. Hayu kecapean kali. Mau istirahat lagi." 

Aksa tidak mungkin menceritakan apa yang terjadi semalam. Kalau sudah begini, sikapnya menjadi dewasa sekali. Berbeda dengan istrinya yang masih kekanakan sekalipun berusia lebih tua. 

"Disegerakan Aksa. Biar rumah ini gak sepi," ucap Sarah. 

"Papa pengen juga gendong cucu," sambung Danu sembari mengerling istrinya. 

"Biar papa gak keluar kota terus," jawab Sarah seraya membalas kerlingan suaminya.

"Apa kita bikin juga? Adeknya Hayu?" goda Danu.

Sarah memukul lengan suaminya karena kesal. Tentu saja dia malu karena suaminya berbicara begitu di depan menantu. 

"Cewek memang gitu kalau baru-baru nikah. Masih malu-malu. Ntar lama-lama juga--"

"Papa!" Sarah menghentikan ucapan suaminya sebelum terlanjur merembet ke yang lain. 

Aksa tergelak melihat kelakuan mertuanya. Ternyata papa mertua sama tengil dengan dirinya. 

Mereka melanjutkan perbincangan. Danu menanyakan beberapa hal mengenai aktivitas menantunya di kampus maupun di kantor. 

"Aku ke atas dulu."

Aksa berpamitan setelah selesai makan. Tadi dia menambah soto sampai dua kali karena rasanya memang lezat. Taburan ayam yang banyak juga perkedel kentang yang gurih, memang membuat lidahnya terasa dimanjakan. 

"Usaha lagi, Aksa. Biar Hayu mau."

Danu mengerti kalau malam pertama menantunya itu gagal. Hal itu terlihat dari sikap Aksa yang canggung dan gugup saat hendak menjawab pertanyaannya tadi.

"Siap, Pa!"

Setelah berpamitan, Aksa kembali ke atas. Dia berdendang dna bersiul untuk menghibur diri, saat menapaki anak tangga. Laki-laki itu berharap semoga kamar tidak dikunci.  

Aksa berdoa semoga istrinya tidak sekejam itu. Jika iya, dia harus beralasan apa jika kembali ke bawah. Laki-laki itu juga bingung hendak melakukan apa di rumah ini. 

"Sayang." Dengan pelan, Aksa mendorong gagang pintu.

"Alhamdulillah gak dikunci," ucapnya sembari mengintip ke dalam.  

Hayu sedang duduk di meja dan terlihat sibuk mengutak-atik laptop. Di hari libur begini, wanita itu malah mengerjakan laporan. 

Aksa bergumam dalam hati seandainya saja istrinya mau melakukan yang lain, misalnya mengadakan cucu sesuai permintaan papa dan mama. Itu pasti lebih seru. 

"Kamu lagi ngapain?" tanya Aksa saat berjalan mendekati istrinya.

Hayu ternyata seorang workaholic. Itu terbukti dari pertanyaan sang suami yang tidak dijawabnya sama sekali. Wanita itu masih fokus menatap layar.

Merasa diabaikan, Aksa memutar kursi hingga membuat Hayu berteriak. 

"Kamu ini apa-apaan, sih?" tanya wanita itu marah. 

"Aku tanya malah gak dijawab. Kasian amat jadi suami. Gak dianggap istri," sindirnya.

"Aku lagi bikin laporan. Nanti pas masuk, ini udah harus lengkap datanya," jelas Hayu.

Aksa menarik napas panjang, lalu berkata, "Kamu mau gak kalau aku ajakin bikin lain yang lebih asyik?"

Hayu mengangkat bahu tanda tak mengerti. Pikirannya hanya tertuju kepada laporan yang harus segera diselesaikan. 

"Bikin--," bisik Aksa mesra. 

"Jaga omongan. Kamu masih kecil!" bentak Hayu tak terima. 

"Aku memang masih kecil. Tapi bisa juga--" Laki-laki itu sengaja menggantung ucapan sembari mengedipkam mata. 

"Bodo'!"

"Kalau gak percaya, kita buktikan sekarang," tantangnya.

"Ingat perjanjian! Kamu gak bakal nyentuh aku."

"Gak ada hitam di atas putih," seringai Aksa. 

Hayu terbelalak. 

"Kamu!" ucap Hayu tak percaya sembari melotot karena kesal. Dia tak mungkin mengadu kepada orang tua karena pasti akan ditegur. 

Aksa tergelak, lalu mendekatkan wajah mereka dan berbisik, "Kalau aku mau sekarang, gimana?"