The Clariston, Nusa Dua Bali. Aksa memasuki ballroom hotel itu dengan langkah pasti. Di sampingnya ada Hayu yang menggandengan lengan lelaki itu dengan mesra.Dia belakangnya ada Ada Setya dan Rani yang menggandeng Ammar. Ada juga Danu dan Rani yang menggendong Adinda. Lengkap semua yang datang menghadiri opening hotel berbintang 5 dimana setahun yang lalu, Aksa mendapatkan tender untuk men-designya.Wajah-wajah berseri terlihat dimana-mana. Semua orang menikmati hidangan yabg disajikan. Para tamu benar-benar dijamu, bahkan beberapa orang mendapatkan fasilitas menginap gratis. Aksa termasuk salah satunya."Hai, Aksa. Apa kabar?" Salah satu rekannya sesama arsitek menyapa. Lalu mereka berjalan menuju yang lain. Lengkap 5 orang saling berkumpul dan bercerita. "Ini Hayu, ya?" tanya salah seorang di antara mereka. "Iya, saya istri Aksa.""Cantik banget. Pantas aja Aksa galau terus waktu pisah. Malamnya gak ada yang ngelonin."Gelak tawa menggema di ruangan itu. Hayu hanya bisa tersipu
Aula kampus penuh sesak dengan para wisudawan dan wisudawati berserta keluarga yang duduk rapi menunggu acara wisuda dimulai. Hari ini lengkap kebahagiaan mereka karena akhirnya Aksa resmi menyandar gelar seorang arsitek dengan nilai yang memuaskan walaupun bukan yang terbaik. Dengan penuh perjuangan dia menyelesaikan skripsi yang tertunda hampir setahun lamanya. Lagi-lagi suasana haru menyelimuti hati Hayu saat sang suami dipanggil maju ke depan dan menerima piagam pernghargaan dari kampus. Lelaki itu melambaikan tangan kepada keluarga setelah selesai di wisuda. Dia kembali duduk dan memeluk sang istri dengan haru. Juga mama dan papanya. Anak-anak tidak diizinkan masuk dan menunggu di luar ruangan bersama baby sitternya. Danu dan Sarah juga sama, berada di depan karena keluarga yang boleh masuk dibatasi dari pihak kampus. Sehingga mereka berdua mengalah dan membantu menjagak cucu-cucu. Danu sudah pensiun dari jabatannya beberapa bulan terakhi sehingga waktunya lebih banyak santai u
"Cepetan. Jangan lama dandan." Sarah mengetuk pintu kamar Hayu yang sejak tadi ditunggu, tetapi belum muncul juga. Danu sudah bertanya sejak tadi karena mereka akan terlambat datang. Acara arisan keluarga bulan ini diadakan di rumah eyang putri. Semua diharapkan hadir tepat waktu. Jika tidak mau mendapat siraman rohani yang panjang tentang kedisiplinan."Bentar, Ma!"Hayu mengambil tas lalu membuka pintu dengan tergesa-gesa. Biasanya jika ada arisan keluarga, wanita itu jarang ikut. Hari ini dia tidak bisa mengelak karena mamanya memaksa. Jika acaranya di tempat keluarga yang lain, maka tidak akan dipermasalahkan. Namun, kalau di rumah eyang jangan ada yang berani absen. Kecuali memang ada urusan penting yang tidak bisa ditinggalkan. "Kamu dandannya lama banget," sungut Sarah sembari berjalan menuju ke depan dan menarik lengan putrinya. Danu sudah menunggu di mobil dengan supir yang sudah siap mengantar mereka."Cepetan dikit, Nak. Nanti eyang ngomel," kata Danu saat istri dan
Semua pasang mata menatap sosok eyang yang keluar dengan diiringi Aksa, juga Hayu dibelakangnya. Mereka bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya sedang terjadi.Acara sudah selesai sejak tadi. Jadi orang-orang duduk berkumpul makan sambil berbincang. "Loh, kamu kok ada di kamar eyang?" tanya Rani kepada putranya. Aksa hanya terdiam karena tak berani menjawab. "Baju kamu kenapa sobek? Tadi bukannya mama minta tolong anterin tante sama om. Mereka udah nungguin di luar," lanjut Rani. Melihat ada yang janggal, keluarga yang lain mulai berbisik-bisik. Apalagi melihat tingkah Hayu yang tampak berbeda dari saat masuk ke kamar eyang tadi. "Panggil Danu sama Setya. Rani sama Sarah tunggu di sini. Yang lain boleh keluar," ucap eyang tegas. Bisik-bisik semakin kencang terdengar. Dalam sekejap, ruangan yang tadinya berisi puluhan orang menjadi sepi. Hayu duduk di sebelah Sarah sembari memeluk mamanya dan menangis. Sementara Aksa masih terdiam saat mamanya bertanya banyak hal. Apa ya
Aksa melajukan mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, berusaha mengejar taksi yang membawa Hayu. Tadi dia sudah menahan dan mencoba membujuk agar bisa mengantarkan pulang, tapi wanita itu sudah terlanjur merajuk.Begitu taksi berhenti di depan rumah, Aksa segera memarkir mobil dan berusaha masuk sebelum pagar tertutup. "Mau apa lagi kamu?" tanya Hayu dengan wajah galak. Dia sudah kesal setengah mati karena perbuatan lelaki ini. Ternyata orangnya malah muncul."Mau nikahin kamu, Mbak," jawab Aksa cepat, lalu segera menutup mulut karena salah bicara. Hayu mendelik tak suka, lalu berkata, "Mending pulang sana. Jangan sampai aku nyuruh security buat ngusir kamu!"Aksa menarik napas dalam, mencoba mengendalikan perasaannya sebelum kembali berucap. "Mau minta maaf. Tadi itu salah ngomong," kata Aksa dengan penuh penyesalan. Walaupun dia tak sepenuhnya menyesal. Apa yang mau Aksa sesalkan jika sudah merasakan memeluk Hayu juga menyentuh pipinya. Itu namanya rezeki, bukan?Maafkan pikir
"Ananda Muhammad Aksa Rahardian. Aku nikahkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Annisa Hayuna dengan mahar sebuah cincin berlian tunai.”"Saya terima nikahnya Annisa Hayuna putri kandung Bapak dengan mahar sebuah cincin berlian tunai!" "Bagaimana saksi?""Sah!""Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khaiir."Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan dengan khusyuk. Juga mengaminkan agar mereka mendapat limpahan berkah, rumah tangga aman tentram, langgeng hingga kelak maut yang memisahkan. Danu menepuk bahu Aksa, setelah menantunya itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Hanya dalam sekali ucap dan tarikan napas, lelaki itu melakukannya.Aksa sudah berlatih seminggu ini, mengahapal sebaris kalimat yang pendek tapi sangat menengangkan sewaktu diucapkan. Syukurlah, ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkannya dengan fasih. Sementara itu Hayu sejak tadi berada di dalam kamar ditemani mamanya, menu
Hayu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh, ketika terdengar pintu kamar mandi dibuka. Lalu menyusul suara langkah kaki mendekat. Bahkan bunyi koper yang ditutup dengan keras membuatnya kaget. Cengkeraman Hayu pada selimut semakin erat. Wanita itu memejamkan mata sembari berdoa dalam hati semoga Aksa tidak curiga bahwa dia sedang berpura-pura tidur. Aksa tersenyum geli melihat tingkah Hayu yang kekanakan. Dia tahu kalau istrinya sengaja menghindari. Dengan santai, laki-laki itu membuka koper untuk mencari pakaian, juga memasang celana dan kaus. Sesuai dengan kesepakatan, untuk sementara waktu mereka akan tinggal di rumah orang tua Hayu. Nanti secara pelan-pelan Aksa akan membujuk istrinya agar mau pindah ke rumah orang tuanya. Aksa berjalan mendekati ranjang dan langsung berbaring dengan santai di sebelah istrinya. "Aaaa!" Hayu berteriak, lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan. "Kamu kenapa, kesurupan?" tanya Aksa heran. Dia send
Keesokan harinya. Aksa menatap wajah di cermin berkali-kali, ke arah pipi yang ditampar Hayu kemarin karena dia sudah lancang menggoda. Untung tidak ada bekasnya, hanya memerah beberapa saat."Masa' diajakin bikin baby aja dia marah?" sungut laki-laki itu sembari menyisir rambut. Bukankah itu haknya? Persetan dengan perjanjian pra nikah. Mereka sudah halal, jadi Hayu berkewajiban melayani. Pipinya memang sakit, terlebih lagi hati. Entah sudah berapa kali dia merasakan ini. Dulu wajar saja kalau Hayu melakukan itu karena mereka belum halal. Sekarang? Sabar, Aksa. Matanya melirik ke arah jam di dinding. Jarumnya semakin bergeser ke angka delapan. Dia masih cuti kuliah, tapi tetap harus ke kantor papa. Belum ada bulan madu seperti pasangan lain yang baru menikah. Lelaki itu sedang mengumpulkan uang, supaya bisa mengajak istrinya jalan-jalan. Hayu sudah tak terlihat saat dia membuka mata. Mungkin, sudah turun ke bawah membantu mamanya memasak. Mereka baru dua hari menikah, tetapi rasan