Aksa melajukan mobil dengan kecepatan yang cukup tinggi, berusaha mengejar taksi yang membawa Hayu. Tadi dia sudah menahan dan mencoba membujuk agar bisa mengantarkan pulang, tapi wanita itu sudah terlanjur merajuk.
Begitu taksi berhenti di depan rumah, Aksa segera memarkir mobil dan berusaha masuk sebelum pagar tertutup.
"Mau apa lagi kamu?" tanya Hayu dengan wajah galak. Dia sudah kesal setengah mati karena perbuatan lelaki ini. Ternyata orangnya malah muncul.
"Mau nikahin kamu, Mbak," jawab Aksa cepat, lalu segera menutup mulut karena salah bicara.
Hayu mendelik tak suka, lalu berkata, "Mending pulang sana. Jangan sampai aku nyuruh security buat ngusir kamu!"
Aksa menarik napas dalam, mencoba mengendalikan perasaannya sebelum kembali berucap.
"Mau minta maaf. Tadi itu salah ngomong," kata Aksa dengan penuh penyesalan. Walaupun dia tak sepenuhnya menyesal.
Apa yang mau Aksa sesalkan jika sudah merasakan memeluk Hayu juga menyentuh pipinya. Itu namanya rezeki, bukan?
Maafkan pikirannya yang kotor. Oleh karena itulah Aksa berharap agar Hayu segera membuka hati dan menerima lamaranya. Agar yang tadinya kotor ini segera menjadi bersih jika sudah dihalalkan. Aduh.
"Yaudah pergi sana. Kamu ngapain masih di sini?" usir Hayu.
Saat ini Hayu tak mau berbicara dengan siapa pun. Ada banyak kejadian dalam satu minggu ini yang membuatnya kesal dan kecewa. Dari janji manis Bayu, rekan kerjanya yang php. Juga kelakuan Aksa di rumah eyang tadi.
Padahal tadinya Hayu sudah mulai berpikir positif kepada Aksa. Ternyata dia itu masih sama saja, membuatnya malu untuk yang kedua kali di acara keluarga.
"Aku mau minta maaf lagi, soal yang di kamar eyang. Tapi aku setuju kalau kita dinikahkan. Aku kalau dekat kamu itu ... gimana ya mau ngomongnya," kata Aksa sembari menatap Hayu dengan perasaan yang ... entah.
Semua lelaki pasti akan merasakan hal yang sama jika berada didekat wanita yang dicintai.
"Lupain. Itu cuma wacana eyang. Aku gak tertarik sama sekali," jawab Hayu cepat. Dia sudah ingin mengusir Aksa sekarang juga.
Mereka masih berbicara di depan pagar. Hayu itu masih berusaha bersabar meladeni Aksa. Namun, jika laki-laki itu masih ingin berpanjang lebar, maka dia akan memencet bel, meminta security membukakan pagar, dan meninggalkannya begitu saja.
"Soal ide eyaneyang, aku sama sekali gak intervensi," lanjut lelaki itu. Kali ini nada suaranya sedikit ditekankan agar Hayu mengerti akan kesungguhannya.
"Yaudah kalau gitu, " jawab Hayu.
"Jadi?"
"Kalau ngomongnya udahan, aku mau istirahat."
Begitu Hayu selesai berbicara, pintu pagar terbuka dengan sendirinya. Security yang berjaga melihat dari CCTV bahwa nona rumah sedang berdiri di depan. Dia merasa tak enak kalau tidak membukakan pagar, sekalipun Hayu belum memencet belnya.
"Non Hayu. Mas Aksa. Silakan masuk," kata si security dengan ramah.
Itu membuat Hayu harus menarik napas panjang lagi sembari membuang pandangan. Dia malah tidak ingin mengajak Aksa bertamu. Lagipula mama dan papa masih di rumah eyang. Tak enak rasanya jika mereka berduaan saja.
"Eh iya, Pak. Nih!" Aksa melempar kunci agar si security memasukkan mobilnya ke halaman.
Hayu meninggalkan Aksa begitu saja, lalu memencet bel rumah. Tak lama pintu terbuka. Tampaklah si Bibik menyambut kedatangan mereka.
"Non. Mas Aksa." Bibik menyapa lalu bergegas ke dalam untuk membuatkan minuman.
Aksa memilih duduk di sofa dan menunggu apakah Hayu akan mengajaknya berbicara. Dia sudah sangat percaya diri masuk ke rumah ini walaupun tuan rumah tidak mengizinkan.
"Kamu tunggu aja dulu di situ. Bentar lagi mama sama papa pulang," katanya sembari berjalan masuk menuju kamar.
Hayu malas meladeni Aksa berbicara. Rasa kesalnya masih belum hilang. Jadi lebih baik berdiam saja di kamar atau melakukan sesuatu. Mendengarkan musik misalnya.
Memang sikapnya tidak sopan jika membiarkan tamu sendirian. Tetapi mau gimana lagi? Dia sudah terlanjur eneg dengan sikap Aksa.
Langkah Hayu semakin cepat saat menaiki anak tanggga. Hingga tak sengaja kakinya terpeleset.
Hayu berteriak. Tubuhnya bergulingan ke bawah dengan kaki terkilir. Apes sekali nasibnya hari ini. Di rumah eyang tadi juga terjatuh, ditambah lagi dengan ini. Pasti semua tubuhnya akan sakit.
Si Bibik yang melihat itu langsung berlari dan menghampiri dan membantu Hayu untuk duduk.
"Sakit, Bik," ucap Hayu mengaduh. Kakinya bahkan susah digerakkan.
"Bentar, Non. Tunggu di sini," kata Bibik menenangkan. Wanita tua itu berlari ke ruang tamu dan memanggil Aksa untuk dimintai pertolongan.
Aksa bergegas ke dalam dan mengucap istigfar berkali-kali saat melihat kondisi pujaan hatinya. Dengan cepat dia menggendong tubuh mungil itu dan membawanya naik ke kamar. Hanya itu yang ada di dalam pikirannya saat ini.
Hayu sendiri tak dapat berkata saat tubuhnya diletakkan pelan di sofa kamar. Dia meringis kesakitan.
"Ada minyak gosok?" tanya Aksa.
Bibik langsung mengiyakan dan bergegas ke bawah untuk mengambil benda itu di dalam kotak obat. Lalu, dia kembali ke atas dan memberikannya kepada Aksa.
Dengan cepat, Aksa membuka tutupnya lalu membalurkan minyak di sepanjang kaki Hayu.
"Maaf," ucapnya saat ingin menyentuh karena takut disemprot lagi. Niatnya kali ini memang tulus ingin membantu.
"Saya permisi dulu Non, Mas," pamit Bibik karena mendengar suara bel pintu berbunyi. Sepertinya tuan dan nyonya rumah sudah datang.
Setengah berlari si Bibik membuka pintu dengan napas tersengal-sengal.
"Ada apa?" tanya Sarah saat melihat pembantunya gelisah.
"Itu ... Non Hayu jatuh dari tangga," jawab si Bibik panik.
Mendengar itu, Sarah dan Danu bergegas ke kamar Hayu. Tentu saja mereka menjadi ikut panik jika sampai terjadi sesuatu kepada putri kesayangan.
Sarah membuka pintu kamar Hayu yang setengah tertutup, kemudian terbelalak melihat apa yang sedang terjadi. Putrinya tampak sedang melakukan sesuatu yang intim bersama seorang lelaki.
"Kalian?" tanya Sarah sambil menutup mulut karena tak percaya.
Sementara Danu mengusap wajahnya berkali-kali. Pemandangan dihadapan mereka sungguh memalukan.
Dua orang itu terkejut kemudian saling menjauh. Wajah Aksa berubah pucat ketika melihat orang tua Hayu berdiri di depan pintu.
"Mama jangan salah paham. Aksa bantuin aku ngolesin minyak gosok. Kaki aku terkilir jatuh dari tangga. Tanya Bibik kalau gak percaya," jelas Hayu ketakutan, karena sudah beberapa kali mereka kedapatan seperti itu.
"Hayu benar, Tante. Kita gak ngapa-ngapain," jelas Aksa. Tadi dia sudah berulah di rumah eyang, jadi tidak mungkin berulah lagi di sini.
"Itu kenapa pada nunduk wajahnya?" tanya Sarah. Wanita paruh baya itu membuang pandangan karena malu melihat kelakuan putrinya.
"Ini baju Aksa nyangkut di anting aku, Ma," kata Hayu merengek. Matanya berkaca-kaca. Sebentar lagi dia pasti akan menangis.
Ini terjadi di luar dugaan. Tadi saat mengoleskan minyak, Aksa juga memijat lembut kakinya. Namun ada pijatannya saat yang terlalu keras, sehingga dia mengaduh kesakitan.
Gerakan Hayu menunduk dan memegang betis, berbarengan dengan Aksa yang tiba-tiba mendongak. Entah bagaimana, bagian depan bajunya yang tadi terbuka dan kancingnya terlepas, tersangkut di anting gadis itu.
Aksa mencoba melepaskan, tetapi bersamaan dengan kedatangan orang tua Hayu. Apalagi posisinya membelakangi pintu, maka lengkaplah semua tuduhan itu.
"Om, Tante, percayalah. Aku cuma mau ngelepasin anting," lanjut Aksa lagi.
Sarah dan Danu saling berpandangan saat dua orang itu saling membela diri.
"Ma," kata Danu, setelah semua terdiam.
"Apa, Pa?" tanya Sarah.
"Bener kata Eyang. Mereka harus segera dinikahkan."
"Ananda Muhammad Aksa Rahardian. Aku nikahkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Annisa Hayuna dengan mahar sebuah cincin berlian tunai.”"Saya terima nikahnya Annisa Hayuna putri kandung Bapak dengan mahar sebuah cincin berlian tunai!" "Bagaimana saksi?""Sah!""Alhamdulillah. Baarakallaahu laka, wa baarakallahu ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khaiir."Doa untuk kedua mempelai dibacakan. Semua orang mengangkat tangan dan mendengarkan dengan khusyuk. Juga mengaminkan agar mereka mendapat limpahan berkah, rumah tangga aman tentram, langgeng hingga kelak maut yang memisahkan. Danu menepuk bahu Aksa, setelah menantunya itu mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Hanya dalam sekali ucap dan tarikan napas, lelaki itu melakukannya.Aksa sudah berlatih seminggu ini, mengahapal sebaris kalimat yang pendek tapi sangat menengangkan sewaktu diucapkan. Syukurlah, ketika tiba saatnya, dia dapat mengucapkannya dengan fasih. Sementara itu Hayu sejak tadi berada di dalam kamar ditemani mamanya, menu
Hayu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh, ketika terdengar pintu kamar mandi dibuka. Lalu menyusul suara langkah kaki mendekat. Bahkan bunyi koper yang ditutup dengan keras membuatnya kaget. Cengkeraman Hayu pada selimut semakin erat. Wanita itu memejamkan mata sembari berdoa dalam hati semoga Aksa tidak curiga bahwa dia sedang berpura-pura tidur. Aksa tersenyum geli melihat tingkah Hayu yang kekanakan. Dia tahu kalau istrinya sengaja menghindari. Dengan santai, laki-laki itu membuka koper untuk mencari pakaian, juga memasang celana dan kaus. Sesuai dengan kesepakatan, untuk sementara waktu mereka akan tinggal di rumah orang tua Hayu. Nanti secara pelan-pelan Aksa akan membujuk istrinya agar mau pindah ke rumah orang tuanya. Aksa berjalan mendekati ranjang dan langsung berbaring dengan santai di sebelah istrinya. "Aaaa!" Hayu berteriak, lalu menarik selimut hingga menutupi kepala. Tubuhnya gemetaran karena ketakutan. "Kamu kenapa, kesurupan?" tanya Aksa heran. Dia send
Keesokan harinya. Aksa menatap wajah di cermin berkali-kali, ke arah pipi yang ditampar Hayu kemarin karena dia sudah lancang menggoda. Untung tidak ada bekasnya, hanya memerah beberapa saat."Masa' diajakin bikin baby aja dia marah?" sungut laki-laki itu sembari menyisir rambut. Bukankah itu haknya? Persetan dengan perjanjian pra nikah. Mereka sudah halal, jadi Hayu berkewajiban melayani. Pipinya memang sakit, terlebih lagi hati. Entah sudah berapa kali dia merasakan ini. Dulu wajar saja kalau Hayu melakukan itu karena mereka belum halal. Sekarang? Sabar, Aksa. Matanya melirik ke arah jam di dinding. Jarumnya semakin bergeser ke angka delapan. Dia masih cuti kuliah, tapi tetap harus ke kantor papa. Belum ada bulan madu seperti pasangan lain yang baru menikah. Lelaki itu sedang mengumpulkan uang, supaya bisa mengajak istrinya jalan-jalan. Hayu sudah tak terlihat saat dia membuka mata. Mungkin, sudah turun ke bawah membantu mamanya memasak. Mereka baru dua hari menikah, tetapi rasan
Aksa memasuki kantor papa Setya dengan penuh percaya diri. Biasanya dia datang dengan penampilan yang santai karena sehabis pulang kuliah. Kali ini terluhat lebih rapi dengan memakai pakaian formal.Beberapa orang berbisik-bisik membicarakannya. Tubuh jangkung yang menjulang dengan sisiran rambut yang rapi membuat mata beberapa karyawati ikut melirik."Penganten baru udah datang. Seger amat." Setya menepuk pundak putranya. Melihat tampilan Aksa yang berbeda kali ini ada rasa bangga dalam hatinya."Papa bisa aja," jawabnya malu. Seperti biasa, Aksa akan duduk di sofa dengan laptop yang sudah terletak di meja. Tinggal menunggu instruksi apa yang akan dikerjakan.Sebenarnya pekerjaan ini cukup memusingkan karena berbeda dengan bidang yang saat ini dia pelajari. Namun, Aksa tetap berusaha demi pembuktian cintanya kepada Hayu. Bagaimana dia akan menafkahi istri kalau tidak bekerja disini. Penghasilan Hayu di kantor sudah jelas lebih banyak. Selama dua hari ini, Aksa hidup ditanggung oleh
Aksa membuka mata saat dirasakannya sinar matahari mulai memancar dari balik gorden. Mata elang itu melirik ke arah jam di dinding. Masih pagi, angka 7 yang ditunjukkan oleh jarumnya. Dia menggeliat karena tubuh yang terasa pegal. Semalam usahanya gagal. Hayu masih belum bisa ditaklukan. Akhirnya dia mengalah, ikut turun ke bawah dan makan malam bersama mama Sarah. Terdengar suara air dari kamar mandi. Tak lama pintunya terbuka. Aksa kembali memejamkan mata, berpura-pura tidur, namun sebenarnya diam-diam mengintip. Hayu keluar dengan memakai bathrobe. Istrinya baru selesai mandi. Masih ada tetesan air di rambut basah itu.Si cantik itu sedang mengeringkan rambut dengan handuk. Kemudian duduk di meja rias, mengambil sisir juga hair dryer supaya lebih cepat kering.Tangan mungil itu mengambil sebuah pouch dan mengeluarkan satu persatu alat make-up. Foundation, powder, blush on dan lisptik berwarna merah.Alisnya sudah tebal dan tak perlu dibentuk. Kulit wajahnya memang sudah terlahir
Langkah kaki Aksa berderap saat memasuki kantor. Beberapa orang menyapa dan dibalasnya dengan ramah. Karena baru selesai pulang kuliah, dia berpakaian santai kali ini. Hanya kemeja dengan celana jeans juga sepatu kets, dengan ransel di pundak."Pagi, Pak. Saya Nisa." Seorang gadis seusia Aska menyambut kedatangannya saat tiba di kantor.Ada sebuah meja di depan ruangan, dan ternyata itu ditempati oleh sekretarisnya. Sesuai janji papa, akan ada yang membantu menyiapkan laporan. Ternyata ini orangnya, manis dan sopan dalam bersikap, juga berpakaian. Papa bilang, mulai hari ini, dia akan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan gaji yang diterima setiap bulan. Karena dia sudah menjadi kepala keluarga, papa akan memberikan tunjangan tambahan dengan syarat, semua tugas harus dikerjakan dengan maksimal. Dia akan ikut menemui klien dan menyaksikan proses penanda-tanganan surat-surat kerjasama. Setya sudah mempunyai rencana jangka panjang. Jika putranya sudah selesai kuliah, dia akan membuka seb
"Ini buat aku?" tanya Aksa saat pulang ke rumah dan mendapati sebuah paper bag berisi kemeja terletak di kasur. "Iya. Tadi mama suruh beliin," jawab Hayu.Ada sedikit rasa kecewa dalam hati Aksa. Ternyata itu permintaan mama Sarah, bukan atas keinginan Hayu sendiri."Aku cobain, ya." Tangan besarnya mulai membuka bungkusan plastik. Matanya melirik ke arah label harga. Sudah tidak ada, mungkin sudah dibuang. "Ganti di kamar mandi sana!" usir Hayu. Tidak mungkin kan, dia melihat suaminya berganti pakaian disini. "Disini ajalah. Kan cuma buka baju. Bukan buka yang lain," ucapnya cuek. Mata lelaki itu melirik genit. Ya kali saja, istrinya dapat hidayah sehingga tersadar dan mau melayani. Hayu tak menanggapi, dan malah membuka paper bag miliknya sendiri. Ada beberapa blouse yang dibeli. Juga sepatu untuk dipakai saat masuk kerja nanti. Tadi pagi memang rencananya mereka akan mengubek-ubek barang diskonan. Kemudian malah tergoda masuk ke dalam mall dan membeli yang lain. Lalu ketika s
Hayu mengusap lembut bibirnya dengan jari sebelum mengoleskan lipstik, teringat akan sentuhan Aksa kemarin malam. Suaminya begitu berhasrat. Sementara dia sendiri tak bisa menolak walaupun rasanya itu sedikit ... aneh. Setelah makan malam, dia meminta menginap di kamar mama dengan alasan kangen. Kebetulan juga papa belum pulang, jadi mama tidur sendirian.Pagi-pagi dia bangun dan kembali ke kamarnya karena harus bersiap-siap berangkat bekerja. Untungnya Aksa tidak mengunci pintu. Ketika dia masuk, lelaki itu tidak tampak di dalam. Saat terdengar bunyi gemericik air, Hayu tahu kalau suaminya sedang berada di kamar mandi. Cepat-cepat dia mengganti pakaian karena tadi sudah menumpang mandi di kamar mama. Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka. Tampak Aska keluar dengan menggenakan boxer sambil mengeringkan rambut yang masih basah. Dengan santai dia berjalan melewati istrinya dan membuka lemari mengambil pakaian.Hayu yang melihat suaminya shirtless begitu, berpura-pura sibuk berdandan dan m
Aula kampus penuh sesak dengan para wisudawan dan wisudawati berserta keluarga yang duduk rapi menunggu acara wisuda dimulai. Hari ini lengkap kebahagiaan mereka karena akhirnya Aksa resmi menyandar gelar seorang arsitek dengan nilai yang memuaskan walaupun bukan yang terbaik. Dengan penuh perjuangan dia menyelesaikan skripsi yang tertunda hampir setahun lamanya. Lagi-lagi suasana haru menyelimuti hati Hayu saat sang suami dipanggil maju ke depan dan menerima piagam pernghargaan dari kampus. Lelaki itu melambaikan tangan kepada keluarga setelah selesai di wisuda. Dia kembali duduk dan memeluk sang istri dengan haru. Juga mama dan papanya. Anak-anak tidak diizinkan masuk dan menunggu di luar ruangan bersama baby sitternya. Danu dan Sarah juga sama, berada di depan karena keluarga yang boleh masuk dibatasi dari pihak kampus. Sehingga mereka berdua mengalah dan membantu menjagak cucu-cucu. Danu sudah pensiun dari jabatannya beberapa bulan terakhi sehingga waktunya lebih banyak santai u
The Clariston, Nusa Dua Bali. Aksa memasuki ballroom hotel itu dengan langkah pasti. Di sampingnya ada Hayu yang menggandengan lengan lelaki itu dengan mesra.Dia belakangnya ada Ada Setya dan Rani yang menggandeng Ammar. Ada juga Danu dan Rani yang menggendong Adinda. Lengkap semua yang datang menghadiri opening hotel berbintang 5 dimana setahun yang lalu, Aksa mendapatkan tender untuk men-designya.Wajah-wajah berseri terlihat dimana-mana. Semua orang menikmati hidangan yabg disajikan. Para tamu benar-benar dijamu, bahkan beberapa orang mendapatkan fasilitas menginap gratis. Aksa termasuk salah satunya."Hai, Aksa. Apa kabar?" Salah satu rekannya sesama arsitek menyapa. Lalu mereka berjalan menuju yang lain. Lengkap 5 orang saling berkumpul dan bercerita. "Ini Hayu, ya?" tanya salah seorang di antara mereka. "Iya, saya istri Aksa.""Cantik banget. Pantas aja Aksa galau terus waktu pisah. Malamnya gak ada yang ngelonin."Gelak tawa menggema di ruangan itu. Hayu hanya bisa tersipu
Aksa dan Hayu melangkah masuk ke dalam gedung itu dengan bergandenga tangan. Dua minggu setelah kedatangan Vita dan Bayu, hari ini mereka berada disini untuk menyaksikan momen sakral itu.Vita meminta Hayu untuk mendampingi saat akad nikah berlangsung karena sahabatnya itu tidak bisa menjadi pengiring pengantin. "Di sebelah mana?" tanya Aksa kepada salah satu kerabat mempelai yang berdiri menyambut tamu di depan. "Lurus, belok ke kanan, Pak."Aksa mengucapkan terima kasih dan akhirnya menemukan sebuah pintu di ujung. Begitu terbuka, tampaklah ratusan orang memenuhinya. Untunglah acara belum dimulai dan masih bersiap-siap.Kemarin, mereka memboyong anak-anak untu dititipkan ke rumah Mama Sarah dan menginap disana. Sehingga hari ini, biaa tepat waktu datang menghadiri pesta pernikahan."Silakan duduk. Mbak Hayu, ya?" tanya salah seorang kepada mereka."Benar.""Saya adiknya Kak Vita. Pesannya kalau Mbak Hayu datang, kursi di sebelah depan sudah disiapkan.""Terima kasih, ya."Mereka d
Hujan deras membasahi pemakaman hari ini. Eyang, sosok yang menjadi panutan dalam keluarga mereka berpulang. Semua orang berduka, begitu juga Hayu dan Aksa. Setelah 40 hari masa nifas dan mengadakan syukuran aqiqah, Eyang pun mengembuskan napas yang terakhir.Dia tutup usia dan meninggalkan banyak kenangan bersama anak cucu. Saat mereka mendatanginya, eyang hanya tersenyum dan mengusap wajah Hayu. Mungkin sudah lupa, bahkan berkata juga tidak ada, seperti lupa kepada orang-orang disekitarnya."Ayo kita pulang." Aksa merengkuh tubuh istrinya dan mengajak Hayu masuk ke mobil. Hujan semakin deras, seperti ikut menangisi kepergian eyang.Ada yang datang, ada yang pergi meninggalkan dunia ini. Seperti saling berganti dan mengisi. Kelahiran dan kematian merupakan awal dan akhir kehidupan manusia. Bagiamana kita menjalani masa di antara keduanya, semoga pilihan yang terbaik yang diambil.***Butik ramai hari ini. Hayu sampai kewalahan melayani pembeli. Sementara itu Ammar dan Adinda justru m
Rumah sakit ini. Rasanya sudah tak asing bagi mereka karena sejak awal Kasa kecelaakan juga Hayu melahirkan mereka berada di sini."Duduk, Nak," ucap Sarah saat melihat menantunya mondar-mandir sejak tadi. Sekalipun dulu pernah mengalami hal yang sama saat kelahiran Ammar, tetap saja Aksa merasakan gelisah itu."Hayu gak mau operasi padahal kata dokter kandungan yang ini lemah.""Doakan. Dia sedang berjuang. Kamu jangan panik. Kita sama-sama berdoa." Akhirnya Aksa duduk di kursi tunggu dan mengucapakan doa dalam hati agar anak dan istrinya tetap sehat. Satu jam menunggu akhirnya suara tangisan bayi terdengar dari ruang bersalin. Alhamdulillah semua mengucap syukur. Saat ini hanya mereka berdua yang menunggu karena Danu sedang tugas keluar kota, Setya masih berkerja dan Rani sedang bersiap-siap menuju ke rumah sakit. Kondisi eyang semakin memburuk sehingga Rani semakin intens bolak-balik ke rumah mertuanya. Untunglah Hayu tetap berada di rumah Sarah sekalipun Aksa sudah pulang, s
Aksa memasangkan sebuah penutup mata kepada istrinya ketika mereka sudah masuk ke dalam mobil."Ini apaan, sih?""Diem aja. Ntar kalau udah sampai kamu lihat sendiri." Aksa mengulum senyum sambil memandang wajah cantik Hayu lalu menyalakan mesin. Hari ini mereka akan pergi berdua saja ke suatu tempat yang sudah lama direncanakan. Setelah beberapa bulan yang lalu Hayu memutuskan untuk resign dari kantor dan hanya mengurus Ammar, Aksa menjadi lebih fokus menyelesaikan kuliah juga mulai mengambil job gambar. Kandungan istinya juga semakin membesar dan cukup membuat Hayu kelelahan setiap hatinya. Jadi keputusan untuk mundur bekerja sudah tepat. Lelaki itu mengandalkan surat keterangan kontraknya saat mengerjakan proyek sebuah hotel ternama di Bali sehingga dalam waktu cepat permintaan design mulai berdatangan.Sedikit demi sedikit dia mulai mengumpulkan tabungan untuk merenovasi rumah yang diberikan oleh papanya.Begitu bonus dari job design hotel cair, Aksa langsung membangun sebuah
Hayu memelankan langkah saat berada di dalam kamar. Takut suaminya terbangun. Aksa terlihat sangat lelah. Sepertinya belum berganti pakaian dan hanya melepas sepatu. Dia duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah sang suami drngan penuh cinta. Lelaki ini, yang dulu dia tolak mentah-mentah, kini malah mencintai dan takut kehilangan. Aksa yang masih muda namun bertanggung jawab sekalipun mereka belum memiliki apa-apa dari hasil usaha sendiri, namun lelaki itu telah berusaha menafkahi bahkan dalam kondisi berat sekalipun."Sayang," bisik Hayu lalu menyentuhkan bibir di pipi itu. Aroma khas tubuh Aksa yang selalu dia suka langsung menguar ke inderanya.Lelaki itu menggeliat dan berbalik posisi membelakangi lalu melanjutkan tidur. Dengkurnya terdengar keras, itu menandakan jika Aksa benar-benar kelelahan."Kapan Aksa datang, Ma?" Hayu bertanya saat keluar kamar.Dia menarik kursi makam dan duduk. Tangannya mengambil lauk di meja dan mencicipinya sedikit. "Tadi siang. Mama juga kaget. Ka
Aksa dengan gagahnya mempresentasikan semua hasil kerja keras selama ini di depan semua petinggi hotel. Tiga jam mereka berkutat dan berdiskusi untuk memperbaiki beberapa bagian yang miss. "Setelah melihat semua yang Bapak Aksa paparkan mengenai konsep design sebagian ruangan, kami menyetujuinya dengan syarat perbaikan di beberapa tempat yang sudah kita bahas tadi."Alhamdulillah. Akhirnya selesai dan final. Lelaki itu mengucap syukur karena hasil yang dikerjakan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dia tidak perlu berlama-lama disini dan bisa segera pulang berkumpul dengan keluarga. Dia teringat hari itu saat mengantar Hayu dan Ammar di bandara. Istrinya menangis saat perpisahan. Aksa membujuk Hayu dengan mengucapkan kata-kata yang menenangkan. Sabar, hanya itulah perilaku yang harus selalu mereka tanamkan dalam hidup karena semua hal di dunia ini berproses. Hayu yang manja, yang sejak kecil dicukupi semua kebutuhannya, harus rela berbesar hati dengan semua ujian berat yang m
Hayu dan Aksa melambaikan tangan saat mengantar kepulangan orang tua mereka di bandara. Sarah berlinangan air mata saat memeluk Ammar. "Mama ini. Kami cuma 3 hari disini. Nanti juga kan pulang," bujuk Hayu."Jangan lama-lama. Ingat cuti kamu tinggal beberapa hari," pesan Sarah."Jaga diri baik-baik. Nanti papa jemput pas pulang, ya." Danu memeluk anak menantunya. Dua orang tua itu melambaikan tangan saat masuk ke dalam. Aksa dan Hayu menunggu hingga mereka hilang dari pandangan. Lalu mereka duduk sambil menunggu pesanan taksi datang."Kita mau langsung balik ke kos?" tanya Hayu."Kayaknya mampir dulu beli kasur. Aku gak tau kalian mau datang. Jadi gak ada persiapan.""Barang-barang kita?""Tinggal di taksi bentar. Nanti kita minta supirnya jadi pemandu ke toko buat cari kasurnya. Aku juga gak tau kalau disini dimana," jelas Aksa.Sebuah mobil berhenti di depan dan mereka bergegas memasukinya. "Jalan kemana, Bli?""Ke toko kasur, Pak?""Maksudnya gimana, ya?""Bapak antar kami ke t