Share

Bab 4. Di Balik Diamnya

"Di balik diamnya, ada perasaan yang tak terucap, menunggu waktu yang tepat untuk terungkap." -Keenan Aksara

°°°°°

Di balik semak-semak yang rindang di pinggir lapangan, Keenan mengintip, matanya tak lepas dari sosok Kafka yang melangkah maju, berdiri tegap di depan Alsha. Dalam sekejap, entah dari mana datangnya, Kafka sudah menggenggam botol plastik dan tanpa ragu, menyiramkan isinya ke arah Claudia. Butiran air terbang di udara, menimpa Claudia yang langsung terdiam, terkejut oleh tindakan Kafka. Keenan ikut terhenyak—ini bukan Kafka yang dia kenal. Kafka biasanya tenang, pendiam, dan tak mudah terpancing. Keenan hanya memintanya menegur Claudia, bukan melakukan hal segila ini.

Dari balik persembunyiannya, Keenan menyaksikan semuanya dengan tatapan tajam. Sesuatu dalam dirinya bergejolak, penasaran sekaligus sedikit cemas. Dan sebelum dia sempat bertindak, Davin muncul seperti badai yang tak terduga. Tanpa peringatan, tinju Davin melayang cepat, mengenai wajah Kafka. Refleks, tubuh Keenan bergerak maju, hampir saja melangkah keluar. Namun, dia menahan diri. Tetap bersembunyi, mengamati dari balik semak-semak. Alsha tak boleh tahu kalau dia ada di sini.

Jari-jari Keenan mengepal kuat, tubuhnya tegang. Matanya tak berkedip, memandangi Kafka yang dengan cepat membalas pukulan Davin, lebih keras, lebih brutal. Senyum miring tersungging di wajah Keenan—ini yang dia tahu tentang Kafka. Tenang di luar, tapi tak terkalahkan di medan perkelahian. Davin mungkin punya banyak koneksi dan anggota geng yang selalu siap membantunya, tapi dalam pertarungan satu lawan satu, dia tak ada apa-apanya. Kafka Dirgantara, dengan kekuatan dan keterampilannya dalam bela diri, jauh lebih unggul. Lomba karate tingkat nasional, juara dua—itu bukan sekadar kebetulan. Di balik sikap santainya, Kafka menyimpan kekuatan yang tak bisa diremehkan.

Sambil terus memperhatikan pertarungan itu, pandangan Keenan tiba-tiba beralih ke Alsha. Dia berdiri beberapa meter dari kejadian itu, tampak pucat dan ketakutan. Gadis itu, yang selalu begitu lembut dan damai, jelas-jelas tak tahan melihat kekerasan. Tangannya erat menggenggam tangan Aline, sahabat setianya yang selalu ada di sampingnya. Sebelumnya, Aline pun sempat berdiri melindungi Alsha sebelum Kafka melangkah maju.

Ashaline Elleana—atau Aline, begitu semua orang memanggilnya. Gadis berambut ikal yang selalu ceriwis dan penuh energi, teman sekelas yang tak pernah segan berbicara apa adanya, bahkan terhadap Keenan. Bagi Keenan, dia sering kali dianggap terlalu cerewet, tetapi keberaniannya dalam menghadapi siapa pun tak bisa dipungkiri.

Keenan menarik napas dalam-dalam, merasakan berat di dadanya. Apa yang akan dipikirkan Alsha jika dia tahu bahwa di balik dukungan Keenan yang selalu tampak di depan, sebenarnya ada sisi dirinya yang menikmati dunia yang paling Alsha benci—perkelahian. Bagaimana reaksinya jika tahu bahwa Keenan, yang selalu terlihat tenang dan melindungi, diam-diam terlibat dalam kekerasan ini?

Saat perdebatan antara Kafka, Claudia, dan Davin semakin memanas, tiba-tiba seorang guru muncul. Suasana langsung berubah. Guru itu dengan tegas memisahkan mereka, dan tak lama kemudian, Kafka serta Davin dibawa menuju ruang BK, meninggalkan lapangan yang perlahan-lahan kembali tenang.

"Sorry, Kaf," Keenan berbisik pelan, meski Kafka tak bisa mendengarnya. "Gara-gara gue, lo harus masuk BK." Rasa bersalah menyeruak di benaknya. Beberapa hari yang lalu, dia sudah membuat Abhi terluka, dan sekarang, Kafka harus menanggung akibat dari keputusannya. Dan Davin… Keenan tahu, masalah ini belum selesai. Davin pasti merencanakan sesuatu yang lebih.

Keenan segera meninggalkan tempat persembunyiannya, berjalan cepat menuju parkiran. Dia tak ingin Alsha atau siapa pun melihatnya. Sambil berjalan, dia merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan singkat kepada Kafka.

Keenan: Gue tunggu di parkiran.

Tak butuh waktu lama, balasan Kafka muncul di layar.

Kafka: Ok.

Keenan menyimpan ponselnya kembali ke saku, langkahnya semakin cepat saat melintasi area parkiran. Begitu sampai, Abhi dan Nevan sudah berdiri menunggu, ekspresi mereka mencerminkan kebosanan.

"Pak Ketu, darimana aja? Lama banget," keluh Abhi sambil menyandarkan tubuhnya pada motor.

"Iya, bos, kami sampe jamuran nunggu disini," Nevan menimpali dengan nada bercanda, meski sorot matanya menunjukkan ketidaksabaran.

Keenan tidak menjawab dengan panjang. Tanpa berkata-kata, dia langsung menaiki motornya, duduk dengan sikap santai, tapi ekspresinya tetap datar, seperti biasa.

"Ada urusan," jawabnya singkat, pandangannya masih tenang meski di dalam hatinya terasa ada yang bergejolak.

Beberapa menit kemudian, sosok Kafka muncul dari kejauhan, melangkah mendekat. Wajahnya sedikit lebam, dan itu langsung menarik perhatian Abhi dan Nevan. Keduanya tersentak, terkejut melihat kondisi Kafka.

"Lo berantem sama siapa, Kaf?" tanya Nevan cepat, wajahnya penuh kekhawatiran saat mendekati Kafka.

"Davin," Kafka menjawab singkat, namun tatapannya sedikit melirik ke arah Keenan, seolah menunggu reaksi dari ketua mereka.

Abhi dan Nevan saling berpandangan, bingung. Mereka kemudian menatap Keenan yang masih duduk santai di atas motornya, seakan tak peduli dengan apa yang terjadi.

"Serius? Si Davin bikin masalah lagi?" tanya Nevan, nadanya penuh kejengkelan.

Keenan hanya mengangkat bahu, sedikit tersenyum miring. "Kalau gak bikin masalah, bukan Davin namanya," jawabnya dengan nada sinis, tanpa sedikit pun rasa terkejut.

Kafka hanya menggelengkan kepala, seolah mencoba meredakan kekhawatiran mereka. "Gue gak apa-apa, santai aja. Luka kecil doang," katanya pelan, meskipun matanya menunjukkan rasa lelah setelah konfrontasi tadi.

Saat ketiga temannya mulai berbincang, fokus Keenan seketika teralih. Pandangannya jatuh pada dua sosok gadis yang tengah berjalan mendekati gerbang sekolah. Alsha—gadis yang sejak tadi memenuhi pikirannya—sedang berjalan di samping Aline. Mata Keenan terus mengikuti langkahnya, tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Alsha yang tampak begitu tenang, meskipun dia tahu gadis itu barusan terlibat dalam insiden yang cukup menegangkan.

Namun, ada yang lain yang menarik perhatiannya. Alsha tidak menoleh padanya, dia malah menatap ke arah Kafka. Tatapan itu seolah menyiratkan kebingungan—mungkin Alsha tidak mengerti kenapa Kafka, sosok yang selalu diam dan tak banyak bicara, tiba-tiba muncul dan menolongnya.

Perasaan tak nyaman mulai merambat dalam diri Keenan. Pikiran itu melintas cepat—bagaimana jika Alsha mulai tertarik pada Kafka? Keenan tahu persis, gadis itu tak tahu kalau sebenarnya yang menyuruh Kafka untuk menolongnya tadi adalah dia, Keenan sendiri. Perasaan yang bercampur antara kesal dan tak mau kalah mendesak dalam dirinya.

Di sisi lain, Nevan yang sedang bersandar di motornya, menghela napas panjang sembari membuka kancing seragamnya. Gerakannya lambat dan santai, memperlihatkan kaos hitam yang membungkus tubuhnya di balik seragam yang ia lepaskan. Kaos itu sudah kusut, seolah mencerminkan betapa lelahnya hari itu. Dengan senyum tipis yang seolah ingin memancing jawaban, ia bertanya, "Mau ke mana hari, bos?"

Tanpa menghiraukan pertanyaan Nevan, Keenan menggeser posisi duduknya, merapatkan pegangan pada motor, lalu mengambil helm full face-nya. Suara mesin motornya menderu saat dia menyalakannya, siap untuk pergi.

Abhi, yang menyadari perubahan sikap Keenan, langsung bertanya, "Pak Ketu kenapa?" Tapi Keenan tak menjawab. Dari balik helmnya, dia masih fokus pada Alsha, yang kini sudah hampir mencapai gerbang sekolah.

Kafka memperhatikan dengan tenang, mengamati arah pandangan Keenan. Dia menarik napas panjang, seolah sudah memahami apa yang sedang terjadi di benak sahabatnya itu. "Biasa, ngejar Alsha," gumam Kafka dengan nada datar, matanya juga tertuju pada gadis yang kini menjadi pusat perhatian mereka.

Abhi dan Nevan mengikuti arah pandang Kafka, sama-sama melihat ke arah Alsha yang sedang berjalan menjauh. Mereka terdiam sesaat, sementara Keenan, dengan satu gerakan cepat, menarik gas motornya, membuat suara deru motor terdengar jelas, dan tanpa berpikir panjang, dia melesat menuju Alsha.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status