Share

BAB 4. WAJAH PALSU

Pandai sekali memalsukan wajah busuknya si Jaya dan Mama di depan Papa. Andai Papa tidak datang ke kafe mungkin mereka masih asik masyuk melepas nafsu selingkuh yang tersendat karena Papa membatasi Mama keluar dengan kegiatannya.

Lalu kenapa Papa menyusul aku dan Mama kafe, ya? Apa maksud Papa?

"Kok Mama sama Om diam? Kalau bos Mercy menjodohkan anaknya dengan Bos BMW nggak heran. Karena bisnisnya setara, sekaligus menjaga kekayaan biar awet sampai tujuh turunan. Gitu juga dengan keturunan darah biru yang banyak pakai perjodohan biar sama-sama status kebangsawannya nggak ilang. Lah, kalau aku dan Mas Sabda dijodohkan dalam rangka apa coba?" Setelah menuntut jawaban kepada Mamanya dan Jaya Kumara. Yolan mengarahkan wajah ke Papanya dan bertanya, "Papa tahu?"

"Nggak ada salahnya, 'kan orang tua menjodohkan anaknya. Kan gak harus jadi pacar juga. Kalau cocok, ya, jadi pacar, kalau nggak cocok, ya, jadi temen. Setidaknya sekarang Nak Yolan dan Sabda sudah kenal. Lumayan nambah temen," sela Jaya Kumara sebelum Wistara menjawab.

Yolan tidak puas mendengar jawaban Jaya dan ingin terus kupas tuntas tentang maksud Mamanya menjodohkan dengan Sabda--anak selingkuhannya. 

Tidak menanggapi ucapan Jaya, Yolan fokus pada Papanya yang kemudian berujar.

"Papa jadi ingat dengan teman Papa yang menjodohkan anaknya dengan mantan pacarnya. Tapi setahu Papa, Jaya, bukan mantannya Mamamu," ujar Wistara cuek. Seolah di sana hanya ada dia dan Yolan.

"Papa kali, yang mau njodohin Yolan dengan mantan pacar Papa?" goda Yolan yang juga tidak peduli lagi pada tiga manusia lain di sana.

"Kalau benar papa mau njodohin kamu sama mantan pacar papa, emang kamu mau?"

Yolan terbahak mendengar wistara, "Cie, yang belum bisa move on dari mantan," olok Yolan merasa terhibur dengan kelucuan dan candaan Wistara-Papanya.

"Sedemikian cintanya-kah Papa sama mantan sampai nggak dapet orangnya keturunannya pun boleh jadi mantu?" ceplos Yolan lagi.

"Dari sisi kisah sebenarnya ini manis sekali, Lan. Menjodohkan anak sendiri dengan anak mantan pacar dulu. Tapi kalau memang benar murni tanpa adanya bibit-bibit perselingkuhan dan bisa saling menghormati pasangan masing-masing ...." beber Wistara.

Wajah Hananti mulai pucat dan seperti ketakutan. Merasa Wistara suaminya dan Yolan sedang menyindirnya.

Hananti berpikir, kalau tahu anak dan suaminya akan membuat kekacauan seperti, dia tidak akan pergi ke kafe untuk mempertemukan Yolan dengan Sabda.

Tapi itu artinya dia juga tidak bisa bertemu dengan Jaya?

"Huuft ...." Helaan napas Hananti terlihat berat.

Hananti tidak menyangka, putri bungsunya yang selama ini selalu menurut padanya, hari ini dengan tegas menentangnya. 

Bergantian Hananti menatap Yolan, Suaminya, selingkuhannya dan Sabda dengan senyum pahit.

Yolan yang sekarang ada di sampingnya benar-benar, unpredictable, terkesan bandel, dan tengil. Tapi lihatlah wajah tanpa dosanya itu. 

Hananti merasa mulai harus waspada kepada Yolan.

"Eh, Pa, tadi Papa mau pinjam handphone-ku buat apa?" tanya Yolan teringat lagi.

Dan masih menggenggam erat benda pipih yang di dalamnya ada daftar dosa-dosa Mamanya dengan Jaya Kumara.

"Papa sebenarnya mau pesan makanan di go-go___"

"Go-jek, Pa. Go-food," ralat Yolan dengan senyum lega. "Kirain mau ngapain? Ternyata mau pesan makanan. Bikin orang kaget aja nih, Papa."

"Iya itu. Antara Go-food dan Go Jek, Papa takut salah sebut."

"Kok, Papa mau pesan makanan di go-food  Kan Jaya lagi pesen makanan. Sebentar lagi juga pasti datang," sahut Hananti dengan jantung seperti sedang berolah raga.

Khawatir suami dan anaknya membuat ulah lebih parah lagi. Khawatir mereka tahu kalau Jaya Kumara adalah pria selingkuhannya.

"Gimana Pa, jadi nggak pesan Go-Foodnya?" tanya Yolan.

Hananti mendelik, "Yolan! Gimana, sih kamu?! Emang mau diantar ke mana makanannya?"

"Nggak jadi Lan, nanti aja buat makan sore di rumah," cetus Wistara melihat mata Istrinya yang membesar.

"Emang Mama tadi belum masak, ya, Pa sebelum pergi?"

"Ya belumlah, 'kan Mama lebih mementingkan perjodohan kamu dari pada Papa."

Hananti merasa sudah diserang dan dipermalukan oleh anak dan Suaminya. "Awas, ya, nanti sampai rumah. Habis kalian?!" gumamnya geregetan.

"Oh, iya, Mas Sabda. Sekarang sudah jarang lho, ditemukan perjodohan antara mantan pacar atau antara selingkuhan dengan anak selingkuhan. Tapi kita sepertinya harus tetap bersyukur Mamaku dan Papamu sudah berusaha mengenalkan kita. Anggap aja itu bentuk rasa peduli orang tua ke kita. Benar 'kan, Mas Sabda?" tutur Yolan yang kali ini Sabda menjadi sasarannya.

"Be_betul itu Yolan." Calon polisi itu menjawab dengan senyum patah.

"Apalagi kalau yang dijodohin ke kita sesuai sama kriteria. Pasti kita setuju, ya, 'kan Mas Sabda? Tapi kalau nggak sesuai, ya wajib kita tolak. Allhamdullilah banget, lho, Mas Sabda, kebetulan orang tuaku, terutama Mama, bukan tipe yang suka memaksa ...." sindir Yolan lagi.

"Kalau papa njodohin kamu Lan, alasannya ya, pasti bibit, bebet, bobot. Kalau kamu mau, papa bisa minta teman-teman pengajian yang anaknya belum nikah kenalan sama kamu untuk ta'arufan. Lebih aman, 'kan? Karena Papa sudah mengenal teman-teman pengajian papa dengan sangat baik," tambah Wistara.

"Boleh juga tuh, Pa. Ta'arufuan dan perjodohan dengan teman pengajian Papa bisa menghindari potensi konflik dengan calon mertua dan calon besan, karena sudah saling kenal. Juga jauh dari aroma-aroma perselingkuhan. Ya, kan, Pa?" Yolan sengaja melirik Mamanya dan Jaya Kumara saat mengatakannya.

Tahu dilirik oleh Yolan, Jaya Kumara dengan pedenya buka suara, "Keinginan dan harapan orang tua itu, kadang tidak selalu sama dengan anak."

"Mas Sabda, Yolan kasih tahu, ya? Stop percaya dengan pilihan orang tua dan istilah orang tua selalu benar. Kesannya negatif, ya, kalau Yolan ngomong gini tentang orang tua. Tapi pada kenyataannya memang benar. Berapa banyak pasangan hasil perjodohan orang tua yang berujung cerai? Dan berapa banyak pasangan yang menentang pilihan jodoh dari orang tua tapi tetap bisa hidup bahagia dengan pilihannya sendiri ...."

"Siap, Yolan ...." jawab Sabda sambil tersenyum kaku.

Entah juga siap untuk pergi kemana? Yolan tidak peduli.

"Jadi orang tua tidak harus seegois itu. Anak pasti menentang kalau tiba-tiba dijodohkan tanpa alasan yang jelas. Lebih baik aku dan Mas Sabda menghabiskan masa muda  untuk berani mengambil keputusan hidup. Dari pada hidup sampai tua penuh dosa perselingkuhan dan perzinahan ...." 

Jaya Kumara bereaksi mendengar omongan Yolan. Sepertinya Papa Sabda dan Hananti kepanasan mendengar Yolan makin pedas saja dalam bicara.

"Percayalah, Nak Yolan. Orang tua yang baik pasti menginginkan hal yang baik untuk anaknya. Mungkin caranya salah, namun tujuannya benar." Jaya Kumara masih membela diri mungkin juga membela Hananti.

"Orang tua yang baik tidak akan berselingkuh di belakang pasangan sah dan anak-anak mereka. Benar, 'kan, Om Jaya Kumara?"

"Yolan!" bentak Hananti.

Yolan senang melihat emosi mamanya. Kalau perlu Yolan akan terus berkicau sampai Jaya Kumara dan Mamanya kelojotan seperti cacing dijemur.

"Kok makanannya tidak datang-datang, ya?" gumam Wistara yang disambut senyum oleh Yolan.

"Pa, Papa pernah berpikir nggak sekali saja dalam hidup selama menikah dengan Mama untuk berselingkuh?" ucap Yolan tiba-tiba.

***

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status