“Aaargh...”Erangan siluman menggema di seantero lingkungan sekte Kembang Kenongo, Asap mengepul dari tubuh lelaki yang tengah bersimpuh lemah di hadapan Ajiseka. Rupanya roh Nogoweling tidak memberi ampun dan melebur sosok siluman yang melawannya. Tetapi rupanya lelaki lemah yang tidak lagi memiliki energi siluman itu kembali berdiri tegap dan menunjukkan seringai bengis.Begitu juga dengan Ajiseka, roh Nogoweling sudah kembali ke tubuhnya. Kini, dua sosok lelaki itu saling berhadapan dan siap mengadu digdaya murninya. Jelas kesempatan Ajiseka untuk memperagakan jurus serta kekuatan fisik yang ia pelajari dari Janudoro dan Ki Balung Wojo, dua guru beladiri dari alam yang berbeda.Jual beri serangan terjadi, dan sesekali Ajiseka menirukan jurus milik lawannya. Ya! Satu kelebihan yang membuat musuh meradang marah. Seperti halnya lawan Ajiseka saat ini, amarahnya memuncak dan gerakannya semakin tidak beraturan.“Bedeb*h!” teriak lelaki itu penuh kekesalan.Terlebih saat semua seranganny
Kunci Raga, ilmu warisan leluhur Ajiseka itu memang benar-benar membuat lawan tidak berkutik sama sekali. Tidak hanya mengunci raga manusia, tetapi juga berlaku untuk makhluk astral. Dan karena ilmu itu, nasib Pancabala berada di ujung tanduk.Mulanya Pancabala mencoba memberontak, tetapi saat melihat yang berbicara adalah pemuda yang selangkah lagi terbunuh olehnya masih berdiri gagah dan tanpa luka, ia pun mencoba menenangkan diri. Otaknya mulai memikirkan cara untuk meloloskan diri dari kematian. Jelas ia merasa kalah jika nekat melakukan perlawanan, pasalnya aura alam yang ia gunakan sama-sekali tidak mampu melukai lawannya.Walaupun pemuda itu sempat terdesak, tetapi nyatanya ia tidak mengalami luka sedikit-pun. Dan itu artinya kekuatannya berada jauh di atasnya. Tentu Pancabala sudah memikirkan untung ruginya sebelum bertindak.“Baiklah, aku rasa seluruh kekuatanku tidak mampu melawan dirimu. Lakukan yang harus kau lakukan anak muda, aku tidak menyesal jika kau membunuhku. Setid
Di ruangan khususnya Pancabala berjalan mondar-mandir memikirkan langkah selanjutnya. Tidak dipungkiri jika kekalahannya menciptakan kegelisahan luar biasa. Ia tidak habis pikir, selama ini sepak terjangnya selalu menjadi sorotan, baik pihak lawan atau sebaliknya. Nyatanya hari ini ia harus menelan pil pahit kekalahan hanya dengan melawan seorang pemuda. Ia bingung apakah dirinya yang terlalu lemah atau musuhnya yang tidak tertandingi, pasalnya dirinya dinobatkan oleh sekte sebagai tetua yang paling mumpuni. Seiring waktu berjalan dan lelahnya langkah kaki yang tidak jelas, pikiran Pancabala kian didera gelisah, tetapi lagi-lagi ia tidak tau harus bagaimana.Bahkan, kebiasaan memanggil sang junjungan di ruangan khususnya benar-benar hilang dari ingatan. Pancabala mencoba bermeditasi, mencari ketenangan dan berniat membangkitkan lagi energi tenaga dalamnya. Mengingat ucapan Ajiseka yang menyebut jika tenaga dalam miliknya terkuras habis sewaktu proses pelepasan dirinya dari jerat ilmu
Cairan merah kental mengucur deras, menggenangi lantai aula sekte yang terbuat dari batu-batu pilihan dan terjejer rapi. Berakhirnya hidup seorang wakil pimpinan aliran hitam di tangan pimpinannya sendiri. Bukti jika pengabdian dan jasanya tidak berguna manakala tubuhnya tidak lagi mampu memberikan kontribusi kekuatan terhadap sekte.Bahkan, saat terakhirnya masih tersiksa. Menjadi tumbal peningkatan kekuatan oleh siluman manusia berkepala anjing yang bersarang di raga Sumokolo. Tragis, tetapi itulah nasib yang menimpa Pancabala di akhir alam kecil, dan terombang-ambing di alam besar yaitu Nirwana.Sedangkan pimpinan sekte dan pimpinan padepokan Lowo Ireng sendiri melenggang tanpa beban setelah membunuh dan menyerap energi kehidupan wakil pimpinannya. Memasuki bilik pribadi dan kembali merajut lagi ritual asmara gila yang mereka jalani demi sebuah kekuatan yang digadang mampu meleburkan kekuatan besar yang mengancam keamanan sekte aliran hitam.Disisi lain, Sewunyowo tengah menggila.
Dhar!Dhar!Dua larik sinar terang menghantam bangunan rumah warga, tidak hanya satu kediaman saja yang di hancurkan. Tetapi setiap Sewunyowo dan rombongannya berjalan, maka tempat di sekitarnya di buat porak-poranda oleh mereka. Tidak perduli ada penghuninya atau tidak, mereka tetap menghancurkan bangunan yang mereka lintasi.Bahkan, saat penduduk melakukan perlawanan, jiwa keji mereka malah semakin terpacu. Banyak nyawa lepas sia-sia dari badan. Hingga akhirnya kelompok Sewunyowo berhadapan dengan anak didik Haryo Wicaksono.Pertarungan pecah di tempat keramaian. Daerah yang seharusnya dihindari untuk peperangan, mengingat dampak besar yang sudah pasti terjadi. Sedangkan Haryo Wicaksono masih berada di kediamannya mengurus perusuh yang tidak kalah banyak, pasalnya Sewunyowo mengerahkan seluruh bawahannya, termasuk warga yang baru saja bergabung dengannya.Beberapa tetua muda bertugas meringkus kediaman Haryo Wicaksono, itu terjadi karena laporan telik sandi yang menemukan kejanggala
“Serang!”Kata terakhir yang terucap dari salah satu tetua padepokan Lowo Ireng, dengan jumlah bawahan lebih dari seratus orang menjadikan dirinya begitu yakin mampu menaklukkan lawan. Terlebih sebelumnya mampu membuat kekacauan di desa dan kini berusaha menaklukkan padepokan rahasia asuhan Haryo Wicaksono. Sayangnya padepokan Haryo Wicaksono tidak mudah di taklukkan, sebuah kejutan untuk Sewunyowo yang memimpin langsung penyerangan itu.Wakil pimpinan itu tidak mampu menahan gempuran Ajiseka dan ayahnya yang sama-sama memiliki digdaya di luar nalar. Bahkan, Ajiseka langsung melebur jasad Sewunyowo dengan kekuatan Nogoweling. Seperti halnya Brojolewo dan Dewi Wengi yang terbakar oleh semburan api yang tercipta dari kekuatan roh Nogoweling.Belajar dari pengalaman masa lalu, membuat Ajiseka mengambil tindakan itu. Kini tinggal satu, yaitu pucuk pimpinan Lowo Ireng yang menghilang saat padepokannya hancur. Juga ketika wakilnya lebur menjadi abu, wanita itu tidak juga menampakkan dirinya
“Hua ha ha ha, kau lagi rupanya!”SlashDhar!Dhar!Sinar terang melesat dari telapak tangan Sumokolo, dan dua kali menerjang tubuh Ajiseka. Namun, tubuh Ajiseka tetap bergeming seolah tidak terjadi penyerangan terhadap dirinya. Bahkan, ledakan yang terjadi hanya menimbulkan percikan api saja.Ya! Kekuatan yang berasal dari roh siluman buaya buntung rupanya bekerja dengan baik, tubuh Ajiseka beberapa kali selamat dari luka. Sebab kekebalan tubuhnya telah dilindungi total oleh kekuatan milik Surodono. Tidak heran saat melawan musuh sebelumnya Ajiseka sama sekali tidak terluka ketika gempuran dahsyat menyerang dirinya.“Beruntung kita bertemu disini, dan tidak salah jika malam ini aku menuntaskan dirimu,” ujar Ajiseka.“Kau terlalu jumawa anak muda! Puluhan tahun sekte ini berdiri. Bahkan, sebelum dirimu terlahir diriku sudah menjadi pemimpin sekte Kembang Kenongo, lalu apakah semudah itu kau akan membinasakan diriku, hem?”“Dan selama itu kerja kalian hanya mengambil upeti dan memeras
Sosok tua nan ringkih menangkis serangan serta memukul Roro Palupi dari jarak yang begitu dekat. Jika serangan jarak jauh yang sudah pasti menggunakan tenaga dalam saja dapat ia halau, tidak mungkin lelaki tua itu memukul dengan tangan kosong. Nyatanya Roro Palupi terhempas keras dan menjerit kesakitan.Ageng Pamungkas, lelaki tua yang memberikan pedang pusaka Nogoweling kepada Ajiseka itu nyatanya bukan orang sembarangan. Ia adalah guru Danuseka, Haryo Wicaksono, Adhinata dan Janudoro. Dan Janudoro adalah guru pertama Ajiseka, jika di urut artinya lelaki tua itu termasuk kakek guru Ajiseka.Ageng Pamungkas sendiri memiliki urusan pribadi masa lalu dengan Roro Palupi, sebab runtuhnya padepokan Bayu putih tidak lepas dari ulah Roro Palupi dan gerombolannya. Selama ini Ageng Pamungkas menyembunyikan jati-dirinya, sebab ia harus menjaga amanah dari pendahulu padepokan, menjaga pedang pusaka Nogoweling agar tidak jatuh ke tangan orang yang salah.“Roro Palupi, tidakkah kau menyadari jika
Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny
Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.
Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho
Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik
Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba
Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak
Sorot penuh amarah terlihat jelas di tatapan mata Danuseka, sebab sosok arwah yang ada di depannya tidak lain adalah Sekar Sari atau Sariti. Dahulu semasa hidup dan di jaman terbentuknya keraton Setyaloka, Sekar Sari merupakan salah satu anak pemilik keraton dari istri kedua yang bernama Ajeng Ratri. Wanita yang memiliki ilmu hitam dan menguasai kekuatan ilusi, atau lebih dikenal dengan penguasa alam mimpi.Artinya, Sekar Sari atau Sariti juga salah satu leluhur Danuseka. Namun, karena sifat serakah dari Ajeng Ratri yang ingin menguasai keraton Setyaloka membuat ia harus terusir. Ia ditempatkan di sisi selatan bagian luar Setyaloka yang sekarang menjadi Punden.Bahkan, keberadaan arwah yang kini diselimuti oleh aura buruk dari alam kegelapan tidak luput dari sumpah serapah Sekar Sari sendiri yang juga di Amini oleh ibunya, Ajeng Ratri. Tidak heran, sebab kematiannya pun diwarnai dengan kekejian. Dan tidak disangka, sosok yang lebih dikenal dengan sebutan Sariti itu masih ingin menguas
Hampir tengah malam Danuseka dan dua rekannya masih berjibaku melawan hampir seratus mayat hidup yang di bangkitkan oleh pemuda titisan iblis. Bukan perkara mudah mengalahkan makhluk-makhluk itu, pasalnya mereka benar-benar kembali hidup, tetapi berbeda dengan layaknya manusia. Sebab perangai orang-orang itu lebih menyerupai makhluk kegelapan, datar dan hanya fokus menyerang saja.Keberadaan mayat hidup yang berwujud Roro Palupi, Danuseka langsung memikirkan sesuatu. Pasalnya, pimpinan padepokan itu tidak mungkin secara kebetulan menjadi korban untuk siluman danau tepi barat. Dan pada akhirnya pemikiran Danuseka berhenti pada satu sosok yang di anggap cukup memungkinkan menjadi tersangka.Sariti, wanita jelmaan itu menjadi satu-satunya orang yang memungkinkan menjadi pelaku. Pemikiran Danuseka tidak hanya berhenti di situ saja, ia menggabungkan rentetan peristiwa yang di ceritakan rekannya di wilayah selatan. Lelaki itu menggeleng pelan manakala semua rentetan kejadian itu masuk akal,
Raja Tirta Dunya membisiki Ajiseka agar keluar dari pusaran air Danau, hal itu di lakukan karena tidak adanya pengawasan dari pihak lain. Sedangkan pemuda siluman ikan titisan iblis itu bukanlah lawan yang tepat untuk Ajiseka. Tentu raja Tirta Dunya sudah mempertimbangkan dan menelisik seberapa kuat kekuatan iblis yang berada ditubuh pemuda siluman itu.Sesaat setelah mendapat bisikan, Ajiseka langsung melesat ke daratan. Seketika pusaran air itu pudar dan beradu, akibatnya gelombang air yang cukup tinggi menyembur hampir setinggi tebing. Tidak lama setelah aktivitas air mereda pemuda siluman pun turut melesat ke atas menusuk Ajiseka.“Banyu Panguripan, ijinkan ibu melengkapi kekuatan yang ada di tubuhmu,” ujar Dewi Panguripan kepada Ajiseka.“Maksud Kanjeng Ibu?” jawab Ajiseka. Dirinya merasa kebingungan dengan maksud melengkapi yang di lontarkan oleh Ibu angkatnya.“Ibu harus merasuk dan melengkapi kekuatan yang kamu miliki. Sebentar lagi gelap dan Ibu yakin iblis itu akan mengumpul