Dhar!Dhar!Dua larik sinar terang menghantam bangunan rumah warga, tidak hanya satu kediaman saja yang di hancurkan. Tetapi setiap Sewunyowo dan rombongannya berjalan, maka tempat di sekitarnya di buat porak-poranda oleh mereka. Tidak perduli ada penghuninya atau tidak, mereka tetap menghancurkan bangunan yang mereka lintasi.Bahkan, saat penduduk melakukan perlawanan, jiwa keji mereka malah semakin terpacu. Banyak nyawa lepas sia-sia dari badan. Hingga akhirnya kelompok Sewunyowo berhadapan dengan anak didik Haryo Wicaksono.Pertarungan pecah di tempat keramaian. Daerah yang seharusnya dihindari untuk peperangan, mengingat dampak besar yang sudah pasti terjadi. Sedangkan Haryo Wicaksono masih berada di kediamannya mengurus perusuh yang tidak kalah banyak, pasalnya Sewunyowo mengerahkan seluruh bawahannya, termasuk warga yang baru saja bergabung dengannya.Beberapa tetua muda bertugas meringkus kediaman Haryo Wicaksono, itu terjadi karena laporan telik sandi yang menemukan kejanggala
“Serang!”Kata terakhir yang terucap dari salah satu tetua padepokan Lowo Ireng, dengan jumlah bawahan lebih dari seratus orang menjadikan dirinya begitu yakin mampu menaklukkan lawan. Terlebih sebelumnya mampu membuat kekacauan di desa dan kini berusaha menaklukkan padepokan rahasia asuhan Haryo Wicaksono. Sayangnya padepokan Haryo Wicaksono tidak mudah di taklukkan, sebuah kejutan untuk Sewunyowo yang memimpin langsung penyerangan itu.Wakil pimpinan itu tidak mampu menahan gempuran Ajiseka dan ayahnya yang sama-sama memiliki digdaya di luar nalar. Bahkan, Ajiseka langsung melebur jasad Sewunyowo dengan kekuatan Nogoweling. Seperti halnya Brojolewo dan Dewi Wengi yang terbakar oleh semburan api yang tercipta dari kekuatan roh Nogoweling.Belajar dari pengalaman masa lalu, membuat Ajiseka mengambil tindakan itu. Kini tinggal satu, yaitu pucuk pimpinan Lowo Ireng yang menghilang saat padepokannya hancur. Juga ketika wakilnya lebur menjadi abu, wanita itu tidak juga menampakkan dirinya
“Hua ha ha ha, kau lagi rupanya!”SlashDhar!Dhar!Sinar terang melesat dari telapak tangan Sumokolo, dan dua kali menerjang tubuh Ajiseka. Namun, tubuh Ajiseka tetap bergeming seolah tidak terjadi penyerangan terhadap dirinya. Bahkan, ledakan yang terjadi hanya menimbulkan percikan api saja.Ya! Kekuatan yang berasal dari roh siluman buaya buntung rupanya bekerja dengan baik, tubuh Ajiseka beberapa kali selamat dari luka. Sebab kekebalan tubuhnya telah dilindungi total oleh kekuatan milik Surodono. Tidak heran saat melawan musuh sebelumnya Ajiseka sama sekali tidak terluka ketika gempuran dahsyat menyerang dirinya.“Beruntung kita bertemu disini, dan tidak salah jika malam ini aku menuntaskan dirimu,” ujar Ajiseka.“Kau terlalu jumawa anak muda! Puluhan tahun sekte ini berdiri. Bahkan, sebelum dirimu terlahir diriku sudah menjadi pemimpin sekte Kembang Kenongo, lalu apakah semudah itu kau akan membinasakan diriku, hem?”“Dan selama itu kerja kalian hanya mengambil upeti dan memeras
Sosok tua nan ringkih menangkis serangan serta memukul Roro Palupi dari jarak yang begitu dekat. Jika serangan jarak jauh yang sudah pasti menggunakan tenaga dalam saja dapat ia halau, tidak mungkin lelaki tua itu memukul dengan tangan kosong. Nyatanya Roro Palupi terhempas keras dan menjerit kesakitan.Ageng Pamungkas, lelaki tua yang memberikan pedang pusaka Nogoweling kepada Ajiseka itu nyatanya bukan orang sembarangan. Ia adalah guru Danuseka, Haryo Wicaksono, Adhinata dan Janudoro. Dan Janudoro adalah guru pertama Ajiseka, jika di urut artinya lelaki tua itu termasuk kakek guru Ajiseka.Ageng Pamungkas sendiri memiliki urusan pribadi masa lalu dengan Roro Palupi, sebab runtuhnya padepokan Bayu putih tidak lepas dari ulah Roro Palupi dan gerombolannya. Selama ini Ageng Pamungkas menyembunyikan jati-dirinya, sebab ia harus menjaga amanah dari pendahulu padepokan, menjaga pedang pusaka Nogoweling agar tidak jatuh ke tangan orang yang salah.“Roro Palupi, tidakkah kau menyadari jika
“Uhukh. Bedebah! Kau membokongku, anak muda!”Teriak murka Sumokolo manakala pukulan telak menghantam punggungnya. Tetapi Ajiseka tetap bergeming, yang ada serangan kedua dan seterusnya di lakukan dengan cara yang sama. Hal itu membuat Sumokolo babak-belur dan tidak berbentuk lagi, tubuhnya kacau dan mengeluarkan banyak darah.Namun, nyatanya luka separah itu tidak membuat Sumokolo melemah. Lelaki itu bahkan menanti kemunculan Ajiseka yang menyerang dirinya dari jarak dekat tetapi tanpa menunjukkan diri. Hal itu membuat Ajiseka meradang, ia tidak menduga para pimpinan aliran hitam di bekali dengan ketahanan tubuh yang luar biasa kuat.Menyadari usahanya sia-sia Ajiseka memutuskan menampakkan diri, sebab menurut pemikirannya jalan satu-satunya mengalahkan Sumokolo sama seperti pimpinan padepokan yang sudah ia binasakan. Maka setelah menampakkan diri ia berniat menggunakan kekuatan roh Nogoweling, hal itu dilakukan karena ia tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan lawannya. Seperti ya
Sosok wanita muncul setelah hembusan angin dingin sirna, ia berdiri anggun dengan busana bercorak batik berwarna merah terang. Parasnya ayu rupawan dengan hiasan sanggul di kepalanya, menambah nilai tersendiri untuk wanita itu. Ya! Sariti, wanita jelmaan perpaduan arwah penasaran dan iblis itu untuk pertama kalinya ia menampakkan diri di khalayak.Senyumnya yang menawan ia umbar di depan Roro Palupi dan tiga orang yang melawannya, terlebih saat dirinya melihat perawakan gagah Adhinata. Hasrat liarnya muncul, ia lantas menebar pesona dengan ilmu pemikat jiwa. Perlahan, seiring dengan kecumik dan senyuman yang tidak pernah ditanggalkan oleh Sariti, jiwa Adhinata pun bergetar hebat, hasratnya timbul tenggelam dan pada akhirnya ia kehilangan akal sehat.“Seharusnya dua orang itu dapat kau taklukkan setelah lelaki ini berada di dalam dekapanku. Yakinlah, sepanjang perjalananku bersama lelaki ini, kau tidak akan menemui kendala apa pun,” ujar Sariti. Tetapi ujaran itu hanya didengar oleh Ror
“Cukup anak muda! Aku tidak butuh penawaran darimu, pantang bagi seorang pimpinan padepokan menjatuhkan harga diri dengan cara menyerah dan tunduk. Terlebih pertarungan hidup dan mati belum terjadi, dan kau telah berlaku jumawa di depanku,” ujar Roro Palupi dengan sorot mata yang begitu tajam.“Jika seperti itu, maka saya tidak perlu mengampunimu, Nyai!”Selesai berucap Ajiseka bergerak maju secara zig-zag dan sesekali menghilang dari pandangan, wajar jika Roro Palupi kesulitan mendeteksi pergerakan Ajiseka. Terlebih lagi kekuatan yang dimiliki olehnya berada di ranah biasa, sulit dan tidak mampu menandingi kecepatan seorang Ajiseka. Tetapi anehnya Roro Palupi sama sekali tidak mudah dikalahkan.Bahkan, hingga tengah malam pertarungan Ajiseka dan Roro Palupi belum juga berakhir. Kejadian yang tidak wajar, sebab dengan kekuatan yang jauh berada di bawah Ajiseka, seharusnya wanita itu sudah berkalang tanah. Tetapi nyatanya ia mampu bertahan walaupun keadaan tubuhnya sudah memprihatinkan
Wanita jelmaan itu benar-benar mengembalikan Sukma Adhinata, walaupun ia berdalih dan seolah dia yang meminta untuk mengembalikan sukmanya. Nyatanya Adhinata telah sadar seutuhnya. Sariti juga menunggui pertarungan Roro Palupi dengan tiga orang sekaligus, sebab kesadaran AdhinataLagi-lagi Sariti membiarkan Roro Palupi. Tindakannya tidak luput dari tujuan utamanya yang ia simpan rapat terhadap seluruh sekte dan padepokan yang bernaung di bawah kendalinya. Ya! Sejatinya Sariti hanya mementingkan dirinya sendiri, dan keberadaan orang-orang yang mempercayai dirinya hanyalah alat penunjang misinya saja.Tidak heran jika wanita jelmaan itu membiarkan Roro Palupi, pasalnya keberadaan pimpinan padepokan Lowo Ireng itu sudah tidak lagi memiliki pengikut. Dan menurut pemikiran Sariti satu-satunya fungsi Roro Palupi hanya menjadi wadah sarana pemuas nafsunya saja. Itupun harus ada pasangan yang tepat seperti Sumokolo, sedangkan lelaki itu pun kini sudah mati di tangan Ajiseka.Seiring pertarung