“Uhukh. Bedebah! Kau membokongku, anak muda!”Teriak murka Sumokolo manakala pukulan telak menghantam punggungnya. Tetapi Ajiseka tetap bergeming, yang ada serangan kedua dan seterusnya di lakukan dengan cara yang sama. Hal itu membuat Sumokolo babak-belur dan tidak berbentuk lagi, tubuhnya kacau dan mengeluarkan banyak darah.Namun, nyatanya luka separah itu tidak membuat Sumokolo melemah. Lelaki itu bahkan menanti kemunculan Ajiseka yang menyerang dirinya dari jarak dekat tetapi tanpa menunjukkan diri. Hal itu membuat Ajiseka meradang, ia tidak menduga para pimpinan aliran hitam di bekali dengan ketahanan tubuh yang luar biasa kuat.Menyadari usahanya sia-sia Ajiseka memutuskan menampakkan diri, sebab menurut pemikirannya jalan satu-satunya mengalahkan Sumokolo sama seperti pimpinan padepokan yang sudah ia binasakan. Maka setelah menampakkan diri ia berniat menggunakan kekuatan roh Nogoweling, hal itu dilakukan karena ia tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan lawannya. Seperti ya
Sosok wanita muncul setelah hembusan angin dingin sirna, ia berdiri anggun dengan busana bercorak batik berwarna merah terang. Parasnya ayu rupawan dengan hiasan sanggul di kepalanya, menambah nilai tersendiri untuk wanita itu. Ya! Sariti, wanita jelmaan perpaduan arwah penasaran dan iblis itu untuk pertama kalinya ia menampakkan diri di khalayak.Senyumnya yang menawan ia umbar di depan Roro Palupi dan tiga orang yang melawannya, terlebih saat dirinya melihat perawakan gagah Adhinata. Hasrat liarnya muncul, ia lantas menebar pesona dengan ilmu pemikat jiwa. Perlahan, seiring dengan kecumik dan senyuman yang tidak pernah ditanggalkan oleh Sariti, jiwa Adhinata pun bergetar hebat, hasratnya timbul tenggelam dan pada akhirnya ia kehilangan akal sehat.“Seharusnya dua orang itu dapat kau taklukkan setelah lelaki ini berada di dalam dekapanku. Yakinlah, sepanjang perjalananku bersama lelaki ini, kau tidak akan menemui kendala apa pun,” ujar Sariti. Tetapi ujaran itu hanya didengar oleh Ror
“Cukup anak muda! Aku tidak butuh penawaran darimu, pantang bagi seorang pimpinan padepokan menjatuhkan harga diri dengan cara menyerah dan tunduk. Terlebih pertarungan hidup dan mati belum terjadi, dan kau telah berlaku jumawa di depanku,” ujar Roro Palupi dengan sorot mata yang begitu tajam.“Jika seperti itu, maka saya tidak perlu mengampunimu, Nyai!”Selesai berucap Ajiseka bergerak maju secara zig-zag dan sesekali menghilang dari pandangan, wajar jika Roro Palupi kesulitan mendeteksi pergerakan Ajiseka. Terlebih lagi kekuatan yang dimiliki olehnya berada di ranah biasa, sulit dan tidak mampu menandingi kecepatan seorang Ajiseka. Tetapi anehnya Roro Palupi sama sekali tidak mudah dikalahkan.Bahkan, hingga tengah malam pertarungan Ajiseka dan Roro Palupi belum juga berakhir. Kejadian yang tidak wajar, sebab dengan kekuatan yang jauh berada di bawah Ajiseka, seharusnya wanita itu sudah berkalang tanah. Tetapi nyatanya ia mampu bertahan walaupun keadaan tubuhnya sudah memprihatinkan
Wanita jelmaan itu benar-benar mengembalikan Sukma Adhinata, walaupun ia berdalih dan seolah dia yang meminta untuk mengembalikan sukmanya. Nyatanya Adhinata telah sadar seutuhnya. Sariti juga menunggui pertarungan Roro Palupi dengan tiga orang sekaligus, sebab kesadaran AdhinataLagi-lagi Sariti membiarkan Roro Palupi. Tindakannya tidak luput dari tujuan utamanya yang ia simpan rapat terhadap seluruh sekte dan padepokan yang bernaung di bawah kendalinya. Ya! Sejatinya Sariti hanya mementingkan dirinya sendiri, dan keberadaan orang-orang yang mempercayai dirinya hanyalah alat penunjang misinya saja.Tidak heran jika wanita jelmaan itu membiarkan Roro Palupi, pasalnya keberadaan pimpinan padepokan Lowo Ireng itu sudah tidak lagi memiliki pengikut. Dan menurut pemikiran Sariti satu-satunya fungsi Roro Palupi hanya menjadi wadah sarana pemuas nafsunya saja. Itupun harus ada pasangan yang tepat seperti Sumokolo, sedangkan lelaki itu pun kini sudah mati di tangan Ajiseka.Seiring pertarung
Riak air danau bergejolak, menandakan bergeliatnya kehidupan makhluk air yang menghuninya. Sedangkan sosok wanita yang berdiri di pinggiran tebing mulai menunjukkan pergerakan yang tidak semestinya. Ia melompat tanpa ragu dari ketinggian, seketika itu juga sosok Sariti keluar dari raga Roro Palupi.Byuur!Air danau yang dingin bergolak manakala tubuh lemah Roro Palupi tercebur. Pada saat yang sama kesadarannya sudah mulai pulih seutuhnya. Ketakutan merajai diri, dan dengan sisa tenaga ia berusaha mempertahankan kehidupannya dari ancaman tenggelam.Sayang tenaganya tidak cukup untuk berenang, tetapi Roro Palupi tidak kehabisan akal. Ia membalik tubuh agar wajahnya menengadah ke angkasa, dan membiarkan mengambang di atas permukaan air. Bersamaan dengan itu dan tanpa ia sadari, tepat di bawahnya beberapa sosok mengikuti pergerakan tubuhnya.Sosok itu tidak lain siluman danau tepi barat, makhluk yang terkenal bengis dan gemar memangsa manusia. Dengan tabiatnya yang seperti itu tidak mungk
Pertarungan tidak terelakkan, tetapi sebelumnya Ajiseka terlebih dahulu membebaskan Sukma yang tertahan di dalam istana Dewi Sengkolo. Rupanya tidak sedikit korban yang sudah di ambil olehnya, dan Sukma itu adalah hasil tumbal dari orang-orang yang bersekutu dengannya. Tidak heran jika desa Wono wingit pimpinan Dadungkolo lebih maju dari desa lainnya seperti Wono wetan dan wilayah tepi selatan.Rupanya Dewi Sengkolo cukup kuat, berbeda dengan siluman yang pernah di habisi oleh Ajiseka. Hal itu di akibatkan banyaknya energi kehidupan manusia yang di serap olehnya. Bahkan, bisa dibilang kekuatan Dewi Sengkolo lebih kuat dari Duripati. Tetapi sekuat-kuatnya siluman wilayah Punden, tetap saja tidak mampu menghadapi digdaya Ajiseka dan ayahnya.Nyatanya, Dewi Sengkolo kembali ke wujud aslinya. Dia juga tidak memiliki kekuatan siluman seperti sebelumnya, ya! Binatang melata itu benar-benar berada di titik terendahnya sebagai siluman. Namun, bisa saja suatu saat kekuatannya kembali jika ada
Bangunan megah nan indah, selayaknya keraton yang di hiasi oleh berbagai macam pernak-pernik. Bahkan, di aula keraton sendiri terdapat beberapa bangunan kecil yang di dalamnya terdapat beberapa aksara Jawa. Ajiseka sendiri butuh waktu untuk mengeja tulisan itu, setelah semua terbaca, barulah pemuda itu paham, sebab nama-nama itu semuanya pernah ia dengar dari doa yang dilantunkan oleh ayahnya.“Rupanya ini tempat leluhurku.” Gumam pelan Ajiseka sembari menghampiri satu persatu bangunan dan mengelusnya.“Ya, tempat yang bersih dan tidak terjamah selain anak turunku, Ajiseka... Kedatanganmu kesini bukan semata-mata untuk menyambangi leluhur saja, tetapi ada hal yang lebih dari itu.” ujar seseorang yang tidak terlihat keberadaannya.Bahkan, Ajiseka merasa suara yang terdengar terasa sangat dekat dengan dirinya. Namun, Ajiseka tidak menunjukkan kebingungannya. Ia malah memejamkan matanya agar lebih fokus dan dapat mencerna ucapan yang mungkin akan terlontar lagi.“Sepanjang perjalananmu,
Langkah demi langkah terlewati, dan semuanya berbeda waktu. Ajiseka melihat perjalanan kehidupan seseorang dari masih kecil hingga terbentuknya sebuah keraton yang bernama Setyaloka hanya dengan se-perjalanan saja. Bahkan, sosok dua lelembut yang membersamai dirinya dan mensupport digdayanya tidak luput dari masa lalu leluhurnya.Ya! Kumbolo alias Raja Tirta Dunya pemilik mustika bening yang memiliki elemen air. Ia merupakan lelembut kuno yang berteman dengan pemilik keraton Setyaloka, begitu juga dengan roh Nogoweling, lagi-lagi ia juga termasuk lelembut kuno yang bersemayam di salah satu gunung berapi. Tugasnya adalah menjaga tatanan kehidupan para lelembut.Begitu cepat Ajiseka melintasi perjalanan waktu di masa lalu. Bahkan, inti-inti proses ilmu yang dipelajari ia lihat semua, termasuk bertemunya leluhur Ajiseka dengan Nogoweling dan Kumbolo. Rupanya apa yang diperoleh Ajiseka tidaklah mudah seperti dirinya yang hanya menerima warisnya.“Cukup untuk hari ini, setidaknya kau harus