Langkah demi langkah terlewati, dan semuanya berbeda waktu. Ajiseka melihat perjalanan kehidupan seseorang dari masih kecil hingga terbentuknya sebuah keraton yang bernama Setyaloka hanya dengan se-perjalanan saja. Bahkan, sosok dua lelembut yang membersamai dirinya dan mensupport digdayanya tidak luput dari masa lalu leluhurnya.Ya! Kumbolo alias Raja Tirta Dunya pemilik mustika bening yang memiliki elemen air. Ia merupakan lelembut kuno yang berteman dengan pemilik keraton Setyaloka, begitu juga dengan roh Nogoweling, lagi-lagi ia juga termasuk lelembut kuno yang bersemayam di salah satu gunung berapi. Tugasnya adalah menjaga tatanan kehidupan para lelembut.Begitu cepat Ajiseka melintasi perjalanan waktu di masa lalu. Bahkan, inti-inti proses ilmu yang dipelajari ia lihat semua, termasuk bertemunya leluhur Ajiseka dengan Nogoweling dan Kumbolo. Rupanya apa yang diperoleh Ajiseka tidaklah mudah seperti dirinya yang hanya menerima warisnya.“Cukup untuk hari ini, setidaknya kau harus
Langit cerah dan di atas sana bertakhta sang rembulan yang memendar merah kelam, malam temaram dan tidak ada hembusan angin. Membuat kumpulan orang-orang yang berada di dalam bangunan tua itu berkeringat kepanasan. Sedangkan di tengah-tengah altar, seorang pemuda tengah meregang nyawa sia-sia.Ya! Energi kehidupannya telah habis terserap oleh sosok bergaun merah yang berdiri mengambang. Sariti, wanita jelmaan itu menunjukkan wujud aslinya di depan banyaknya praktisi supranatural aliran hitam. Jalur yang sangat tepat untuk membantunya meningkatkan tingkatan energi gelapnya.Sedangkan dua pemuda lainnya telah meregang nyawa terlebih dahulu, artinya ritual sesat itu berjalan lancar tanpa halangan. Mengingat bangunan yang cukup membuat orang biasa bergidik ngeri, lokasinya pun sangat terpencil. Bahkan, sehari-hari setelah senja berlalu tidak satu pun orang berani melintas di sekitarnya.Ratusan obor masih menyala berjejer membentuk pagar yang mengelilingi bangunan tua. Suasana semakin men
Haryo Wicaksono dan Danuseka berdiskusi di pendopo padepokan. Keduanya membahas perihal penculikan dan pengambilan harta benda dengan cara yang tidak wajar. Pasalnya menurut Galuh yang memeriksa dan menanyai keluarga korban mengatakan jika keadaan rumahnya tidak mengalami kerusakan.Bahkan, rata-rata yang di temui Galuh mengatakan hal yang serupa. Danuseka yang mendengarkan dengan seksama pun mengambil kesimpulan bahwa pelaku menggunakan ilmu sirep. Ilmu yang memungkinkan mangsanya akan terlelap.“Sebaiknya di ikuti saja kemana perginya sosok penculik itu, jangan langsung meringkusnya karena hanya akan membuat mereka semakin waspada terhadap lingkungan. Biarkan dan ikuti, dengan begitu akan mudah menemukan tempat persembunyiannya,” ujar Danuseka kepada Haryo Wicaksono.“Ya, sebaiknya memang seperti itu, tetapi saya yakin mereka memiliki linuwih yang sifatnya tidak masuk akal. Bahkan, saya mengira di tempat ini hanya Galuh yang memahami hal itu,”“Jangan khawatir perihal itu, Kang? Say
“Heh! Siapa kau berani-beraninya lancang memasuki kediamanku!” teriak Bolokolo. Lelaki sepuh itu berdiri tegap dan kedua tangannya bersedekap. Sesaat tatapannya terlihat nyalang, tetapi lambat-laun pandangannya menyipit. Jelas ia sedang menelisik lelaki asing yang berdiri tenang di ambang pintunya. Ia lantas menyeringai, dan menatap rendah kepada Danuseka.“Jika kau ingin bergabung bukan seperti ini caramu, Kisanak! Di mana tata kramamu, he? Atau, jangan-jangan kau yang melakukan tipu daya terhadap murid-muridku, jelaskan padaku sebelum dirimu menyesal!”“Memang akulah yang memperdayai mereka, sekali lagi hentikan kejahatan yang kalian lakukan. Terlebih dirimu, Ki... Saya tidak tau berapa nyawa yang sudah kalian renggut, tetapi apa yang di dapatkan dari perbuatan itu, tidak ada bukan?” jawab tenang Danuseka.Sebelum memasuki bangunan tua itu Danuseka telah menekan energinya. Bahkan, ia hanya menyisakan sedikit energi kekuatannya agar tidak mencolok di hadapan mereka. Sebab Danuseka y
Perjalanan waktu ke masa lalu kembali di mulai oleh Ajiseka. Tentu setelah ia mendapatkan pencerahan perihal kesalahannya. Ya! Welas asih yang dimaksudkan oleh ayahnya telah di tela’ ah sempurna olehnya.Akibatnya Ajiseka terlarut di dalam penyesalannya, ratusan orang tewas tanpa pertimbangan matang darinya. Padalah ia sudah di berkahi kekuatan membaca pikiran, tetapi ia tidak menggunakan saat hendak mengeksekusi lawan. Semua itu karena nafsu membunuhnya terlalu tinggi, terlebih dirinya mendapat support dari roh Nogoweling yang memang bersifat api, atau panas.Oleh sebab itu ia harus membersihkan diri dan menetralkan kembali aura buruk yang melekat di pedang pusaka Nogoweling. Dirinya harus mendatangi tempat bersemayamnya roh Nogoweling dan melakukan pembersihan dengan cara bermeditasi disana. Ya! Letaknya berada di ketinggian gunung berapi dan cukup jauh dari wilayah Punden.Beruntung Ajiseka di ijinkan menempuh perjalanan menggunakan ilmu kedigdayaannya. Tidak seperti sewaktu menjal
Gemericik air terjun menenggelamkan pemikiran Ajiseka di dalam meditasi, begitu khusyuk, sekalipun suhu dingin yang dirasakan sampai menusuk tulang. Namun, seiring berjalannya waktu Ajiseka mulai terbiasa dan mampu menguasai keadaan, hingga akhirnya ia benar-benar menyelami telaga yang dimaksud oleh roh Nogoweling. Sungguh penyelaman panjang yang mendebarkan, tak terukur seberapa dalam telaga yang ia Selami, pasalnya Ajiseka sendiri merasakan adanya perubahan suhu di kedalaman telaga itu.Hingga akhirnya, kepala Ajiseka menyembul ke permukaan air, ia pun bergegas menepi. Perjalanan itu membuat nafas Ajiseka tersengal-sengal. Tidak seperti dahulu saat ia bertarung dengan Surodono si siluman buaya buntung yang ia kalahkan.“Sekali dayung dua pulau terlewati bukan?”Ajiseka menoleh, mencari sumber suara yang terdengar lirih di telinganya. Tidak ada siapa-siapa di tempat itu, tetapi suara pelan yang ia dengar cukup jelas di Indera pendengarannya. Ajiseka lantas berjalan dan menelisik seke
“Anak manusia! Ingatlah pesanku dahulu ketika kau datang dan mengambil mustika bening dari cangkangnya.” tiba-tiba Tirta Wani menimpali perbincangan Ajiseka dan Kumbolo. Putri Raja Tirta Dunya yang memiliki watak keras, tetapi memiliki misi yang sama seperti Ajiseka. Bahkan, Tirta Wani pernah berjanji akan memburu Ajiseka jika pemuda itu lalai.“Sampai saat ini aku masih mengingatnya, Mbakyu... Tenanglah...” jawab Ajiseka.“Pergilah dan jangan harap tugasmu berakhir. Bahkan, sampai akhir hayatmu tugas itu masih harus kau pikul.” ujar Tirta Wani lagi.Ajiseka mengangguk, lalu pergi meninggalkan istana Raja Tirta Dunya dan melakukan perjalanan menuju gunung berapi di wilayah Selatan. Suhu yang dingin tidak lagi berarti untuknya, terlebih lagi Kumbolo sudah membersamainya. Ya! Tidak seperti sewaktu berangkat yang mengandalkan dirinya sendiri, sebab Kumbolo sudah menunggu di Istananya.Kecipak air menandai munculnya Ajiseka di danau kecil atau telaga tempat asal roh Nogoweling. Rupanya di
Gemericik air mengalir tepat di tempat bertemunya dua jalur anak sungai di wilayah keraton Setyaloka. Antara gaib dan kehidupan nyata yang jauh sebelum terjadinya Punden. Di tempat itulah Ajiseka mengenal dirinya sendiri dan memahami makna kehidupan yang sebenarnya.Hal lainnya, semakin dalam ia tenggelam di dalam meditasi, yang ia dapat adalah welas asih. Rasa terhadap sesama makhluk, baik alam nyata maupun gaib. Dan tentunya ada takaran tersendiri untuk makhluk gaib, sebab ada tipu daya yang harus diperhitungkan manakala berhadapan dengannya.Semakin dalam ia terlarut dan bayangan orang-orang yang tewas tanpa usaha menyadarkan terlebih dahulu membuat Ajiseka menitikkan air matanya. Sesal karna khilaf dan hawa nafsu yang di barengi dengan sikap jemawanya telah merenggut orang yang kebanyakan menjadi tulang punggung keluarganya. Tetapi semua itu sudah terjadi, dan yang bisa Ajiseka lakukan hanya melangitkan doa untuk mereka.“Sudahi air matamu, Nak? Semua itu sudah di gariskan. Tidak