Jalannya hidup tidak ada yang tau bukan?
Sama seperti yang di rasakan Diva saat ini.Jika tadi pagi masih single, beda dengan sekarang yang menyandang gelar pacar ketua geng Dragon.Berita di kantin langsung menyebar luas.Saat ini Diva dan para sahabatnya sedang membereskan alat tulis, karna jam pelajaran telah usai.
Memang setelah dari taman belakang mereka memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum ketahuan telah menguping.
"Lo pulang bareng siapa, Va?" tanya Nisa setelah membereskan alat tulisnya.
"Enggak tau, mungkin naik taxi," jawab Diva tanpa menatap lawan bicaranya.
"Yaudah yuk kita kedepan aja," sambung Mira yang sedari tadi memperhatikan obrolan kedua sahabatnya.
"Gue masih gak nyangka tau Va, kalau lo jadi pacarnya Adit," celetuk Tika heboh.
Mira yang mendengar celetukan Tika hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya sedari tadi dia mengulang kalimat yang sama.
"Pulang bareng gue,"
ucapan datar itu membuat obrolan mereka berempat berhenti dan secara otomatis menoleh ke asal suara.
Ternyata disana Adit dkk sedang bersandar menunggu mereka.
"Semoga Adit enggak denger ucapan gue tadi." Batin Tika gelisah.
Mereka hanya bisa tersenyum kikuk ketika di tatap intens oleh ke empat inti danger. Terutama Diva rasanya ia ingin menghilang saja.
"Ha-i," ucap Diva dkk serempak dengan nada gugup.
"Malu-maluin banget sih, pake gugup segala." Batin Diva dkk merutuki ucapannya yang gugup.
"Hahaha gausah gugup juga kali," celetuk Revan dengan tawanya.
"Gue tau kalau gue ganteng," sambung Bara dengan pedenya.
"Kita belum kenalan kan?" tanya Daniel yang tau kalau ke empat gadis di depannya sedang gugup.
Dengan serempak Diva dkk menganggukkan kepala.
"Kenalin gue Daniel Radeya Bramantio, panggil Daniel aja," ucap Daniel tersenyum ramah.
"Kalau gue Arzan Revandra Malik, panggil aa' Revan," ujar Revan dengan tersenyum yang memperlihatkan lesung pipinya. Dan tanpa di sadari telah membuat salah satu teman Diva terpesona.
"Adiyatma Alister Bagaskara, Adit," ucap Adit datar seraya menatap Diva intens yang membuat jantung Diva berdetak kencang.
"Nah kalau gue Bara Zayan Maulana, panggil yayang Bara aja," sambung Bara dengan tersenyum lebar memperlihatkan gingsulnya.
Lagi, salah satu sahabat Diva ada yang terpesona melihatnya."Gue Adiva Daania Khanza, panggil Adiva," ucap Diva dengan senyum manis yang membuat ke empat cowok di depannya terpaku.
"Khem," Dehaman keras membuat mereka sadar.
"Hehe peace bos," serempak Daniel, Revan, dan Bara kala melihat tatapan mematikan milik Adit.
"Gue Annisa Shezan Banafsha, panggil Nisa," celetuk Nisa kalem.
Daniel yang mendengar suara Nisa sejenak terpana. Tanpa sadar kalau jantungnya sudah berdebar kencang.
"Gue Aretha Zayba Almira, panggil Mira," ucap Mira jutek.
"Gue Atika Fitria Tsabita, panggil Tika," lanjut Tika dengan suara cemprengnya yang khas.
"Pulang," ucap Adit dengan menarik tangan Diva lembut.
Meninggalkan para sahabatnya yang melongo seperti sapi ompong."WOI DASAR ES BATU," umpat Bara kesal.
"Udah ditemenin malah ninggalin," sambung Revan.
"Udah biarin aja, namanya juga baru jadian," lerai Daniel agar kedua sahabatnya tidak kesal lagi.
"Kita duluan permisi," pamit Nisa yang langsung ngacir dengan menarik tangan kedua sahabatnya.
Dirinya tidak sanggup jika harus berlama-lama di dekat mereka. Selain takut, juga tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
**
Sedangkan kedua sejoli yang baru saja jadian justru asik tatap-tatapan.
Sewaktu tiba di parkiran, Adit dengan gantle memakaikan jaket kebanggaannya di pinggang sang kekasih. Perlakuan Adit membuat Diva terpaku dan terjadilah adegan tatap-tatapan.
Mereka saling menyelami mata indah milik sang kekasih, tanpa diminta pipi Diva berubah warna merah."Cie blushing," goda Adit kala melihat semburat merah hadir di pipi gadisnya.
"Udah ih ayo pulang," rengek Diva yang tidak tahan dengan godaan Adit.
Adit mengulas senyum tipis melihat tingkah Diva.
"Gemes pengen bawa pulang, eh." Batin Adit gemas.
"Naik!" perintah Adit.
Dengan segera Diva naik ke motor Adit. Dirinya ingin cepat sampai rumah, rasanya lelah sekali.
"Pegangan, Va" ucap Adit menyuruh Diva.
Dengan pelan Diva berpegangan di pundak Adit.
"Gue bukan ojek," celetuk Adit dengan ketus.
"Terus dimana?" tanya Diva kebingungan.
Tanpa menjawab Adit langsung menarik tangan Diva untuk memeluk pinggangnya.
Setelah dirasa pas Adit melajukan motornya untuk mengantar sang kekasih."Aaa mama Diva baper," jerit Diva di dalam hati.
Adit yang memperhatikan Diva lewat spion pun mengulas senyum tipis. Cantik begitu pikirnya.
**
"Terima kasih ya," ucap Diva setelah sampai di rumahnya dengan selamat.
"Iya," jawab Adit singkat.
"Yaudah gue masuk dulu," pamit Diva dengan berjalan menuju pintu rumahnya.
"Div," panggil Adit lumayan keras karena jarak antara dirinya dengan Diva sudah lumayan jauh.
Mendengar ada yang memanggil, dengan cepat Diva menoleh ke arah Adit dengan kening berkerut.
"Selamat istirahat, Pacar," ucap Adit dengan menekan kata pacar, tanpa mendengar jawaban dari Diva Adit langsung melesat pergi meninggalkan Diva yang masih terpaku.
"AAAA GUE BAPER!" teriak Diva seraya jingkrak-jingkrak, mengabaikan satpam rumahnya yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan absurdnya itu.
"Maklum anak muda," Batin Pak Harto satpam yang bekerja di rumah Diva.
**
Mama dan Papa Diva dibuat heran dengan kelakuan anaknya.
Bagaimana tidak, Diva memasuki rumah dengan senyum lebarnya.Di panggil pun tidak merespon justru senyumnya semakin lebar bahkan berjalan sambil melompat-lompat."Pa, apa Diva kerasukan?" tanya
Githa mama Diva dengan suara pelan."Papa juga enggak tau, Ma," jawab Afnan papa diva.
"Kok mama takut ya, Pa," ucap Githa ngeri.
Dirinya membayangkan jika Diva kerasukan terus jadi gila. Bagaimana nanti nasib anak cantiknya itu, membayangkan saja sudah ngeri.
"Amit-amit Ya Allah, semoga Diva baik-baik aja." do'a Githa di dalam hati.
Afnan yang melihat tingkah sang istri dibuat bingung, dengan tangan yang di angkat jangan lupakan bibirnya juga komat-kamit.
"Apa disini banyak setannya ya?" gumam Afnan lirih melihat ke arah sang istri dengan ngeri.
Dengan gerakan cepat dia menjauh dari istrinya itu.Dirinya takut tertular gila seperti anak dan istrinya.Githa membuka mata setelah selesai berdo'a.
Niat hati ingin mangajak sang suami berdo'a bersama justru Afnan tidak ada ditempat."Loh papa kemana?" tanya Githa pada dirinya sendiri.
**
"AAA GUE BAPER PLEASE!" teriak Diva diatas kasur king size nya.
"Baru kali ini gue ngerasain kaya gini," ucap Diva dengan posisi terlentang.
Jangan tanyakan bagaimana kondisi kamar Diva saat ini, bahkan ini bisa dibilang mirip kapal pecah.
Bantal, sepatu, dan tas yang berceceran di lantai.Kondisi Diva sungguh memprihatinkan, rambut yang awalnya tertata rapi kini mengembang seperti singa, bahkan bajunya kusut layaknya orang gila.Jatuh cinta bisa membuat orang gila, begitupun dengan patah hati.
Apa pun akan dilakukan asal cintanya terbalas.Jatuh cinta membutuhkan mental dan iman yang kuat.Jadi, bijaklah dalam bertindak jangan sampai kamu menyesal atas perlakuan mu.Sayangi dirimu sendiri baru sayangi orang lain.Dirimu nomer satu.Awali pagimu dengan sarapan.Karna harapan juga butuh energi.Seperti halnya Diva yang saat ini tengah melakukan sarapan bersama orang tuanya.Abang Diva sedang berada di negara Paman Sam untuk melanjutkan studinya."Ma, Pa, Diva berangkat dulu ya," pamit Diva setelah menyelesaikan sarapannya."Kamu di antar supir?" tanya Afnan sambil menatap wajah putri satu-satunya."Iya, Pa," jawab Diva."Yaudah Diva berangkat Ma, Pa," ucap Diva dengan mencium tangan kedua orang tuanya."Hati-hati ya, Sayang," pesan Githa."IYA, MA."**Sesampainya di sekolah Diva menjadi pusat perhatian.Banyak yang terang-terangan menatap dirinya.Apalagi semenjak kejadian di kantin."DIVAAA!"Mendengar ada yang memanggil dirinya Diva mencari sumber suara.Ternyata disana ketiga sahabatnya ber
Suasana kantin saat ini di penuhi dengan tawa."Gue itu pacarnya Adit," ucap Angel percaya diri.Mendengar ucapan Angel tawa yang tadinya mereka kini semakin keras.Angel bingung kenapa mereka ketawa?"Lo pacarnya Adit?" tanya Nisa mendengus geli."Iya dong," jawab Angel mengibaskan rambutnya."Heh, yang pacarnya Adit itu Diva," celetuk Mira ketus."Jelas disini yang pacarnya Adit itu gue!" teriak Angel tak terima."Coba lo tanya sama semua yang ada di sini," tantang Tika tersenyum meremehkan.Merasa tak terima Angel dengan percaya dirinya bertanya kepada semua yang ada di kantin."GUYS DISINI YANG PACARNYA ADIT GUE APA DIVA?" tanya Angel lantang."DIVA," Seru semuanya serempak.Wajah Angel berubah menjadi merah padam, antara malu dan marah."Urusan kita belum selesai
Semua mata terpaku pada 1 titik. Disana, Diva berdiri dengan anggunnya.Semua mata terpesona membuat Adit geram, ingin sekali dia mencongkel mata pria yang melihat kekasihnya dengan tatapan kagum.Diva menggunakan celana hottpans selutut dengan atasan baju crop dibalut rompi selutut tanpa lengan, yang memperlihatkan perut rata serta mulusnya."Woah gila cantik banget." "Mulus banget ya ampun.""Perutnya rata coy.""Aaa insecure."Lapangan indoor mulai gaduh setelah beberapa saat mereka tercengang dengan penampilan Diva yang memukau."SAAT INI KITA AKAN SELEKSI, SIAPA YANG LEBIH UNGGUL AKAN TERPILIH MENJADI KETUA DANCE," ucap Bu Rere lantang."Silahkan Angel," ucap Bu Rere mempersilahkan Angel memasuki lapangan indoor.Bisik-bisik mulai terdengar. Mereka tidak meny
Jika menghadapi lawan kita tidak perlu tergesa-gesa. Cukup tenang dan buat lawan mu bungkam dengan keberhasilan mu.Seperti yang dilakukan Diva sekarang. Jika orang lain mungkin sudah gugup, namun Diva tetap tenang dengan senyum manisnya."INI DIA DIVA," ucap Bu Rere keras."Woooo." Sorakan mereka terdengar bersahutan.Gerakan Diva mencepol rambutnya asal membuat semuanya terpekik takjub, dimana ia memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya.Semua kaum Adam menelan salivanya susah payah, bahkan pak satpam sampai terjungkal karena terlalu fokus melihat Diva.Disaat semua orang takjub, berbeda dengan Adit yang justru menggeram marah. Dirinya tidak suka berbagi, Diva miliknya untuk sekarang dan selamanya.Gigi Adit bergemelutuk menahan emosi, mereka yang merasakan aura negatif dari Adit langsung mengalihkan pandangan, tidak mau berurusan dengan ketua danger yang terkenal brin
"Sayang, bangun," ujar wanita paruh baya yang merupakan Mama Diva. "Sebentar lagi ma," balasnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Bangun Diva, enggak baik anak gadis bangun siang," tegas Mama Githa berkacak pinggang. "Iya, Mama," jawabnya malas. Dengan terpaksa Diva berjalan menuju kamar mandi, dalam keadaan mata belum terbuka dan berjalan sempoyongan. Semalam dia menonton drakor sampai tengah malam alhasil sekarang dirinya sangat mengantuk. Mama Githa yang melihat kelakuan putri bungsunya mendengkus geli. "Jangan merem, Sayang," ucap Mama Githa terkekeh dan keluar dari kamar putrinya. Weekend adalah hari yang selalu di nantikan oleh semua orang, terutama pelajar. Begitupun Diva yang juga bahagia karena dapat melakukan kegiatan selain belajar. Seperti menonton drakor, jalan-jalan, atau tidur seharian. Karena pada dasarnya Diva anak yang raj
Saat ini kedua sejoli yang sedang di mabuk cinta itu dalam perjalanan menuju rumah Adit.Pagi hari tadi orang tuanya berpesan untuk mengajak sang kekasih berkunjung."Adit, gue takut," ucap Diva setelah sampai di pekarangan rumah Adit."Ngapain takut?" tanya Adit datar seraya menaruh helm di spion motor.Diva tidak menjawab.Melihat sang kekasih di rundung kegugupan Adit berinisiatif menenangkan."Enggak papa, ayo," ajak Adit menggenggam tangan mungil Diva."Pulang aja yuk!" ajaknya memelas."Ortu gue enggak makan manusia kok," sahut Adit enteng dengan tetap berjalan mendekati pintu utama keluarga Bagaskara."Bisa serius gak sih!" sungutnya menabok pelan lengan Adit."Seriusnya nanti aja setelah lulus," jawab Adit tenang menatap dalam mata Diva.Diva yang diperlakukan seperti itu men
"Bang gawat bang," teriak salah satu anggota kelas 10 dengan panik.Inti danger saat ini berada di warung belakang sekolah. Warung ini merupakan markas ke dua geng Danger."Kenapa, Sa?" tanya Daniel heran."Geng heroz nyerang sekolah, Bang," jawabnya yang bernama Aksa.Adit geram, giginya bergemelutuk, dan tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih."Kumpulin semua yang ada di sini," ucap Adit tegas.Tidak ada yang bersuara. Karena mereka tahu bahwa Adit saat ini sedang emosi. Mereka tidak mau menerima resiko babak belur di tangan Adit."KUMPUL!" seru Adit dengan tegas.Semuanya langsung lari terbirit-birit mendekati Adit. Bahkan sampai ada yang terjungkal karena tidak memperhatikan jalan saking terburu-burunya."SIAP," ucap semuanya lantang."Kita menggunakan formasi seperti biasa. Jangan kepanc
"ADIT."Teriakan memanggil Adit terdengar sangat nyaring, sedangkan pemilik suara tidak menunjukkan batang hidungnya."Adit," panggil Bara di ambang pintu aula.Ya, ternyata Bara lah pemilik suara nyaring tadi.Mereka mendengkus kesal. Lagi asik melihat keromantisan ketua danger dan Bara datang sebagai pengganggu.Dengan santainya Bara mendekat ke arah sepasang kekasih yang masih berpelukan."APA INI MISKAH," teriak Bara tidak percaya.Serius? Ini Adit? Teman kulkasnya? Dan memeluk perempuan?Saking tidak percayanya Bara sampai melongo."Ad-"Lo kok ninggalin kita sih, Bar," potong Revan kesal yang baru saja sampai bersama Daniel."Bar, lo dengerin gue enggak sih," ucap Revan protes.Daniel heran melihat ekspresi Bara yang melongo dengan mata melotot.Mengikuti arah pandang Bara, Daniel ikut terdiam terkejut.Itu sahabat batunya?Revan semakin kesal melihat Daniel yang ikut terdi
Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad
Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa
Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko
Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.
"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika
"Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a
"Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum
"Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s