Share

8. Full Time

"Sayang, bangun," ujar wanita paruh baya yang merupakan Mama Diva.

"Sebentar lagi ma," balasnya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Bangun Diva, enggak baik anak gadis bangun siang," tegas Mama Githa berkacak pinggang.

"Iya, Mama," jawabnya malas. Dengan terpaksa Diva berjalan menuju kamar mandi, dalam keadaan mata belum terbuka dan berjalan sempoyongan. Semalam dia menonton drakor sampai tengah malam alhasil sekarang dirinya sangat mengantuk.

Mama Githa yang melihat kelakuan putri bungsunya mendengkus geli.

"Jangan merem, Sayang," ucap Mama Githa terkekeh dan keluar dari kamar putrinya.

Weekend adalah hari yang selalu di nantikan oleh semua orang, terutama pelajar.

Begitupun Diva yang juga bahagia karena dapat melakukan kegiatan selain belajar. Seperti menonton drakor, jalan-jalan, atau tidur seharian.

Karena pada dasarnya Diva anak yang rajin dan enggak suka kotor, jadi meskipun weekend akan tetap mandi pagi.

Butuh waktu 15 menit untuk Diva menyelesaikan mandinya.

Ting

Dentingan handphone pertanda ada pesan masuk mengalihkan perhatian Diva yang sedang menggunakan skincare pagi.

Dengan wajah kebingungan Diva berjalan menuju handphonenya berada. Tumben sekali pagi-pagi sudah ada yang mengiriminya pesan.

Adit

Adit: P.

Diva: Iya, ada apa?

Adit: Jalan, siap-siap gih!

Diva: siap komandan.

Dengan senyum yang mengembang Diva langsung berlari menuju walk in closet untuk mengganti pakaiannya.

Ah senang sekali, ini merupakan date pertama mereka.

Diva menggunakan outfit kaos putih lengan pendek, celana jeans hitam, dan sepatu kets putih. Terlihat simpel dan cantik.

"Mau kemana, Nak?" tanya Papa Afnan bingung ketika Diva duduk di ruang keluarga dengan pakaian rapi.

"Mau jalan, Pa," jawab Diva ceria.

"Wah sepertinya Putri Mama lagi bahagia nih," goda Mama Githa seraya mencolek dagu Diva.

"Apaan sih, biasa aja kok," elaknya.

"Sayang, pipi kamu merah!" seru Papa Afnan pura-pura panik.

"Kamu sakit?" tanya Mama Githa cemas.

"Mama, Papa," rengeknya dengan muka yang memerah malu.

"Haha iya," sahut Mama Githa tertawa.

"Ciee blusing," ucap Papa Afnan menggoda.

Tin

Disaat tertawa mereka dikejutkan dengan suara klakson.

Diva yang tau bahwa itu Adit langsung berlari untuk membukakan pintu.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Diva tersenyum manis.

"Mana ortu lo?" tanya balik Adit datar.

"Ada di dalam," jawabnya.

"Anterin gue ke ortu lo," ucap Adit menatap Diva yang terlihat sangat cantik.

"Yuk."

Mereka menuju ruang keluarga dengan Adit yang berjalan di belakang Diva.

"Ma, Pa," panggil Diva pelan.

"Ada apa, Nak?" tanya Githa bingung.

Sebelum Diva menjawab Adit sudah berada di sampingnya.

"Assalamu'alaikum," ucap Adit seraya mencium tangan kedua orang tua Diva.

"Waalaikumsalam," jawab orang tua Diva kebingungan. Tumben sekali putrinya itu mengajak seorang laki-laki dan langsung menemui mereka.

Diva menarik tangan Adit untuk duduk di depan kedua orang tuanya.

"Om, Tante, saya mau izin mengajak Diva jalan-jalan," ujar Adit datar namun sopan.

"Kamu siapa Anak saya?" tanya Papa Afnan menatap datar pemuda yang kini ada di hadapannya.

"Saya pacarnya Diva, Om," jawabnya tegas.

Mendengar jawaban Adit raut wajah Afnan semakin datar.

Diva menggigit bibir bawahnya cemas, bagaimana jika Papanya tidak memberi izin kepada mereka berdua?

Aura dingin yang sama-sama terpancar dari kedua pria itu memenuhi ruang keluarga, hingga membuat siapa pun merinding.

"Saya kesini juga ingin meminta izin kepada, Om dan Tante. Saya sayang sama Diva," lanjut Adit dengan suara beratnya.

"Apa jaminan kamu?" tanya Papa Afnan menantang.

"Nyawa saya taruhannya, Om," sahutnya tegas tanpa keraguan.

Diva melotot kaget. Kenapa dia enteng sekali menaruhkan nyawanya.

Mama Githa tersenyum haru. Baru kali ini dia menemukan lelaki seberani dan setegas Adit. Semoga dia memang yang terbaik untuk Anaknya.

"Kamu yakin?" tanya Papa Afnan seraya menatap dalam mata Adit guna mencari kobohongan. Dan nihil, disana hanya terdapat pancaran ketulusan.

"Yakin, Om," sahutnya tegas.

"Kami memberi izin, jangan kecewakan kami," ujar Papa Afnan tersenyum ramah.

Walau dalam hati Adit masih kaget akan perubahan raut Afnan tetapi dia tetap mengangguk.

Diva tidak dapat menyembunyikan senyumannya.

"Yasudah kalian berangkat sana," celetuk Mama Githa.

"Iya, aku pergi dulu ya, Ma Pa," pamit Diva mencium tangan kedua orang tuanya yang di ikuti oleh Adit.

**

"KITA MAU KEMANA?" teriak Diva saat motor yang mereka tumpangi melaju kencang.

"MALL," jawab Adit ikut berteriak karena bisingnya kendaraan.

"MAU MAKAN?" tanya Adit keras.

"KE MAKAM SIAPA?" tanya Diva kebingungan.

"LO LAPER APA ENGGAK?" tanya Adit sekali lagi dengan suara yang lebih keras.

"GUE ENGGAK BUDEG YA!" seru Diva marah.

"MAKAN DIVA MAKAN," teriak Adit geram. Kenapa kekasihnya jadi tuli sih.

Karena tidak mendengar jawaban dari gadisnya Adit melihat dari spion yang ternyata Diva sedang melongo dengan tampang bloonnya.

Terlanjur kesal Adit semakin mempercepat laju motornya.

"IYA ENTAR KITA KE MAKAM," jawab Diva tepat di sebelah telinga Adit.

"Iya, lo yang gue makamin va," gerutu Adit kesal, selain tuli ternyata Diva sangat menyebalkan.

**

Sekarang kedua sejoli sudah sampai di parkiran mall yang terkenal di Jakarta.

"Adit," panggil Diva menarik ujung jaket kekasihnya.

Tanpa menjawab Adit langsung menoleh ke arah Diva.

"Enggak bisa di buka," ucap Diva dengan tampang polos.

Gemesin banget sih lo, batin Adit tersenyum.

"Sini," pintanya menyuruh Diva mendekat.

"Udah, yuk," ajak Adit menarik Diva.

Di sepanjang jalan mereka menjadi pusat perhatian. Dengan wajah yang terpahat sempurna, bentuk dan tinggi badan yang ideal. Bahkan tanpa keduanya sadari mereka memakai setelan sama, yang semakin menarik perhatian para pengunjung.

"Mau kemana?" tanya Adit menunduk karena tinggi Diva hanya sebatas lehernya.

"Timezone," jawabnya antusias bak anak kecil yang akan dibelikan mainan oleh ibunya.

Mendengar jawaban Diva semakin membuat Adit kagum. Biasanya jika cewek lain akan memilih ke toko pakaian, sepatu, dan make up. Namun Diva memilih timezone.

"Dit, main adu basket yuk!" ajak Diva yang di setujui oleh Adit.

Bola pertama ada di tangan Diva. Dengan kelincahannya Diva mendribble bola mendekati ring.

"YES, SATU KOSONG," seru Diva meledek Adit dengan mata yang dijulingkan.

Melihat ekspresi Diva membuat Adit ingin tertawa, tapi dia harus menjaga image apalagi di tempat ramai seperti ini.

Kini giliran Adit yang menguasai bola, dia mendribble bole dengan gesitnya tanpa memberi Diva luang.

"Satu sama," ucap Adit ketika bolanya memasuki ring.

"Ish gue bales lo," sahut Diva ketus.

Permainan semakin seru, keringat membasahi keduanya. Bahkan para pengunjung sudah melingkari tempat bermain basket guna melihat kelincahan mereka.

Saat ini bola masih di kuasai Adit. Dengan skor 20 - 20 yang membuat Diva kesal.

Seperti mendapat lampu kuning di kepalanya Diva tersenyum misterius.

"Adit," panggil Diva kepada Adit yang saat ini melakukan defense.

Walaupun tidak kentara tapi di dalam hati Adit kebingungan kala melihat Diva tersenyum manis yang berjalan mendekat ke arahnya.

"Gue sayang sama lo," ucap Diva halus.

Melihat Adit mematung dengan segera Diva merebut bola dan melakukan shooting.

"GUE MENANG," teriak Diva bahagia.

Mendengar teriakan di sampingnya Adit lantas tersadar. Secara perlahan telinganya berwarna merah.

Diva yang menyadari langsung tergelak.

"Hahaha lo kenapa?" tanya Diva tertawa.

Sialan, gue baper, umpatnya dalam hati.

Para pengunjung yang menyaksikan keduanya berteriak heboh.

"So sweet banget sih."

"Gue juga pengen punya cowo kaya gitu."

"Ceweknya glowing banget."

"Dahlah, yang kentang minggir."

Terlampau kesal Adit langsung menggendong Diva seperti karung beras dan keluar dari kerumunan.

"AAA ADIT TURUNIN GUE WOY."

"TOLONG TOLONG." Diva terus berteriak layaknya orang yang diculik dengan tangan memukul punggung Adit brutal.

"Mirip orang gila lo," ucap Adit menurunkan Diva di kursi tunggu kawasan timezone.

"Pusing gue," keluhnya meringis.

"Sini gue pijit, maafin gue ya," pinta Adit dengan nada pelan.

Ketika menoleh ke arah kiri mata Diva langsung berbinar.

"Adit ayo ke sana," ajak Diva antusias melupakan bahwa dirinya tadi mengeluh pusing.

Tanpa mendapat persetujuan dari sang kekasih, Diva langsung menarik Adit menuju tempat photo booth.

Di belakang, Adit mengernyit heran. Tadi mengeluh pusing dan sekarang bertingkah seolah-olah tidak pusing.

"Adit kita pakai stiker ya," ucap Diva tanpa menatap lawan bicaranya.

"Terserah Lo aja," jawab Adit pasrah.

"Yuk mulai," ajak Diva antusias.

Mereka mulai bergaya sebanyak 4 Kali.

Gaya pertama Adit mencubit pipi Diva dengan keduanya berekspresi cemberut.

Gaya kedua Diva memeluk Adit dengan memejamkan mata dan Adit mencium pucuk kepala sang kekasih.

Gaya ketiga keduanya kompak menjulingkan mata dengan lidah menjulur.

Gaya ke empat Adit yang memeluk Diva dari belakang dengan mereka tersenyum lebar.

"Bagus banget," pujinya senang.

"Kita cetak ke petugas yuk!" ajak Adit menuntun Diva.

"Pak, dijadikan dua," ujar Diva yang dibalas senyuman oleh petugasnya.

"Ini neng," ucap petugas menyerahkan 8 lembar foto setelah memakan waktu 10 menit untuk mencetak.

"Terima kasih, Pak," balas Diva sedangkan Adit hanya menganggukkan kepalanya.

"Dit, ini punya lo," ucap Diva menyerahkan 4 lembar foto, yang langsung dimasukkan ke dalam dompet oleh empunya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mamah Tyo
aditt diva ccok bngett
goodnovel comment avatar
Anit Dewi
Kereennnnnn bangettt
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status