Home / Romansa / ADDIVA / 13. Kafe dan Heroz

Share

13. Kafe dan Heroz

Author: Ervin Warda
last update Last Updated: 2021-06-18 10:47:17

"Ma," panggil Diva menuruni tangga.

Mama Githa yang sedang menonton televisi pun menoleh.

"Ada apa, Sayang?" tanyanya lembut.

"Diva mau ke kafe," ucap Diva memberi tahu.

"Jangan pulang terlalu malam ya, Sayang," ucap Githa memperingati.

"Siap, Nyonya," jawab Diva dengan gerakan hormat.

Githa terkekeh melihat tingkah putrinya.

Tin

"Ma, Adit sudah jemput. Diva berangkat ya," pamit Diva mencium tangan serta pipi Mama Githa.

"Iya, hati-hati, Nak," pesan Githa yang di jawab dengan acungan jempol.

**

"Berangkat sekarang?" tanya Diva saat sudah berada di dekat Adit.

Adit memperhatikan pakaian yang di kenakan Diva.

Sweater berwarna biru dipadukan dengan  jeans putih dan sepatu putihnya. Sederhana memang namun sangat pas jika dipakai Diva. Cantik.

"Kamu cantik," ungkap Adit jujur.

Diva memalingkan wajah guna menutupi semburat merah yang muncul di kedua pipinya.

Namun tak ayal dirinya juga tersenyum. Ada kebahagian tersendiri baginya karena di puji oleh Adit, sang kekasih.

"Kenapa kamu melihat ke arah sana?"  tanya Adit mendengkus geli.

"Enggak papa kok," jawab Diva berusaha tenang.

"Diva," panggil Adit dengan memutar kepala Diva lembut agar menghadap ke arahnya.

"Kok pipinya merah?" tanya Adit pura-pura bingung dengan menatap lekat wajah Diva.

"I - ni panas, nah iya panas," jawab Diva gugup.

"Help me please! Tatapannya astaga." Batinnya berteriak.

"Ini kan mendung, Sayang," ucap Adit dengan menekan kata sayang.

Muka Diva semakin memerah, jantungnya berdebar, dan seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

Rasanya Diva ingin berteriak untuk meluapkan rasa bahagianya.

"Malu," rengeknya memeluk Adit erat.

"Hahaha."

Tawa Adit pecah melihat tingkah Diva yang sangat menggemaskan.

Diva terpaku sejenak kala mendengar tawa lepas dari Adit. Dengan perlahan Diva melepas pelukannya, melihat Adit yang masih tertawa.

Diva terpesona. Untuk pertama kalinya dia melihat tawa Adit yang begitu lepas.

Mungkin Adit tidak sadar bahwa dirinya tertawa.

Merasa ada yang memperhatikan, Adit menghentikan tawanya.

"Khem," deham Adit menyadarkan Diva.

"Wow, kamu ketawa?" tanya Diva dengan polos.

Adit mendatarkan wajahnya. "Enggak, lagi nyangkul."

"Hahaha kamu bisa ngelawak juga ternyata," ejek Diva tertawa.

"Ayo berangkat," ajak Adit sebelum Diva mengejeknya lagi.

"Let's go!" seru Diva setelah menaiki motor Adit.

**

Sepasang kekasih baru saja sampai di parkiran kafe. Sesuai janji Adit sewaktu di kantin tadi, bahwa dia akan mentraktir para sahabatnya.

Adit dan Diva beriringan memasuki kafe dengan bergandengan tangan.

"Mereka mana?" tanya Diva celingukan mencari para sahabatnya. Karena, kondisi kafe saat ini terbilang cukup ramai.

Adit risih mendapati beberapa pasang mata menatap kagum ke arah dirinya dan Diva.

"Nah, itu mereka," tunjuk Diva ke arah pojok kanan kafe setelah mendapat lambaian tangan dari Bara.

Tanpa menjawab Adit segera menarik Diva menuju sahabatnya berada.

"Lama banget sih kalian," celetuk Bara mendengkus kesal.

"Sorry ya," jawab Diva meminta maaf.

"Enggak papa kok, Va," sahut  Daniel kalem.

"Diem lo," bisik Tika menginjak kaki Bara.

"Aws, sakit tahu," protes Bara meringis.

"Gue aduin ke Mira nih," ucap Tika dengan nada mengancam.

"Iya iya," jawab Bara pasrah.

"Pesen gih," ucap Adit.

Dengan semangat Bara langsung memanggil waiters.

"Permisi, mau pesan apa?" tanyanya ramah.

"Saya pesen nasi goreng seafood sama jus mangga," ucap Diva.

"Kita samain sama dia, Mbak," sahut Nisa mewakili Mira dan Tika.

"Spaghetti sama jus jeruk," timpal Adit tanpa menatap ke arah weatersnya.

"Samain, Mbak," sambung Daniel tersenyum tipis.

"Saya pizza, burger, spaghetti, nasi goreng seafood, dan minumnya jus mangga," ucap Bara semangat.

Mereka yang mendengarnya melongo.

"Saya sama," sambung Revan tersenyum lebar.

"Baik, mohon tunggu 10 menit, Kak," ucapnya sebelum pamit.

"Banyak banget pesanan kalian," celetuk Mira.

"Nggak papa dong, lagian ini ditraktir juga," jawab Revan enteng.

"Betul tuh, selagi gratisan ya, Rev?" sahut Bara bertanya.

"Udah nggak papa kok," ucap Diva menengahi.

"Tau tuh, Bu Bos aja enggak masalah," jawab Bara mengejek Mira.

"Adit enggak bakalan bangkrut kok," timpal Revan.

Mira memutar bola matanya malas. "Terserah kalian."

"Permisi, silahkan dinikmati kak," ucap waiters mengantarkan pesanan mereka.

"Terima kasih, Mbak," jawab Diva tersenyum manis.

Setelah waiters pergi, mereka mulai melahap makanan masing-masing.

**

"Kita duluan ya," pamit Nisa mewakili Mira dan Tika.

Tadi mereka berangkat menggunakan satu mobil.

Ya, setelah menghabiskan makanannya mereka memilih pulang. Karena, hari sudah semakin malam.

"Hati-hati kalian," pesan Daniel.

"Va, kita duluan," ucap Mira memeluk Diva sesaat di ikuti Tika dan Nisa.

"Iya, hati-hati di jalan," pesannya.

Nisa dkk memasuki mobil.

"Bye," ucap Tika melambaikan tangannya.

"Bye bye cantik!" seru Bara ikut melambaikan tangannya heboh.

"Mending sekarang pulang," usul Revan.

"Iya, kasihan Diva," jawab Bara menyetujui.

Adit menyuruh Diva untuk segera naik ke motornya.

"Lo duluan aja, kita ikutin dari belakang," ucap Daniel.

"Hm," deham Adit menyetujui.

"Adit," panggil Diva sedikit mengeraskan suaranya.

"Apa?" tanya Adit melihat ke arah spion.

"Perasaan aku enggak enak," terang Diva memberi tahu.

"Ada aku," ucap Adit menenangkan dengan mengelus tangan Diva yang berada di perutnya.

Diva hanya mengangguk.

Mata Adit menajam saat melihat segerombol orang menghadang jalannya.

Motor Adit berhenti tepat di depan segerombol orang tersebut.

"Ada apa?" tanya Diva mengernyit bingung.

Diva mengikuti Adit yang turun dari motor.

"Kamu tetap di belakang aku ya," tegas Adit menatap dalam mata Diva.

Meskipun kebingungan, Diva tetap mengangguki ucapan Adit.

Daniel dkk sampai di tempat Adit. Mereka tadi sedikit memelankan laju motornya untuk memberi ruang kepada sepasang kekasih itu.

Mereka menggeram marah saat tau bahwa geng heroz yang menghadang jalan mereka.

"Mau ngapain lo?" tanya Daniel tenang.

"Gue mau kalian tunduk sama gue," balas Cakra.

"Cih, enggak akan,"  jawab Revan dengan meludah.

Muka Cakra menjadi merah padam.

Saat menoleh ke arah Adit dirinya menyeringai.

"Siapa dia?" tanya Cakra penasaran. Tumben sekali mereka mengajak seorang perempuan, apalagi ini cantik banget.

Tidak ada yang menjawab.

"Oh ... gue tahu, dia mainan kalian kan?" tanyanya lagi dengan nada meremehkan.

Gigi Adit bergemelutuk. Merasa tidak terima dengan apa yang di ucapkan Cakra.

Diva ketakutan seraya menggenggam tangan Adit erat. Dirinya tidak pernah berada di situasi seperti sekarang.

"Enak enggak ya rasanya," ujarnya dengan mata memandang Diva penuh nafsu.

Bugh!

"Jaga mata lo sialan!" geram Adit membogem rahang Cakra.

"Gimana kalau nanti kita main bareng guys?" tanya Cakra ke anggota heroz tanpa menghiraukan ke empat inti dragon yang siap menerkamnya.

Diva menangis dalam diam. Hatinya sakit saat ada yang menatap dan berbicara seperti itu. Hati perempuan mana yang tidak sakit saat harga dirinya di rendahkan.

Tanpa aba-aba Adit segera membogem Cakra membabi buta.

Ke tiga sahabat Adit langsung menerjang anggota heroz.

Badan Diva bergetar ketakutan. Tangisnya semakin deras.

Ke empat inti danger dikuasai oleh emosi hingga membabi buta anggota heroz, mereka tidak terima jika Diva direndahkan.

Mereka tidak sadar kalau wakil heroz saat ini berada di belakang Diva.

Napas Adit tidak beraturan. Melalui ekor matanya dia melihat ada seseorang di belakang Diva.

"DIVA!" teriak Adit berlari ke arah Diva.

Jleb!

Pertarungan berhenti. Mereka kompak menoleh ke arah Adit yang memeluk Diva.

Adit meringis saat pisau menusuk punggungnya.

"Va," panggil Adit mengernyit bingung saat tidak melihat pergerakan apa pun dari Diva.

Daniel dkk segera mendekat setelah melumpuhkan seluruh anggota heroz, kecuali wakil Cakra yang melarikan diri.

Adit melonggarkan pelukannya agar bisa melihat wajah Diva.

Bara melotot kaget.

"I - tu," tunjuk Bara gugup.

Related chapters

  • ADDIVA   14. Rumah Sakit

    "I - tu," tunjuk Bara gugup.Adit mengikuti arah yang ditunjuk Bara, seketika badannya melemas.Dia merasa tidak becus menjaga Diva.Ternyata Diva juga tertusuk di bagian perut kirinya. Bahkan, sekarang Diva sudah memejamkan mata dengan wajah yang perlahan berubah pucat."Darahnya banyak!" pekik Revan heboh."Cepet bawa ke rumah sakit anjir!" geram Daniel saat Adit hanya terbengong melihat darah yang keluar dari perut Diva.Adit tersadar. Saat akan menggendong Diva dirinya baru ingat bahwa mereka tidak ada yang membawa mobil."Kita kan naik motor," celetuk Bara."Lah iya, gimana dong," sahut Revan panik.Tanpa berkata apa pun Adit langsung menggendong Diva ala bridal style."Mau naik apa?" tanya Daniel bingung."Lari," jawab Adit singkat sebelum dirinya berlari sambil menggendong Diva tanp

    Last Updated : 2021-06-18
  • ADDIVA   15. Kesal dan Bahagia

    Di ruangan Diva saat ini hanya ada Adit. Karena, para sahabat mereka sedang sekolah. Orang tua Diva pun tidak dapat menemani Diva di karenakan ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan."Va," panggil Adit yang kesekian kalinya namun tetap tidak ada jawaban dari si empunya nama."Divanya Adit," panggil Adit lembut.Diva memalingkan wajahnya menahan senyum, terdengar sangat lucu jika Adit memanggilnya seperti itu."Maafin dong," pinta Adit memelas."Sayang," bisiknya tepat di telinga Diva.Diva merinding saat hembusan napas Adit sangat terasa di kulitnya, jantungnya berdebar kencang saat mendengar panggilan sayang dari Adit. Padahal ini bukan yang pertama kali Adit memanggil dirinya seperti itu.Dengan cepat Diva menutup seluruh badannya dengan selimut. Dirinya yakin bahwa wajahnya pasti memerah. Sialan, di panggil sayang saja sudah baper.

    Last Updated : 2021-06-21
  • ADDIVA   16. Kedatangan Abang Diva

    "Pulang, Ma," rengek Diva dengan menggoyangkan lengan sang mama layaknya anak kecil yang tidak dibelikan mainan."Luka kamu belum kering, Sayang," tolak Githa halus."Pulang," rengeknya tidak menyerah."Enggak," jawabnya mutlak.Dengan bibir mengerucut Diva perlahan menghentikan gerakannya di lengan Githa."Lebih baik Diva sama Adit aja," gerutu Diva pelan."Terus ... kenapa kamu suruh pulang tadi," ucap Githa mendengkus geli."Supaya istirahat dong, Ma ," jawab Diva.Mama Githa manggut-manggut. "Oh.""Ish, Mama," rengeknya kesal."Apa lagi, Diva?" tanya Mama Githa."Pulang," jawabnya dengan mengeluarkan puppy eyesnya."Enggak," tolak Mama Githa sambil bermain ponselnya."Diva ngambek," cetusnya membalikkan badan.Mama Githa terkekeh dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan Diva."Kok Diva enggak dibujuk sih, Ma? Diva lagi ngambek loh," ungkapnya kesal.Merasa tidak ada

    Last Updated : 2021-06-21
  • ADDIVA   17. Salah Paham

    Ketika Adit memasuki markas semua anggota memandangnya takut. Tetapi dirinya tidak peduli, yang dia butuhkan sekarang yaitu melampiaskan emosinya.Adit memasuki ruang olahraga dengan tergesa-gesa.Setelah mengunci pintu, Adit berjalan mendekati puluhan samsak yang berjejer rapi.Matanya menatap tajam samsak yang menggantung.Bugh!Pukulan demi pukulan Adit layangkan dengan keras tanpa menggunakan sarung tinju di kedua tangannya.Napasnya memburu menatap 8 samsak yang hancur akibat ulahnya."Sisa dua," gumamnya menoleh ke arah pojok.Setelah merasa napasnya mulai teratur Adit berjalan ke arah pojok, dimana tempat samsak yang masih utuh."Hati gue sakit, Va," ucapnya pelan.Dengan brutal Adit memukul kedua samsak yang masih tersisa hingga hancur seperti yang lain.Badan Adit terjatuh, tenaga

    Last Updated : 2021-06-22
  • ADDIVA   18. Keributan dan Penjelasan

    Pagi hari di sebuah ruangan yang bernuansa hitam putih terdapat seorang lak-laki yang menggunakan seragam sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Dia adalah Adit. Sebenarnya dia malas untuk pergi ke sekolah, tetapi ketiga sahabatnya memaksa dia untuk masuk sekolah. Menghela napas pelan Adit bergegas keluar untuk sarapan. "Pagi," sapa Adit kepada keluarganya yang sudah duduk di kursinya masing-masing. "Tumben kamu lesu bang," celetuk Ayah Aryo heran. "Enggak papa," jawab Adit singkat. "Kalau ada masalah cepat di selesaikan ya, Bang," saran Bunda Desi. "Iya," jawabnya. Mereka mulai memakan sarapannya masing-masing. "Abang," panggil Aca di sela makannya. "Hm," deham Adit tanpa menoleh ke arah adiknya. "Sayang, Abang lagi buru-buru. Jangan di ajak ngobrol

    Last Updated : 2021-06-22
  • ADDIVA   19. Rencana Acara Tahunan

    "Va-"Ucapan Adit terpotong melihat Diva berjalan meninggalkan mereka diikuti ke tiga sahabatnya."Nanti ketika istirahat lo harus minta maaf deh, Dit," saran Daniel menepuk pundak Adit pelan."Iya harus, karena perlakuan lo tadi bisa bikin hubungan kalian renggang," sahut Revan."Abangnya Diva keren juga ya, bisa bikin Adit jatuh kaya tadi," celetuk Bara yang mendapat tatapan tajam dari Adit."Gu - e harus ke kelas duluan," ucap Bara gugup kemudian berjalan cepat meninggalkan sahabatnya."Ditatap tajam saja sudah kabur itu anak," ucap Revan terkekeh.Adit menatap tajam Revan."Gue kira mau marahin gue njir," ujar Revan menghela napas lega setelah Adit berjalan meninggalkan mereka berdua."Ke kelas yok," ajak Daniel merangkul pundak Revan.**"Va, nanti cerita ya," pinta Nisa."Iya," jawabnya singkat."Diva meskipun sudah nangis sampai matanya sembab pun tetap cantik ya, lah gue? malah m

    Last Updated : 2021-06-26
  • ADDIVA   20. Minta Maaf

    Adit terus menarik tangan Diva untuk mengikutinya."Sebenarnya kamu mau bawa aku kemana?" tanya Diva.Adit tidak menjawab."Kebiasaan enggak jawab. Benar-benar seperti bunglon, kadang manis kadang copslay jadi kulkas," gerutu Diva kesal."Aku dengar, Va," celetuk Adit."Oh, kamu dengar ya? bagus dong, aku memang sengaja," sahut Diva melirik sinis Adit.Adit tersenyum tipis melihat tingkah gadisnya. Benar-benar gadis yang lucu."Ngapain kita kesini?" tanya Diva setelah sampai di taman belakang."Duduk dulu," ucap Adit menuntun Diva untuk duduk di bawah pohon mangga agar terhindar dari panasnya matahari."Maafin aku ya, aku benar-benar enggak tahu kalau yang tadi pagi itu Abang kamu," ucap Adit menggenggam ke dua tangan Diva.Diva terdiam. Ternyata Adit membawanya kesini hanya untuk membicarakan hal tadi pag

    Last Updated : 2021-06-27
  • ADDIVA   21. Game

    Di tempat lain terdapat dua orang yang sedang berdiskusi."Lo yakin?" tanya seseorang yang memakai seragam sekolah."Sangat yakin," jawab satu orang lainnya yang memakai pakaian serba hitam."Kita tinggal menunggu waktu saja," lanjutnya menyeringai.Seseorang yang berseragam tadi mengangguk. "Gue enggak sabar menanti hari dimana mereka hancur," gumamnya.**Sepasang kekasih memasuki ruang kelas dengan tangan yang saling bergandengan. Siapa lagi kalau bukan Adit dan Diva.Diva menatap bingung ke arah sahabatnya yang terlihat sangat lesu."Kalian kenapa?" tanya Diva setelah sampai di tempat para sahabatnya berkumpul."kiliin kinipi," ucap Tika menirukan ucapan Diva dengan menye-menye."Kalian lama banget sih," ucap Bara kesal."Mana itu tangan gandengan terus, sudah kaya kakek nenek yang mau nyebrang saja," ketus Mira dengan pandangan ke arah jendela.Daniel menahan tawa begitu pun yang lain.De

    Last Updated : 2021-06-28

Latest chapter

  • ADDIVA   83. Hamil?

    Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad

  • ADDIVA   82. Undangan Pertunangan

    Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa

  • ADDIVA   81. Terima Kasih, Adit

    Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko

  • ADDIVA   80. Aku Pergi Kamu Mendekat

    Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.

  • ADDIVA   79. Menjadi Pendiam

    "Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung

  • ADDIVA   78. Hati Gue Kenapa?

    Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika

  • ADDIVA   77. Digendong

    "Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a

  • ADDIVA   76. Tatapan Tulus Revan

    "Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum

  • ADDIVA   75. Marahnya Mira

    "Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s

DMCA.com Protection Status