"Ma," panggil Diva menuruni tangga.
Mama Githa yang sedang menonton televisi pun menoleh.
"Ada apa, Sayang?" tanyanya lembut.
"Diva mau ke kafe," ucap Diva memberi tahu.
"Jangan pulang terlalu malam ya, Sayang," ucap Githa memperingati.
"Siap, Nyonya," jawab Diva dengan gerakan hormat.
Githa terkekeh melihat tingkah putrinya.
Tin
"Ma, Adit sudah jemput. Diva berangkat ya," pamit Diva mencium tangan serta pipi Mama Githa.
"Iya, hati-hati, Nak," pesan Githa yang di jawab dengan acungan jempol.
**
"Berangkat sekarang?" tanya Diva saat sudah berada di dekat Adit.
Adit memperhatikan pakaian yang di kenakan Diva.
Sweater berwarna biru dipadukan dengan jeans putih dan sepatu putihnya. Sederhana memang namun sangat pas jika dipakai Diva. Cantik."Kamu cantik," ungkap Adit jujur.
Diva memalingkan wajah guna menutupi semburat merah yang muncul di kedua pipinya.
Namun tak ayal dirinya juga tersenyum. Ada kebahagian tersendiri baginya karena di puji oleh Adit, sang kekasih.
"Kenapa kamu melihat ke arah sana?" tanya Adit mendengkus geli.
"Enggak papa kok," jawab Diva berusaha tenang.
"Diva," panggil Adit dengan memutar kepala Diva lembut agar menghadap ke arahnya.
"Kok pipinya merah?" tanya Adit pura-pura bingung dengan menatap lekat wajah Diva.
"I - ni panas, nah iya panas," jawab Diva gugup.
"Help me please! Tatapannya astaga." Batinnya berteriak.
"Ini kan mendung, Sayang," ucap Adit dengan menekan kata sayang.
Muka Diva semakin memerah, jantungnya berdebar, dan seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.
Rasanya Diva ingin berteriak untuk meluapkan rasa bahagianya.
"Malu," rengeknya memeluk Adit erat.
"Hahaha."
Tawa Adit pecah melihat tingkah Diva yang sangat menggemaskan.
Diva terpaku sejenak kala mendengar tawa lepas dari Adit. Dengan perlahan Diva melepas pelukannya, melihat Adit yang masih tertawa.
Diva terpesona. Untuk pertama kalinya dia melihat tawa Adit yang begitu lepas.
Mungkin Adit tidak sadar bahwa dirinya tertawa.
Merasa ada yang memperhatikan, Adit menghentikan tawanya.
"Khem," deham Adit menyadarkan Diva.
"Wow, kamu ketawa?" tanya Diva dengan polos.
Adit mendatarkan wajahnya. "Enggak, lagi nyangkul."
"Hahaha kamu bisa ngelawak juga ternyata," ejek Diva tertawa.
"Ayo berangkat," ajak Adit sebelum Diva mengejeknya lagi.
"Let's go!" seru Diva setelah menaiki motor Adit.
**
Sepasang kekasih baru saja sampai di parkiran kafe. Sesuai janji Adit sewaktu di kantin tadi, bahwa dia akan mentraktir para sahabatnya.
Adit dan Diva beriringan memasuki kafe dengan bergandengan tangan.
"Mereka mana?" tanya Diva celingukan mencari para sahabatnya. Karena, kondisi kafe saat ini terbilang cukup ramai.
Adit risih mendapati beberapa pasang mata menatap kagum ke arah dirinya dan Diva.
"Nah, itu mereka," tunjuk Diva ke arah pojok kanan kafe setelah mendapat lambaian tangan dari Bara.
Tanpa menjawab Adit segera menarik Diva menuju sahabatnya berada.
"Lama banget sih kalian," celetuk Bara mendengkus kesal.
"Sorry ya," jawab Diva meminta maaf.
"Enggak papa kok, Va," sahut Daniel kalem.
"Diem lo," bisik Tika menginjak kaki Bara.
"Aws, sakit tahu," protes Bara meringis.
"Gue aduin ke Mira nih," ucap Tika dengan nada mengancam.
"Iya iya," jawab Bara pasrah.
"Pesen gih," ucap Adit.
Dengan semangat Bara langsung memanggil waiters.
"Permisi, mau pesan apa?" tanyanya ramah.
"Saya pesen nasi goreng seafood sama jus mangga," ucap Diva.
"Kita samain sama dia, Mbak," sahut Nisa mewakili Mira dan Tika.
"Spaghetti sama jus jeruk," timpal Adit tanpa menatap ke arah weatersnya.
"Samain, Mbak," sambung Daniel tersenyum tipis.
"Saya pizza, burger, spaghetti, nasi goreng seafood, dan minumnya jus mangga," ucap Bara semangat.
Mereka yang mendengarnya melongo.
"Saya sama," sambung Revan tersenyum lebar.
"Baik, mohon tunggu 10 menit, Kak," ucapnya sebelum pamit.
"Banyak banget pesanan kalian," celetuk Mira.
"Nggak papa dong, lagian ini ditraktir juga," jawab Revan enteng.
"Betul tuh, selagi gratisan ya, Rev?" sahut Bara bertanya.
"Udah nggak papa kok," ucap Diva menengahi.
"Tau tuh, Bu Bos aja enggak masalah," jawab Bara mengejek Mira.
"Adit enggak bakalan bangkrut kok," timpal Revan.
Mira memutar bola matanya malas. "Terserah kalian."
"Permisi, silahkan dinikmati kak," ucap waiters mengantarkan pesanan mereka.
"Terima kasih, Mbak," jawab Diva tersenyum manis.
Setelah waiters pergi, mereka mulai melahap makanan masing-masing.
**
"Kita duluan ya," pamit Nisa mewakili Mira dan Tika.
Tadi mereka berangkat menggunakan satu mobil.
Ya, setelah menghabiskan makanannya mereka memilih pulang. Karena, hari sudah semakin malam.
"Hati-hati kalian," pesan Daniel.
"Va, kita duluan," ucap Mira memeluk Diva sesaat di ikuti Tika dan Nisa.
"Iya, hati-hati di jalan," pesannya.
Nisa dkk memasuki mobil.
"Bye," ucap Tika melambaikan tangannya.
"Bye bye cantik!" seru Bara ikut melambaikan tangannya heboh.
"Mending sekarang pulang," usul Revan.
"Iya, kasihan Diva," jawab Bara menyetujui.
Adit menyuruh Diva untuk segera naik ke motornya.
"Lo duluan aja, kita ikutin dari belakang," ucap Daniel.
"Hm," deham Adit menyetujui.
"Adit," panggil Diva sedikit mengeraskan suaranya.
"Apa?" tanya Adit melihat ke arah spion.
"Perasaan aku enggak enak," terang Diva memberi tahu.
"Ada aku," ucap Adit menenangkan dengan mengelus tangan Diva yang berada di perutnya.
Diva hanya mengangguk.
Mata Adit menajam saat melihat segerombol orang menghadang jalannya.
Motor Adit berhenti tepat di depan segerombol orang tersebut.
"Ada apa?" tanya Diva mengernyit bingung.
Diva mengikuti Adit yang turun dari motor.
"Kamu tetap di belakang aku ya," tegas Adit menatap dalam mata Diva.
Meskipun kebingungan, Diva tetap mengangguki ucapan Adit.
Daniel dkk sampai di tempat Adit. Mereka tadi sedikit memelankan laju motornya untuk memberi ruang kepada sepasang kekasih itu.
Mereka menggeram marah saat tau bahwa geng heroz yang menghadang jalan mereka.
"Mau ngapain lo?" tanya Daniel tenang.
"Gue mau kalian tunduk sama gue," balas Cakra.
"Cih, enggak akan," jawab Revan dengan meludah.
Muka Cakra menjadi merah padam.
Saat menoleh ke arah Adit dirinya menyeringai.
"Siapa dia?" tanya Cakra penasaran. Tumben sekali mereka mengajak seorang perempuan, apalagi ini cantik banget.
Tidak ada yang menjawab.
"Oh ... gue tahu, dia mainan kalian kan?" tanyanya lagi dengan nada meremehkan.
Gigi Adit bergemelutuk. Merasa tidak terima dengan apa yang di ucapkan Cakra.
Diva ketakutan seraya menggenggam tangan Adit erat. Dirinya tidak pernah berada di situasi seperti sekarang.
"Enak enggak ya rasanya," ujarnya dengan mata memandang Diva penuh nafsu.
Bugh!
"Jaga mata lo sialan!" geram Adit membogem rahang Cakra.
"Gimana kalau nanti kita main bareng guys?" tanya Cakra ke anggota heroz tanpa menghiraukan ke empat inti dragon yang siap menerkamnya.
Diva menangis dalam diam. Hatinya sakit saat ada yang menatap dan berbicara seperti itu. Hati perempuan mana yang tidak sakit saat harga dirinya di rendahkan.
Tanpa aba-aba Adit segera membogem Cakra membabi buta.
Ke tiga sahabat Adit langsung menerjang anggota heroz.
Badan Diva bergetar ketakutan. Tangisnya semakin deras.
Ke empat inti danger dikuasai oleh emosi hingga membabi buta anggota heroz, mereka tidak terima jika Diva direndahkan.
Mereka tidak sadar kalau wakil heroz saat ini berada di belakang Diva.
Napas Adit tidak beraturan. Melalui ekor matanya dia melihat ada seseorang di belakang Diva.
"DIVA!" teriak Adit berlari ke arah Diva.
Jleb!
Pertarungan berhenti. Mereka kompak menoleh ke arah Adit yang memeluk Diva.
Adit meringis saat pisau menusuk punggungnya.
"Va," panggil Adit mengernyit bingung saat tidak melihat pergerakan apa pun dari Diva.
Daniel dkk segera mendekat setelah melumpuhkan seluruh anggota heroz, kecuali wakil Cakra yang melarikan diri.
Adit melonggarkan pelukannya agar bisa melihat wajah Diva.
Bara melotot kaget.
"I - tu," tunjuk Bara gugup.
"I - tu," tunjuk Bara gugup.Adit mengikuti arah yang ditunjuk Bara, seketika badannya melemas.Dia merasa tidak becus menjaga Diva.Ternyata Diva juga tertusuk di bagian perut kirinya. Bahkan, sekarang Diva sudah memejamkan mata dengan wajah yang perlahan berubah pucat."Darahnya banyak!" pekik Revan heboh."Cepet bawa ke rumah sakit anjir!" geram Daniel saat Adit hanya terbengong melihat darah yang keluar dari perut Diva.Adit tersadar. Saat akan menggendong Diva dirinya baru ingat bahwa mereka tidak ada yang membawa mobil."Kita kan naik motor," celetuk Bara."Lah iya, gimana dong," sahut Revan panik.Tanpa berkata apa pun Adit langsung menggendong Diva ala bridal style."Mau naik apa?" tanya Daniel bingung."Lari," jawab Adit singkat sebelum dirinya berlari sambil menggendong Diva tanp
Di ruangan Diva saat ini hanya ada Adit. Karena, para sahabat mereka sedang sekolah. Orang tua Diva pun tidak dapat menemani Diva di karenakan ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan."Va," panggil Adit yang kesekian kalinya namun tetap tidak ada jawaban dari si empunya nama."Divanya Adit," panggil Adit lembut.Diva memalingkan wajahnya menahan senyum, terdengar sangat lucu jika Adit memanggilnya seperti itu."Maafin dong," pinta Adit memelas."Sayang," bisiknya tepat di telinga Diva.Diva merinding saat hembusan napas Adit sangat terasa di kulitnya, jantungnya berdebar kencang saat mendengar panggilan sayang dari Adit. Padahal ini bukan yang pertama kali Adit memanggil dirinya seperti itu.Dengan cepat Diva menutup seluruh badannya dengan selimut. Dirinya yakin bahwa wajahnya pasti memerah. Sialan, di panggil sayang saja sudah baper.
"Pulang, Ma," rengek Diva dengan menggoyangkan lengan sang mama layaknya anak kecil yang tidak dibelikan mainan."Luka kamu belum kering, Sayang," tolak Githa halus."Pulang," rengeknya tidak menyerah."Enggak," jawabnya mutlak.Dengan bibir mengerucut Diva perlahan menghentikan gerakannya di lengan Githa."Lebih baik Diva sama Adit aja," gerutu Diva pelan."Terus ... kenapa kamu suruh pulang tadi," ucap Githa mendengkus geli."Supaya istirahat dong, Ma ," jawab Diva.Mama Githa manggut-manggut. "Oh.""Ish, Mama," rengeknya kesal."Apa lagi, Diva?" tanya Mama Githa."Pulang," jawabnya dengan mengeluarkan puppy eyesnya."Enggak," tolak Mama Githa sambil bermain ponselnya."Diva ngambek," cetusnya membalikkan badan.Mama Githa terkekeh dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan Diva."Kok Diva enggak dibujuk sih, Ma? Diva lagi ngambek loh," ungkapnya kesal.Merasa tidak ada
Ketika Adit memasuki markas semua anggota memandangnya takut. Tetapi dirinya tidak peduli, yang dia butuhkan sekarang yaitu melampiaskan emosinya.Adit memasuki ruang olahraga dengan tergesa-gesa.Setelah mengunci pintu, Adit berjalan mendekati puluhan samsak yang berjejer rapi.Matanya menatap tajam samsak yang menggantung.Bugh!Pukulan demi pukulan Adit layangkan dengan keras tanpa menggunakan sarung tinju di kedua tangannya.Napasnya memburu menatap 8 samsak yang hancur akibat ulahnya."Sisa dua," gumamnya menoleh ke arah pojok.Setelah merasa napasnya mulai teratur Adit berjalan ke arah pojok, dimana tempat samsak yang masih utuh."Hati gue sakit, Va," ucapnya pelan.Dengan brutal Adit memukul kedua samsak yang masih tersisa hingga hancur seperti yang lain.Badan Adit terjatuh, tenaga
Pagi hari di sebuah ruangan yang bernuansa hitam putih terdapat seorang lak-laki yang menggunakan seragam sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Dia adalah Adit. Sebenarnya dia malas untuk pergi ke sekolah, tetapi ketiga sahabatnya memaksa dia untuk masuk sekolah. Menghela napas pelan Adit bergegas keluar untuk sarapan. "Pagi," sapa Adit kepada keluarganya yang sudah duduk di kursinya masing-masing. "Tumben kamu lesu bang," celetuk Ayah Aryo heran. "Enggak papa," jawab Adit singkat. "Kalau ada masalah cepat di selesaikan ya, Bang," saran Bunda Desi. "Iya," jawabnya. Mereka mulai memakan sarapannya masing-masing. "Abang," panggil Aca di sela makannya. "Hm," deham Adit tanpa menoleh ke arah adiknya. "Sayang, Abang lagi buru-buru. Jangan di ajak ngobrol
"Va-"Ucapan Adit terpotong melihat Diva berjalan meninggalkan mereka diikuti ke tiga sahabatnya."Nanti ketika istirahat lo harus minta maaf deh, Dit," saran Daniel menepuk pundak Adit pelan."Iya harus, karena perlakuan lo tadi bisa bikin hubungan kalian renggang," sahut Revan."Abangnya Diva keren juga ya, bisa bikin Adit jatuh kaya tadi," celetuk Bara yang mendapat tatapan tajam dari Adit."Gu - e harus ke kelas duluan," ucap Bara gugup kemudian berjalan cepat meninggalkan sahabatnya."Ditatap tajam saja sudah kabur itu anak," ucap Revan terkekeh.Adit menatap tajam Revan."Gue kira mau marahin gue njir," ujar Revan menghela napas lega setelah Adit berjalan meninggalkan mereka berdua."Ke kelas yok," ajak Daniel merangkul pundak Revan.**"Va, nanti cerita ya," pinta Nisa."Iya," jawabnya singkat."Diva meskipun sudah nangis sampai matanya sembab pun tetap cantik ya, lah gue? malah m
Adit terus menarik tangan Diva untuk mengikutinya."Sebenarnya kamu mau bawa aku kemana?" tanya Diva.Adit tidak menjawab."Kebiasaan enggak jawab. Benar-benar seperti bunglon, kadang manis kadang copslay jadi kulkas," gerutu Diva kesal."Aku dengar, Va," celetuk Adit."Oh, kamu dengar ya? bagus dong, aku memang sengaja," sahut Diva melirik sinis Adit.Adit tersenyum tipis melihat tingkah gadisnya. Benar-benar gadis yang lucu."Ngapain kita kesini?" tanya Diva setelah sampai di taman belakang."Duduk dulu," ucap Adit menuntun Diva untuk duduk di bawah pohon mangga agar terhindar dari panasnya matahari."Maafin aku ya, aku benar-benar enggak tahu kalau yang tadi pagi itu Abang kamu," ucap Adit menggenggam ke dua tangan Diva.Diva terdiam. Ternyata Adit membawanya kesini hanya untuk membicarakan hal tadi pag
Di tempat lain terdapat dua orang yang sedang berdiskusi."Lo yakin?" tanya seseorang yang memakai seragam sekolah."Sangat yakin," jawab satu orang lainnya yang memakai pakaian serba hitam."Kita tinggal menunggu waktu saja," lanjutnya menyeringai.Seseorang yang berseragam tadi mengangguk. "Gue enggak sabar menanti hari dimana mereka hancur," gumamnya.**Sepasang kekasih memasuki ruang kelas dengan tangan yang saling bergandengan. Siapa lagi kalau bukan Adit dan Diva.Diva menatap bingung ke arah sahabatnya yang terlihat sangat lesu."Kalian kenapa?" tanya Diva setelah sampai di tempat para sahabatnya berkumpul."kiliin kinipi," ucap Tika menirukan ucapan Diva dengan menye-menye."Kalian lama banget sih," ucap Bara kesal."Mana itu tangan gandengan terus, sudah kaya kakek nenek yang mau nyebrang saja," ketus Mira dengan pandangan ke arah jendela.Daniel menahan tawa begitu pun yang lain.De