Ketika Adit memasuki markas semua anggota memandangnya takut. Tetapi dirinya tidak peduli, yang dia butuhkan sekarang yaitu melampiaskan emosinya.
Adit memasuki ruang olahraga dengan tergesa-gesa.
Setelah mengunci pintu, Adit berjalan mendekati puluhan samsak yang berjejer rapi.
Matanya menatap tajam samsak yang menggantung.
Bugh!
Pukulan demi pukulan Adit layangkan dengan keras tanpa menggunakan sarung tinju di kedua tangannya.
Napasnya memburu menatap 8 samsak yang hancur akibat ulahnya.
"Sisa dua," gumamnya menoleh ke arah pojok.
Setelah merasa napasnya mulai teratur Adit berjalan ke arah pojok, dimana tempat samsak yang masih utuh.
"Hati gue sakit, Va," ucapnya pelan.
Dengan brutal Adit memukul kedua samsak yang masih tersisa hingga hancur seperti yang lain.
Badan Adit terjatuh, tenaga
Pagi hari di sebuah ruangan yang bernuansa hitam putih terdapat seorang lak-laki yang menggunakan seragam sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Dia adalah Adit. Sebenarnya dia malas untuk pergi ke sekolah, tetapi ketiga sahabatnya memaksa dia untuk masuk sekolah. Menghela napas pelan Adit bergegas keluar untuk sarapan. "Pagi," sapa Adit kepada keluarganya yang sudah duduk di kursinya masing-masing. "Tumben kamu lesu bang," celetuk Ayah Aryo heran. "Enggak papa," jawab Adit singkat. "Kalau ada masalah cepat di selesaikan ya, Bang," saran Bunda Desi. "Iya," jawabnya. Mereka mulai memakan sarapannya masing-masing. "Abang," panggil Aca di sela makannya. "Hm," deham Adit tanpa menoleh ke arah adiknya. "Sayang, Abang lagi buru-buru. Jangan di ajak ngobrol
"Va-"Ucapan Adit terpotong melihat Diva berjalan meninggalkan mereka diikuti ke tiga sahabatnya."Nanti ketika istirahat lo harus minta maaf deh, Dit," saran Daniel menepuk pundak Adit pelan."Iya harus, karena perlakuan lo tadi bisa bikin hubungan kalian renggang," sahut Revan."Abangnya Diva keren juga ya, bisa bikin Adit jatuh kaya tadi," celetuk Bara yang mendapat tatapan tajam dari Adit."Gu - e harus ke kelas duluan," ucap Bara gugup kemudian berjalan cepat meninggalkan sahabatnya."Ditatap tajam saja sudah kabur itu anak," ucap Revan terkekeh.Adit menatap tajam Revan."Gue kira mau marahin gue njir," ujar Revan menghela napas lega setelah Adit berjalan meninggalkan mereka berdua."Ke kelas yok," ajak Daniel merangkul pundak Revan.**"Va, nanti cerita ya," pinta Nisa."Iya," jawabnya singkat."Diva meskipun sudah nangis sampai matanya sembab pun tetap cantik ya, lah gue? malah m
Adit terus menarik tangan Diva untuk mengikutinya."Sebenarnya kamu mau bawa aku kemana?" tanya Diva.Adit tidak menjawab."Kebiasaan enggak jawab. Benar-benar seperti bunglon, kadang manis kadang copslay jadi kulkas," gerutu Diva kesal."Aku dengar, Va," celetuk Adit."Oh, kamu dengar ya? bagus dong, aku memang sengaja," sahut Diva melirik sinis Adit.Adit tersenyum tipis melihat tingkah gadisnya. Benar-benar gadis yang lucu."Ngapain kita kesini?" tanya Diva setelah sampai di taman belakang."Duduk dulu," ucap Adit menuntun Diva untuk duduk di bawah pohon mangga agar terhindar dari panasnya matahari."Maafin aku ya, aku benar-benar enggak tahu kalau yang tadi pagi itu Abang kamu," ucap Adit menggenggam ke dua tangan Diva.Diva terdiam. Ternyata Adit membawanya kesini hanya untuk membicarakan hal tadi pag
Di tempat lain terdapat dua orang yang sedang berdiskusi."Lo yakin?" tanya seseorang yang memakai seragam sekolah."Sangat yakin," jawab satu orang lainnya yang memakai pakaian serba hitam."Kita tinggal menunggu waktu saja," lanjutnya menyeringai.Seseorang yang berseragam tadi mengangguk. "Gue enggak sabar menanti hari dimana mereka hancur," gumamnya.**Sepasang kekasih memasuki ruang kelas dengan tangan yang saling bergandengan. Siapa lagi kalau bukan Adit dan Diva.Diva menatap bingung ke arah sahabatnya yang terlihat sangat lesu."Kalian kenapa?" tanya Diva setelah sampai di tempat para sahabatnya berkumpul."kiliin kinipi," ucap Tika menirukan ucapan Diva dengan menye-menye."Kalian lama banget sih," ucap Bara kesal."Mana itu tangan gandengan terus, sudah kaya kakek nenek yang mau nyebrang saja," ketus Mira dengan pandangan ke arah jendela.Daniel menahan tawa begitu pun yang lain.De
Persahabatan bukanlah tentang siapa yang kamu kenal paling lama. Sama halnya dengan Diva cs dan keempat inti danger. Mereka dekat semenjak Diva menjadi kekasih Adit. Namun, jika dilihat dari kedekatan mereka sekarang sudah seperti terjalin beberapa tahun.Setelah kelakuan heboh Bara, mereka memutuskan untuk ke kantin. Ternyata tertawa bisa membuat lapar."Kalian ikut bagian apa di acara tahunan nanti?" tanya Nisa disela makannya."Kita cuma nonton kecuali Adit," jawab Revan yang menggigiti sendok."Guys," panggil Diva."Makan dulu, Va," tegur Adit.Dengan cepat Diva menelan nasi yang ada di mulutnya. "Bentar.""Sini aku suapin."Adit berpindah mengambil piring Diva yang masih sisa setengah.Diva menurut, menerima suapan Adit dengan perlahan."Gue juga pengen kaya gitu," rengek Tika menggoyangkan lengan Mira."Noh, sama Bara saja," jawab Mira kesal lantaran bakso yang akan dia makan jatuh menggelinding.
Diva melihat sekelilingnya, dia merasa asing dengan tempat ini.Bulu kuduknya meremang, apalagi bangunan di depannya seperti gudang yang angker."Kenapa kamu bawa aku ke tempat seperti ini?" tanya Diva pelan.Tanpa menjawab Adit langsung menarik tangan Diva. "Ayo."Diva panik, berbagai pikiran negatif mulai muncul di kepalanya. Matanya memandang takut ke segala arah. Bagaimana jika ada hantu yang tiba-tiba muncul di hadapannya?Diva semakin menahan berat badannya saat mereka hampir mendekati pintu.Adit menoleh, astaga apa yang dia lakukan? Dia sudah membuat kekasihnya ketakutan. Lihatlah sekarang, Diva tidak berhenti mengawasi sekitar. Bahkan, tangannya pun terasa sangat dingin."Hei, kenapa?" tanya Adit memegang wajah Diva yang tampak pucat."Kenapa kamu bawa aku kesini?" tanya Diva dengan suara yang bergetar."Kita 'kan mau dinner," jawab Adit santai."Kamu mau jual aku ya?" Air mata Diva mengalir den
Anggota danger sedang asik dengan dunianya sendiri. Ada yang bermain game, makan bahkan ada yang konser dadakan.Tiba-tiba ada suara yang seperti terkejut.Dengan serempak mereka menoleh ke asal suara. Disana terdapat Adit yang memegang tangan Diva."Eh, Bu Bos," sapa Bara melambaikan tangan.Diva tidak menjawab, dirinya masih kebingungan."Duduk dulu, nanti aku jelasin," ucap Adit mengajak Diva bergabung dengan anggota danger.Diva tidak menolak."Va, kenalin ini anggota danger," ucap Adit membuka suara."Hai, Ibu Ketua," sapa anggota danger serempak."Hai," balas Diva kikuk."Ini adalah markas danger," sambung Adit."Bukannya tadi kita di gedung angker ya?" tanya Diva memiringkan kepalanya pertanda dirinya bingung.Anggota danger yang melihatnya menjadi gemas. Terutama B
"Gue sebenarnya lagi bahagia," ucap Diva senang."Bahagia kenapa?" tanya Nisa penasaran."NISA!" teriak Diva memeluk Nisa erat.Mereka kaget, terutama Nisa yang hampir terjungkal mendapat pelukan mendadak dari Diva."Astaghfirullah gue kaget," ucap Tika mengelus dadanya."Sahabat laknat," gerutu Mira.Diva melepas pelukannya. Sedangkan Nisa mengucap istighfar berkali-kali."Lo kenapa sih?" tanya Mira jengkel."Semalam gue dinner sama Adit," ucap Diva memberi tahu."Ya, terus?""Adit romantis banget," ucap Diva dengan membayangkan kejadian semalam.Tika memajukan badannya. Dia penasaran dengan cerita Diva."Ayo lanjut, Va," desak Tika tidak sabaran."Dia kasih ini untuk gue," ucap Diva menunjukkan kalungnya.Ketiga sahabatnya menatap takjub