Home / Romansa / ADDIVA / 2. Jadian

Share

2. Jadian

Author: Ervin Warda
last update Last Updated: 2021-06-02 05:42:02

Sepanjang perjalanan menuju kantin, mereka menjadi pusat perhatian.

Adit berjalan paling depan dengan gaya coolnya seperti biasa.

Di samping kanannya ada Daniel yang tersenyum membalas sapaan siswi-siswi.

Sedangkan Revan merecoki Bara yang sedang menggoda adik kelas.

"Woy, Bar, udah napa jangan godain terus," celetuk Daniel saat melihat Bara yang terus mengedipkan sebelah matanya pada siswi yang dilewatinya.

"Tau tuh tobat Bar tobat," timpal Revan yang sudah terlanjut kesal dengan tingkah sahabatnya itu.

"Wajah gue ganteng jadi gue manfaatin dong," jawab Bara seraya menyisir rambutnya ke belakang, membuat beberapa siswi memekik tertahan.

"Hai, Adik cantik." Bara semakin menjadi hingga membuat adik kelas tersebut tersipu malu.

"Cantik," lanjut Bara berkedip genit.

"Diem, Bar!" geram Adit dengan nada kelewat datar. Dirinya cukup terganggu dengan jeritan alay para siswi yang digoda oleh Bara.

Bara yang mendapat teguran dari Adit pun langsung kicep, membuat Daniel dan Revan menahan tawa. Oke, sepertinya dia harus berhenti sesaat supaya nyawanya aman.

Bara menoleh ketika merasa tangannya disenggol. "Sialan emang," gumam Bara mendengkus kesal saat melihat Revan menjulurkan lidahnya mengejek.

Sesampainya di kantin mereka disambut dengan teriakan alay.

"Huaa Adit calon imam gue!"

"Gila gila gila, jantung gue mau copot rasanya woi!"

"Daniel manis banget deh, bikin gue diabetes!"

"Gingsulnya Bara mirip kayak punya anak gue kelak!"

"Revan, nikah yuk!"

Merasa begitu risih, mereka langsung melenggang menuju meja paling pojok. Tidak mempedulikan tatapan memuja serta teriakan kekaguman yang ditujukan untuk mereka.

Meskipun Bara suka tebar pesona, tetapi jika seperti ini dirinya juga risih. Terlalu agresif sampai melontarkan kalimat tentang masa depan. Iuh, membayangkan dirinya berumah tangga dengan salah satu dari mereka saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

"Pesannya kaya yang biasa aja ya?" tanya Revan setelah mereka duduk.

"Iya," jawab Daniel.

"Eh itu murid baru yang tadi pagi bukan?" tanya Bara saat sedang menyapu pandangan ke sekeliling dan tak sengaja melihat Diva.

"Mana, Bar?" tanya Daniel celingukan mencari murid baru yang dimaksud Bara.

"Itu tuh yang di mejanya Nisa dkk," jawab Bara menunjuk meja Diva dkk yang tidak jauh dari tempatnya.

"Woah iya njir. Cantik banget ya ampun." Daniel terpesona dengan wajah natural Diva. Tidak seperti siswi kebanyakan yang memakai make up. Dari yang tipis hingga tebal.

"Nih makanan kalian." Revan datang lalu memberikan makanannya kepada masing-masing sahabatnya.

"Makasih, Babu," ucap Bara tanpa dosa.

"Sialan lo, Bar," desis Revan melirik Bara sinis yang hanya ditanggapi senyum lebar.

Enak saja Bara menyamakan dirinya dengan babu. Dirinya ini tampan, mana ada babu yang setampan dirinya.

"Makan!" titah sang ketua, siapa lagi kalau bukan Adit.

Mereka menurut. Lagi pula perut mereka sudah keroncongan.

Hanya butuh waktu beberapa menit bagi mereka untuk menghabiskan makanannya.

"Geng heroz kok gak pernah muncul lagi ya?" tanya Revan penasaran.

"Mungkin lagi nyusun strategi," jawab Daniel tenang.

"Kita harus ngapain, Bos?" tanya Bara yang ikut penasaran.

"Kita harus tetap jaga-jaga aja, jangan sampai lengah," jawab Adit dengan nada seperti biasanya.

Saat sedang asik membahas geng heroz, mereka menangkap suara tawa yang mengalun dengan indah.

Seketika kantin menjadi senyap.

Semua yang ada di sana langsung menoleh ke asal suara. Ternyata Diva yang tertawa hingga menghipnotis seisi kantin.

Mungkin Diva tidak sadar jika dirinya sedang menjadi pusat perhatian.

Semua menatap Diva penuh kagum, begitu pula dengan inti geng Danger.

"Anjir, cakep banget woi!" teriakan penuh kagum dari Bara membuat semuanya tersadar, begitu pula dengan Diva yang langsung menghentikan tawanya.

"Itu manusia apa bidadari, anjir!" teriak Revan heboh.

Adit yang tersadar dari kekagumannya langsung melihat sekeliling. Ternyata semua orang masih memperhatikan Diva dengan intens. Seketika hatinya terasa panas. Ada rasa tidak suka saat semua laki-laki menatap Diva penuh binar.

Langkah tegas Adit yang menghampiri meja Diva membuat para sahabatnya mengernyit bingung. Bisik-bisik dari murid lain pun terdengar saat melihat tempat yang dituju Adit.

Bagi mereka ini adalah hal langka. Di mana seorang Adit yang terkenal dingin dengan perempuan, kini menghampiri siswi baru.

"Itu si bos ngapain dah?" tanya Bara ke Daniel.

"Enggak tau, liat aja dulu," jawab Daniel tanpa mengalihkan pandangannya dari Adit.

"Berdiri!" titah Adit setelah berdiri di samping kursi Diva.

"Mau ngapain sih?" tanya Diva ketus. Dirinya paling malas jika ada orang yang tidak saling kenal tetapi sudah berani memberi perintah.

Dengan lembut Adit menarik tangan Diva untuk berdiri di sisinya.

"Mulai saat ini dia jadi pacar gue. Siapa pun yang ganggu dia, siap-siap berurusan sama danger!" teriak Adit begitu lantang membuat seisi kantin terdiam linglung.

Diva mengerjapkan matanya tidak percaya. Lidahnya kelu untuk mengeluarkan suara. Apalagi kini jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

'Jantung gue kenapa gini ya?' batin Diva bertanya bingung, karena ini pertama kalinya dia rasakan.

Adit menarik Diva keluar dari kantin hingga membuyarkan lamunannya.

Setelah Adit dan Diva keluar, kantin menjadi heboh atas perlakuan Adit barusan.

Mereka tidak menyangka jika Adit, ketua danger yang anti dengan perempuan bisa melakukan hal nekat seperti itu.

Teriakan para siswi terdengar saling bersahutan. Mereka iri dan tidak menyangka kalau Diva yang notabenenya murid baru bisa meluluhkan es batu. Rasa sakit hati karena sang pujaan hati sudah memiliki kekasih tidak begitu mereka pedulikan. Mereka baper! Suara lantang yang begitu tegas dan tatapan tajam Adit saat mengklaim Diva begitu menggetarkan hati.

"Woi, itu bos gue kerasukan apa gimana?" tanya Bara dengan hebohnya.

"Gue kira dia belok." Daniel berkata dengan santainya yang disambut gelak tawa oleh kedua sahabatnya.

"Pinter juga tuh si bos milihnya," celetuk Revan yang masih tidak percaya.

"Padahal mau gue jadiin target, eh udah keburu diambil Adit," gumam Bara lesu. Dirinya sungguh terpesona akan paras ayu Diva. Namun apalah daya, kini gadis itu sudah menjadi milik sahabatnya.

**

Di meja Nisa dkk, mereka juga sama tidak percayanya dengan perlakuan Adit kepada Diva.

Tadi mereka sedang asik mengagumi suara tawa Diva. Hingga tiba-tiba Adit datang dan membuat mereka semua menganga tidak percaya.

Seperti yang mereka ketahui, Adit begitu anti dengan yang namanya perempuan selain ibunya dan sekarang, dia mengklaim Diva pacarnya? omg ini keajaiban kah?

"Itu beneran Adit 'kan?" tanya Nisa menatap ke arah perginya Diva dan Adit dengan mata mengerjap.

"Itu Diva ngga papa 'kan?" Bukannya menjawab, justru Tika ikut melontarkan pertanyaan dengan perasaan khawatir.

Dirinya takut jika Adit hanya mempermainkan Diva. Walaupun dia mengagumi inti danger, tetapi dia tahu bagaimana bahayanya mereka. Apalagi Adit yang tiba-tiba menjadikan Diva pacarnya. Wajar bukan jika dirinya khawatir? Pasalnya mereka tidak saling kenal.

"Kita susul aja yuk! gue khawatir." Mira menggigit kukunya gelisah.

"Gue takut yang mau dekat-dekat mereka, Mir," cicit Tika pelan.

"Sama," timpal Nisa dengan wajah yang sudah pucat pasi.

"Ada gue," ujar Mira tegas, berusaha meyakinkan dan menghilangkan rasa takut kedua sahabatnya.

Meskipun dirinya dikenal dengan sosok yang tomboi, tetapi jika berhadapan dengan danger ada rasa takut tersendiri di hatinya. Namun untuk saat ini dia harus sebisa mungkin menepis rasa takut itu. Demi sahabatnya.

Nisa dan Tika menganggukkan pelan.

**

"Lo mau bawa gue ke mana?" tanya Diva memecah keheningan di antara mereka berdua.

Adit tidak menjawab. Dia terus menarik tangan Diva dengan lembut.

"Ish dasar aneh. Apa gunanya punya mulut kalau enggak digunain. Sok cool banget," gerutu Diva sepelan mungkin.

Terlanjur kesal karena tidak mendapat jawaban, Diva memilih diam dengan bibir mengerucut lucu.

Ternyata Adit membawa Diva ke taman belakang sekolah.

Dengan gerakan pelan dan lembut seolah takut menyakiti, Adit menuntun Diva untuk duduk di kursi yang ada.

"Kenapa lo tiba-tiba mengklaim gue sebagai pacar?" tanya Diva penasaran.

"Suka," jawab Adit singkat.

"Suka sama siapa?" tanya Diva lagi.

"Lo," jawab Adit menoleh ke arah Diva yang sedari tadi memperhatikannya.

Jawaban singkat Adit mampu membuat jantung Diva yang tadinya normal kembali berdetak cepat.

"Ekhem, terus kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Diva berusaha bersikap santai. Dirinya sungguh penasaran dengan sosok yang ada di hadapannya ini.

"Pengen berdua."

Lagi, jawaban Adit sungguh membuat jantungnya bekerja lebih cepat.

Apa-apaan ini? kini di perutnya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan.

'Astaga, baru juga kenal udah baper! Murahan banget hati gue!' Batin Diva berteriak.

Adit yang melihat pipi Diva memerah pun menyunggingkan senyum tipis, tidak akan ada yang menyadari jika ia sedang tersenyum.

"Pipi lo merah. Lo sakit?" tanya Adit membuat Diva melotot lucu kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangan.

'Lucu,' batin Adit gemas.

Tanpa Adit dan Diva sadari, sejak awal pembicaraan keduanya sudah diperhatikan oleh 6 pasang mata yang berada tidak jauh dari keduanya.

Mereka yang mendengar pembicaraan keduanya lantas mengulas senyum lebar.

Merasa senang karena sahabatnya bisa bahagia. Mereka adalah Nisa dkk dan Daniel dkk.

Nisa dkk lega karena Adit tidak menyakiti sahabatnya, sedangkan Daniel dkk bahagia karena bos mereka punya pujaan hati. Daniel dkk berharap semoga Diva bisa mencairkan sifat dingin bosnya itu.

Related chapters

  • ADDIVA   3. Baper

    Jalannya hidup tidak ada yang tau bukan?Sama seperti yang di rasakan Diva saat ini.Jika tadi pagi masih single, beda dengan sekarang yang menyandang gelar pacar ketua geng Dragon.Berita di kantin langsung menyebar luas.Saat ini Diva dan para sahabatnya sedang membereskan alat tulis, karna jam pelajaran telah usai.Memang setelah dari taman belakang mereka memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum ketahuan telah menguping."Lo pulang bareng siapa, Va?" tanya Nisa setelah membereskan alat tulisnya."Enggak tau, mungkin naik taxi," jawab Diva tanpa menatap lawan bicaranya."Yaudah yuk kita kedepan aja," sambung Mira yang sedari tadi memperhatikan obrolan kedua sahabatnya."Gue masih gak nyangka tau Va, kalau lo jadi pacarnya Adit," celetuk Tika heboh.Mira yang mendengar celetukan Tika hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya sedari tadi

    Last Updated : 2021-06-02
  • ADDIVA   4. Pelajaran Sejarah

    Awali pagimu dengan sarapan.Karna harapan juga butuh energi.Seperti halnya Diva yang saat ini tengah melakukan sarapan bersama orang tuanya.Abang Diva sedang berada di negara Paman Sam untuk melanjutkan studinya."Ma, Pa, Diva berangkat dulu ya," pamit Diva setelah menyelesaikan sarapannya."Kamu di antar supir?" tanya Afnan sambil menatap wajah putri satu-satunya."Iya, Pa," jawab Diva."Yaudah Diva berangkat Ma, Pa," ucap Diva dengan mencium tangan kedua orang tuanya."Hati-hati ya, Sayang," pesan Githa."IYA, MA."**Sesampainya di sekolah Diva menjadi pusat perhatian.Banyak yang terang-terangan menatap dirinya.Apalagi semenjak kejadian di kantin."DIVAAA!"Mendengar ada yang memanggil dirinya Diva mencari sumber suara.Ternyata disana ketiga sahabatnya ber

    Last Updated : 2021-06-02
  • ADDIVA   5. Angel

    Suasana kantin saat ini di penuhi dengan tawa."Gue itu pacarnya Adit," ucap Angel percaya diri.Mendengar ucapan Angel tawa yang tadinya mereka kini semakin keras.Angel bingung kenapa mereka ketawa?"Lo pacarnya Adit?" tanya Nisa mendengus geli."Iya dong," jawab Angel mengibaskan rambutnya."Heh, yang pacarnya Adit itu Diva," celetuk Mira ketus."Jelas disini yang pacarnya Adit itu gue!" teriak Angel tak terima."Coba lo tanya sama semua yang ada di sini," tantang Tika tersenyum meremehkan.Merasa tak terima Angel dengan percaya dirinya bertanya kepada semua yang ada di kantin."GUYS DISINI YANG PACARNYA ADIT GUE APA DIVA?" tanya Angel lantang."DIVA," Seru semuanya serempak.Wajah Angel berubah menjadi merah padam, antara malu dan marah."Urusan kita belum selesai

    Last Updated : 2021-06-05
  • ADDIVA   6. Terpesona

    Semua mata terpaku pada 1 titik. Disana, Diva berdiri dengan anggunnya.Semua mata terpesona membuat Adit geram, ingin sekali dia mencongkel mata pria yang melihat kekasihnya dengan tatapan kagum.Diva menggunakan celana hottpans selutut dengan atasan baju crop dibalut rompi selutut tanpa lengan, yang memperlihatkan perut rata serta mulusnya."Woah gila cantik banget." "Mulus banget ya ampun.""Perutnya rata coy.""Aaa insecure."Lapangan indoor mulai gaduh setelah beberapa saat mereka tercengang dengan penampilan Diva yang memukau."SAAT INI KITA AKAN SELEKSI, SIAPA YANG LEBIH UNGGUL AKAN TERPILIH MENJADI KETUA DANCE," ucap Bu Rere lantang."Silahkan Angel," ucap Bu Rere mempersilahkan Angel memasuki lapangan indoor.Bisik-bisik mulai terdengar. Mereka tidak meny

    Last Updated : 2021-06-07
  • ADDIVA   7. Pemilihan Ketua

    Jika menghadapi lawan kita tidak perlu tergesa-gesa. Cukup tenang dan buat lawan mu bungkam dengan keberhasilan mu.Seperti yang dilakukan Diva sekarang. Jika orang lain mungkin sudah gugup, namun Diva tetap tenang dengan senyum manisnya."INI DIA DIVA," ucap Bu Rere keras."Woooo." Sorakan mereka terdengar bersahutan.Gerakan Diva mencepol rambutnya asal membuat semuanya terpekik takjub, dimana ia memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya.Semua kaum Adam menelan salivanya susah payah, bahkan pak satpam sampai terjungkal karena terlalu fokus melihat Diva.Disaat semua orang takjub, berbeda dengan Adit yang justru menggeram marah. Dirinya tidak suka berbagi, Diva miliknya untuk sekarang dan selamanya.Gigi Adit bergemelutuk menahan emosi, mereka yang merasakan aura negatif dari Adit langsung mengalihkan pandangan, tidak mau berurusan dengan ketua danger yang terkenal brin

    Last Updated : 2021-06-08
  • ADDIVA   8. Full Time

    "Sayang, bangun," ujar wanita paruh baya yang merupakan Mama Diva. "Sebentar lagi ma," balasnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Bangun Diva, enggak baik anak gadis bangun siang," tegas Mama Githa berkacak pinggang. "Iya, Mama," jawabnya malas. Dengan terpaksa Diva berjalan menuju kamar mandi, dalam keadaan mata belum terbuka dan berjalan sempoyongan. Semalam dia menonton drakor sampai tengah malam alhasil sekarang dirinya sangat mengantuk. Mama Githa yang melihat kelakuan putri bungsunya mendengkus geli. "Jangan merem, Sayang," ucap Mama Githa terkekeh dan keluar dari kamar putrinya. Weekend adalah hari yang selalu di nantikan oleh semua orang, terutama pelajar. Begitupun Diva yang juga bahagia karena dapat melakukan kegiatan selain belajar. Seperti menonton drakor, jalan-jalan, atau tidur seharian. Karena pada dasarnya Diva anak yang raj

    Last Updated : 2021-06-10
  • ADDIVA   9. Geng Heroz

    Saat ini kedua sejoli yang sedang di mabuk cinta itu dalam perjalanan menuju rumah Adit.Pagi hari tadi orang tuanya berpesan untuk mengajak sang kekasih berkunjung."Adit, gue takut," ucap Diva setelah sampai di pekarangan rumah Adit."Ngapain takut?" tanya Adit datar seraya menaruh helm di spion motor.Diva tidak menjawab.Melihat sang kekasih di rundung kegugupan Adit berinisiatif menenangkan."Enggak papa, ayo," ajak Adit menggenggam tangan mungil Diva."Pulang aja yuk!" ajaknya memelas."Ortu gue enggak makan manusia kok," sahut Adit enteng dengan tetap berjalan mendekati pintu utama keluarga Bagaskara."Bisa serius gak sih!" sungutnya menabok pelan lengan Adit."Seriusnya nanti aja setelah lulus," jawab Adit tenang menatap dalam mata Diva.Diva yang diperlakukan seperti itu men

    Last Updated : 2021-06-16
  • ADDIVA   10. Penyerangan

    "Bang gawat bang," teriak salah satu anggota kelas 10 dengan panik.Inti danger saat ini berada di warung belakang sekolah. Warung ini merupakan markas ke dua geng Danger."Kenapa, Sa?" tanya Daniel heran."Geng heroz nyerang sekolah, Bang," jawabnya yang bernama Aksa.Adit geram, giginya bergemelutuk, dan tangannya mengepal hingga buku jarinya memutih."Kumpulin semua yang ada di sini," ucap Adit tegas.Tidak ada yang bersuara. Karena mereka tahu bahwa Adit saat ini sedang emosi. Mereka tidak mau menerima resiko babak belur di tangan Adit."KUMPUL!" seru Adit dengan tegas.Semuanya langsung lari terbirit-birit mendekati Adit. Bahkan sampai ada yang terjungkal karena tidak memperhatikan jalan saking terburu-burunya."SIAP," ucap semuanya lantang."Kita menggunakan formasi seperti biasa. Jangan kepanc

    Last Updated : 2021-06-17

Latest chapter

  • ADDIVA   83. Hamil?

    Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad

  • ADDIVA   82. Undangan Pertunangan

    Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa

  • ADDIVA   81. Terima Kasih, Adit

    Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko

  • ADDIVA   80. Aku Pergi Kamu Mendekat

    Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.

  • ADDIVA   79. Menjadi Pendiam

    "Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung

  • ADDIVA   78. Hati Gue Kenapa?

    Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika

  • ADDIVA   77. Digendong

    "Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a

  • ADDIVA   76. Tatapan Tulus Revan

    "Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum

  • ADDIVA   75. Marahnya Mira

    "Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status