Tok tok tok
"Permisi, Bu, saya murid baru," ucap Diva yang berada di ambang pintu.
Kelas yang tadinya hening seketika menjadi heboh karena kedatangan Diva.
"Sudah cukup dan kamu sini masuk!" perintah guru yang bernama Bu Ita.
"Ayo perkenalkan dirimu!" lanjut Bu Ita
"Hai guys kenalin nama gue Adiva Daania Khanza, biasa dipanggil Diva. Semoga bisa berteman dengan baik," ucap Diva kala kelas sudah hening.
"Apa ada pertanyaan, Anak-anak?" tanya Bu Ita.
"Udah punya pacar belum?"
"Nomer W******p dong!"
"Skincarenya apa?"
"Sini sama aa' aja,"
ucap mereka serempak yang membuat kelas menjadi gaduh.
"Sudah-sudah pertanyaan kalian tidak penting. Nak, kamu duduk dengan Annisa ya," ucap Bu Ita kepada Diva.
"Iya, Bu."
Setelah sampai di meja yang ditunjuk Bu Ita, Diva dibrondong berbagai pertanyaan oleh Nisa, Mira dan Tika yang merupakan sahabatnya.
"Nanti aja ya guys, sekarang pelajaran," ucap Diva.
Kringg....
"Baik, Anak-anak, sekian pelajaran hari ini. Selamat beristirahat," ucap Bu Ita seraya membereskan bukunya.
"DIVA, LO KAPAN PULANG?" teriak Tika bertanya setelah Bu Ita keluar dari kelas.
"Baru kemarin gue pulang," jawab Diva dengan tenang.
"Kita kangen tahu sama lo," ujar Nisa.
"Aaa sini peluk!"
Dengan semangat ketiga sahabatnya memeluk Diva, sebagai obat rindu. Sebenarnya mereka bersahabat sejak kecil dan terpisah saat kelas 3 smp. Karena Diva sekolah di luar negeri. Jadi, ini pertemuan pertama mereka setelah berpisah 2 tahun.
"Yaudah yuk ke kantin!"
"Yukk."
Di sepanjang koridor menuju kantin mereka bersenda gurau hingga menjadi pusat perhatian.
Terutama Diva yang paling menonjol di antara yang lain.Mereka hanya membalas dengan senyuman yang semakin membuat orang sekitarnya terpana."Kita duduk di mana nih?" tanya Mira seraya melihat sekeliling kantin yang terlihat penuh.
"Gue sama Mira yang pesan, kalian berdua yang cari meja aja biar cepat," ucap Tika memberi ide.
"Oke, yuk, Div," ajak Nisa menarik tangan Diva untuk mencari meja kosong.
Akhirnya mereka menemukan meja kosong di sebelah meja geng Danger.
Sambil menunggu kedua sahabatnya yang pesan makanan mereka fokus dengan kegiatan masing-masing, yaitu bermain handphone."YUHUU MAKANAN DATANG!" teriak Tika dengan tangan yang membawa nampan makanan.
Sedangkan di belakang ada Mira yang membawa minuman."Jangan teriak, Tik," tegur Mira dengan nada kesal.
Bagaimana tidak, karena teriakan Tika tadi mereka ditatap aneh oleh murid lainnya."Lo enggak berubah ya," ucap Diva dengan senyum tipisnya.
"Hehe kebiasaan, Div," jawab Tika.
Lalu mereka makan dengan khidmat.
Saat sedang asik dengan makan, kantin yang awalnya sunyi kini menjadi ramai.
"Huaa calon imam gue."
"Ayang Adit sini dong."
"Daniel manis banget deh."
"Gingsulnya Bara astaga."
"Revan, aku padamu."
Seperti itulah kira-kira kalimat yang diserukan oleh mereka.
Diva yang merasa terganggu pun bertanya pada sahabatnya.
"Itu ada apaan sih?" tanya Diva dengan raut penasaran.
"Itu tuh anggota inti geng Danger," jawab Nisa santai.
"Geng Danger tuh apaan?" tanya Diva bingung.
Melihat raut bingung di muka Diva ketiga sahabatnya tercengang. Bagaimana bisa Diva tidak tau dengan geng Danger.
"Khem, Div, gue jelasin ya," ujar Tika.
Yang di jawab dengan anggukan oleh Diva.
"Geng Danger tuh geng motor yang terkenal di Jakarta. Anggotanya lebih dari 500, mereka geng motor yang berbahaya gak ada satu pun yang berani ngusik mereka.
Anggota intinya ada 4, nah itu tuh lo liat di meja sebelah itu meja khusus mereka. Gak ada yang berani duduk disitu," jelas Tika dengan dagu yang menunjuk meja milik danger."Lanjut nih ya," ucap Tika
"Lo liat 4 orang itu?" tanya Tika menunjuk laki-laki yang berjalan menuju meja mereka dan di jawab anggukan oleh Diva.
Sedangkan Mira dan Nisa hanya jadi pendengar, mereka malas jika Tika sudah mengoceh tentang danger.
"Yang ketawa ada gingsulnya itu namanya Bara dia itu playboy cap badak, terus yang di sebelahnya itu Revan dia 11 12 sama Bara. Bedanya Revan gak playboy, lalu yang kalem itu namanya Daniel dia wakil di gang danger. Nah, yang paling ganteng itu ketua danger dia cuek, datar, dingin banget bahkan nih ya dia gak pernah pacaran walaupun banyak yang naksir," lanjut Tika panjang lebar.
"Oh," jawab diva
Tika yang mendengar jawaban Diva tercengang. Apa-apaan Diva ini, dia sudah menjelaskan panjang lebar dan Diva cuma jawab 'oh'.
Lantaran kesal Tika pun meminum esnya hingga tandas.
Mira dan Nisa yang melihat Tika kesal pun tertawa ngakak.
"Eh anjir, gue ngejelasin panjang lebar dan lo cuma jawab oh?" tanya Tika dengan raut tak percayanya.
Mendapat anggukan dari Diva membuat tawa Nisa dan Mira semakin kencang.
"Hahahaha rasain," ucap Nisa disela tawanya.
"Haha sakit gak tuh hati," sambung Mira. Lalu keduanya tertawa hingga mengeluarkan air mata.
Tika yang melihat mereka menertawakan dirinya hanya memberenggut kesal.
Sebenarnya Diva sedari tadi menahan tawa, karena tidak kuat menahan akhirnya pecah juga.
"Hahahaha."
Tawa indah Diva mengalun indah membuat Mira dan Nisa yang sedang tertawa langsung berhenti, begitu pula Tika.
**
Saat ini di kelas ipa 3 sedang pelajaran matematika.
Disaat yang lain fokus pelajaran beda dengan inti danger yang justru asik dengan dunianya sendiri.
Seperti Adit yang tidur, Daniel mendengarkan lagu, Bara, dan Revan mabar game online.
"ANJING LO!" pekik Bara tanpa sadar.
"Lo ngapain teriak bego," ucap Revan geram seraya menjitak jidat Bara.
Bara yang tersadar pun langsung menoleh ke arah pak Otis guru matematika yang sedang menatapnya dengan tajam.
"Bapak kenapa melotot gitu?" tanya Bara dengan polos, ralat pura-pura polos lebih tepatnya.
Mendengar pertanyaan Bara, Pak Otis semakin kesal.
"Ngapain kamu teriak, Bara?" tanya pak Otis pelan.
"Tadi ada gajah, Pak," jawab Bara enteng.
"Dimana gajahnya?" tanya pak Otis lagi.
"Di depan saya pak," jawab Bara yang membuat muka pak Otis menjadi merah.
Pasalnya yang ada di depan Bara itu dirinya dan dengan entengnya Bara bilang bahwa dirinya gajah?"Lo bego banget sih bar, lihat tuh mukanya sudah merah," bisik Revan kesal. Yang lain menghindari bahaya, Bara justru dengan entengnya mendatangi bahaya, minta di tampol emang.
"BARAA KELUAR KAMU SEKARA-
Kriingg..
Teriakan pak Otis terpotong dengan suara bel istirahat.
Tawa bara pecah seketika.
"Hahaha istirahat pak," ucap bara disela tawanya.Dengan geram pak Otis meninggalkan kelas. Bisa darah tinggi dia jika terus menerus berhadapan dengan makhluk astral Bara.
Daniel yang melihat kelakuan Bara hanya bisa tersenyum.
"Bar, lo jahil banget sih," ujar Revan
"Kena karma mampus lo," sambung Daniel.
"Gue kan-
"Kantin!"
Ucapan Bara terpotong dengan suara datar dan dingin, siapa lagi kalau bukan Adit.
Ternyata Adit sudah bangun.Wajah Bara berubah masam ketika kalimatnya di potong oleh Adit.
Tawa Revan dan Daniel pecah melihat muka melas Bara.
"Hahahaha mampus," ucap Revan.
"Kualat lo."
Muka yang awalnya melas tambah memelas ketika kedua sahabatnya menertawakan. Sahabat laknat emang.
Tanpa memperdulikan ketiga sahabatnya Adit nyelonong pergi meninggalkan ketiganya.
Mereka yang melihat Adit pergi dengan segera menyusul.
Sepanjang perjalanan menuju kantin, mereka menjadi pusat perhatian. Adit berjalan paling depan dengan gaya coolnya seperti biasa. Di samping kanannya ada Daniel yang tersenyum membalas sapaan siswi-siswi.Sedangkan Revan merecoki Bara yang sedang menggoda adik kelas. "Woy, Bar, udah napa jangan godain terus," celetuk Daniel saat melihat Bara yang terus mengedipkan sebelah matanya pada siswi yang dilewatinya. "Tau tuh tobat Bar tobat," timpal Revan yang sudah terlanjut kesal dengan tingkah sahabatnya itu. "Wajah gue ganteng jadi gue manfaatin dong," jawab Bara seraya menyisir rambutnya ke belakang, membuat beberapa siswi memekik tertahan. "Hai, Adik cantik." Bara semakin menjadi hingga membuat adik kelas tersebut tersipu malu. "Cantik," lanjut Bara berkedip genit. "Diem, Bar!" geram Adit dengan nada kelewat datar. Dirinya cukup terganggu denga
Jalannya hidup tidak ada yang tau bukan?Sama seperti yang di rasakan Diva saat ini.Jika tadi pagi masih single, beda dengan sekarang yang menyandang gelar pacar ketua geng Dragon.Berita di kantin langsung menyebar luas.Saat ini Diva dan para sahabatnya sedang membereskan alat tulis, karna jam pelajaran telah usai.Memang setelah dari taman belakang mereka memutuskan untuk kembali ke kelas sebelum ketahuan telah menguping."Lo pulang bareng siapa, Va?" tanya Nisa setelah membereskan alat tulisnya."Enggak tau, mungkin naik taxi," jawab Diva tanpa menatap lawan bicaranya."Yaudah yuk kita kedepan aja," sambung Mira yang sedari tadi memperhatikan obrolan kedua sahabatnya."Gue masih gak nyangka tau Va, kalau lo jadi pacarnya Adit," celetuk Tika heboh.Mira yang mendengar celetukan Tika hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya sedari tadi
Awali pagimu dengan sarapan.Karna harapan juga butuh energi.Seperti halnya Diva yang saat ini tengah melakukan sarapan bersama orang tuanya.Abang Diva sedang berada di negara Paman Sam untuk melanjutkan studinya."Ma, Pa, Diva berangkat dulu ya," pamit Diva setelah menyelesaikan sarapannya."Kamu di antar supir?" tanya Afnan sambil menatap wajah putri satu-satunya."Iya, Pa," jawab Diva."Yaudah Diva berangkat Ma, Pa," ucap Diva dengan mencium tangan kedua orang tuanya."Hati-hati ya, Sayang," pesan Githa."IYA, MA."**Sesampainya di sekolah Diva menjadi pusat perhatian.Banyak yang terang-terangan menatap dirinya.Apalagi semenjak kejadian di kantin."DIVAAA!"Mendengar ada yang memanggil dirinya Diva mencari sumber suara.Ternyata disana ketiga sahabatnya ber
Suasana kantin saat ini di penuhi dengan tawa."Gue itu pacarnya Adit," ucap Angel percaya diri.Mendengar ucapan Angel tawa yang tadinya mereka kini semakin keras.Angel bingung kenapa mereka ketawa?"Lo pacarnya Adit?" tanya Nisa mendengus geli."Iya dong," jawab Angel mengibaskan rambutnya."Heh, yang pacarnya Adit itu Diva," celetuk Mira ketus."Jelas disini yang pacarnya Adit itu gue!" teriak Angel tak terima."Coba lo tanya sama semua yang ada di sini," tantang Tika tersenyum meremehkan.Merasa tak terima Angel dengan percaya dirinya bertanya kepada semua yang ada di kantin."GUYS DISINI YANG PACARNYA ADIT GUE APA DIVA?" tanya Angel lantang."DIVA," Seru semuanya serempak.Wajah Angel berubah menjadi merah padam, antara malu dan marah."Urusan kita belum selesai
Semua mata terpaku pada 1 titik. Disana, Diva berdiri dengan anggunnya.Semua mata terpesona membuat Adit geram, ingin sekali dia mencongkel mata pria yang melihat kekasihnya dengan tatapan kagum.Diva menggunakan celana hottpans selutut dengan atasan baju crop dibalut rompi selutut tanpa lengan, yang memperlihatkan perut rata serta mulusnya."Woah gila cantik banget." "Mulus banget ya ampun.""Perutnya rata coy.""Aaa insecure."Lapangan indoor mulai gaduh setelah beberapa saat mereka tercengang dengan penampilan Diva yang memukau."SAAT INI KITA AKAN SELEKSI, SIAPA YANG LEBIH UNGGUL AKAN TERPILIH MENJADI KETUA DANCE," ucap Bu Rere lantang."Silahkan Angel," ucap Bu Rere mempersilahkan Angel memasuki lapangan indoor.Bisik-bisik mulai terdengar. Mereka tidak meny
Jika menghadapi lawan kita tidak perlu tergesa-gesa. Cukup tenang dan buat lawan mu bungkam dengan keberhasilan mu.Seperti yang dilakukan Diva sekarang. Jika orang lain mungkin sudah gugup, namun Diva tetap tenang dengan senyum manisnya."INI DIA DIVA," ucap Bu Rere keras."Woooo." Sorakan mereka terdengar bersahutan.Gerakan Diva mencepol rambutnya asal membuat semuanya terpekik takjub, dimana ia memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya.Semua kaum Adam menelan salivanya susah payah, bahkan pak satpam sampai terjungkal karena terlalu fokus melihat Diva.Disaat semua orang takjub, berbeda dengan Adit yang justru menggeram marah. Dirinya tidak suka berbagi, Diva miliknya untuk sekarang dan selamanya.Gigi Adit bergemelutuk menahan emosi, mereka yang merasakan aura negatif dari Adit langsung mengalihkan pandangan, tidak mau berurusan dengan ketua danger yang terkenal brin
"Sayang, bangun," ujar wanita paruh baya yang merupakan Mama Diva. "Sebentar lagi ma," balasnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Bangun Diva, enggak baik anak gadis bangun siang," tegas Mama Githa berkacak pinggang. "Iya, Mama," jawabnya malas. Dengan terpaksa Diva berjalan menuju kamar mandi, dalam keadaan mata belum terbuka dan berjalan sempoyongan. Semalam dia menonton drakor sampai tengah malam alhasil sekarang dirinya sangat mengantuk. Mama Githa yang melihat kelakuan putri bungsunya mendengkus geli. "Jangan merem, Sayang," ucap Mama Githa terkekeh dan keluar dari kamar putrinya. Weekend adalah hari yang selalu di nantikan oleh semua orang, terutama pelajar. Begitupun Diva yang juga bahagia karena dapat melakukan kegiatan selain belajar. Seperti menonton drakor, jalan-jalan, atau tidur seharian. Karena pada dasarnya Diva anak yang raj
Saat ini kedua sejoli yang sedang di mabuk cinta itu dalam perjalanan menuju rumah Adit.Pagi hari tadi orang tuanya berpesan untuk mengajak sang kekasih berkunjung."Adit, gue takut," ucap Diva setelah sampai di pekarangan rumah Adit."Ngapain takut?" tanya Adit datar seraya menaruh helm di spion motor.Diva tidak menjawab.Melihat sang kekasih di rundung kegugupan Adit berinisiatif menenangkan."Enggak papa, ayo," ajak Adit menggenggam tangan mungil Diva."Pulang aja yuk!" ajaknya memelas."Ortu gue enggak makan manusia kok," sahut Adit enteng dengan tetap berjalan mendekati pintu utama keluarga Bagaskara."Bisa serius gak sih!" sungutnya menabok pelan lengan Adit."Seriusnya nanti aja setelah lulus," jawab Adit tenang menatap dalam mata Diva.Diva yang diperlakukan seperti itu men
Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad
Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa
Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko
Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.
"Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung
Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika
"Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a
"Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum
"Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s