Violeta berulang kali membolak-balik profil seorang pria di layar ponselnya, secepatnya ia harus bertemu pria itu. Dipastikan itu bisa menolongnya, harus bisa.
"Kau serius akan pergi ke London?" Xaniah, sekretarisnya bertanya dengan nada khawatir yang tidak dibuat-buat.
Violeta mengalihkan pandangannya ke arah Xaniah. "Tidak ada pilihan lain," ujarnya.
"Apa aku harus ikut bersamamu?"
"Aku rasa tidak perlu, aku hanya pergi beberapa hari."
Violeta Hubert. Gadis manis itu adalah keturunan satu-satunya keluarga Hubert yang memiliki segalanya. Di Perancis, perusahaan milik keluarga Hubert adalah salah satu perusahaan bergengsi yang paling di incar, baik oleh para pencari pekerja maupun para investor. Tidak hanya memiliki jaringan perhotelan, Hubert Corporation juga memiliki sejumlah bangunan mall dan saham di berbagai bidang usaha lain.
Sayangnya kekayaan keluarga Hubert tidak sebanding dengan kasih sayang yang Violeta dapatkan, ibunya meninggal karena tekanan darah tinggi saat melahirkannya, ayahnya seolah menjaga jarak darinya karena mungkin menganggap Violeta adalah penyebab dari kematian istrinya. Ia di besarkan oleh kakek dan neneknya. Satu-satunya wanita yang mencurahkan seluruh kasih sayangnya telah meninggal dua tahun yang lalu, saat Violeta baru saja menyandang gelar sarjananya. Ayahnya, juga telah tiada lima tahun yang lalu. Tinggal ia dan kakeknya yang telah tua renta dan terbaring di ranjang pasien rumah sakit.
Ayahnya dulu sebelum meninggal berwasiat, jika Violeta tidak mendapatkan suami sebelum usia dua puluh lima tahun, maka seluruh perusahaan Hubert akan di pindahkan kepada Samuel, adik tiri ayahnya. Pamannya itu selama ini membantu mengurus perusahaan Hubert sepeninggal ayahnya. Violeta tidak ingin perusahaan itu jatuh ke tangan orang lain meskipun itu adalah pamannya sendiri.
Violeta berulang kali mengembuskan napasnya. Sudah cukup ia tertipu oleh pria. Ia pernah berkencan dengan seorang pria bernama Liam, pria itu mengatakan akan menikahi Violeta, mereka bahkan pernah akan mendaftarkan pernikahan di kantor catatan sipil. Tetapi, Liam tidak datang, pria itu mengatakan orang tuanya mendadak terkena serangan jantung. Violeta bahkan mentransfer sejumlah uang untuk biaya perawatan yang tidak sedikit, belum lagi tidak terhitung jumlahnya berapa kali Violeta membantu perusahaan pria itu yang konon sedang butuh modal karena baru saja mulai dirintis. Nyatanya Violeta tertipu.
Liam hanya mengincar hartanya, Violeta sama sekali tidak mengenal Liam meski mereka telah lama berteman, mereka satu kampus. Liam ternyata memiliki kekasih dan parahnya kekasih Liam adalah sahabat Violeta sendiri, Felicia. Mereka bekerja sama untuk mengeruk uang Violeta.
Tidak ada ketulusan di Dunia ini. Tidak ada!
Itulah sebabnya Violeta akan pergi ke London menemui seseorang yang di anggap mampu menolongnya. Pria itu bernama Leonel Johanson, dia sangat terkenal. Pria itu memiliki segalanya seperti Violeta, ia adalah pemilik Glamour Entertainment. Sebuah agensi model dan artis papan atas di London dan di New York, ia juga salah satu pewaris Johanson Corporation. Tetapi, tidak ada yang tahu jika diam-diam pria itu di ujung kebangkrutan karena ia menggarap sebuah film menggunakan seorang aktor termahal di Hollywood.
Nyatanya aktor itu terjerat kasus pelecehan terhadap seorang gadis di bawah umur. Film garapannya dipastikan tidak akan laku di pasaran karena skandal yang menjijikkan itu. Belum lagi skandal kebocoran keuangan di perusahaan karena ulah kepala departemen keuangan yang tersimpan rapat. Dan di sinilah sekarang Violeta berada, ia telah duduk di ruang kerja Leonel Johanson.
Pria yang berada di depan Violeta seribu kali lebih tampan di banding yang ia lihat di halaman media sosialnya dan di Wikipedia. Tubuhnya tinggi tegap, matanya indah, seindah samudera. Bibirnya... ya Tuhan, bibir berwarna merah itu, Violeta yakin bibir itu pasti kenyal dan sangat lembut jika di hisap.
"Sepertinya aku sangat beruntung, seorang miliarder cantik meluangkan waktunya untuk bertemu denganku," ucap Leonel setelah mereka berdua berkenalan.
Ia sama sekali tidak menyangka jika perusahaan Hubert yang menawarkan kerja sama dengannya mengirimkan gadis cantik sebagai perwakilan. Awalnya ia mengira gadis itu adalah perwakilan, nyatanya gadis itu mengaku sebagai salah satu penyandang nama Hubert.
Suaranya, sangat seksi. Violeta merasa ia belum pernah mendengar suara pria seseksi itu dan caranya berbicara. Sangat menggoda, santai, tapi berwibawa.
Violeta berdehem, otaknya hampir kehilangan kendali karena pikirannya tiba-tiba menjadi sedikit nakal. "Terima kasih atas pujiannya Mr. Johanson, saya merasa sangat tersanjung," katanya.
Leonel tersenyum. "Aku rasa tidak mungkin salah satu pemilik nama Hubert yang datang sendiri ke sini jika kerja sama yang kau tawarkan ini tidak penting, Miss...."
"Panggil aku, Violeta," sahut Violeta cepat.
"Baiklah, Violeta."
Violeta kembali berdehem. "Jadi, langsung saja pada intinya. Aku tahu kau sedang dalam masalah, kau di ujung kebangkrutan dan aku ingin menolongmu," ucapnya terus terang.
Mendengar apa yang terlontar dari bibir Violeta, Leonel mengamati seluruh wajah cantik Violeta kemudian ia mengepalkan satu tangannya di depan bibirnya. Pria itu tertawa tertahan hingga bahunya terguncang hebat.
"Kau tidak perlu bersandiwara, tidak perlu berbohong, aku telah menyelidiki semua tentangmu, aku mengirim beberapa detektif dan juga tim yang memeriksa keuanganmu," ucap Violeta tanpa basa-basi.
Seketika tawa Leonel terhenti. Pria itu bangkit dari duduknya, ia meletakkan kedua telapak tangannya di dalam saku celananya. Berjalan mengitari meja lalu berdiri di samping Violeta duduk. "Nona Manis, apa kau tahu perbuatanmu itu melanggar hukum?"
Violeta mendongakkan kepalanya. "Niatku baik, aku ingin mengajakmu bekerja sama lalu kau akan mendapatkan imbalannya. Kau bisa memulihkan keuanganmu," katanya.
"Dengar Nona Kecil, aku tidak bangkrut dan aku menolak tawaranmu," kata Leonel dengan nada tegas.
"Kau tidak perlu berbohong kepadaku, aku tahu kau bisa saja meminta bantuan keluargamu untuk memulihkan keuanganmu, tapi aku tahu kau menjaga gengsimu. Jika tidak kau pasti telah melakukannya sejak lama." Violet berucap dengan nada penuh keyakinan bahkan ia tampaknya tidak memiliki ketakutan.
"Nona Kecil, kau terlalu banyak bicara." Leonel menyeret kursi yang diduduki oleh Violeta, pria itu meletakkan kedua lengannya di sandaran tangan kursi, mengurung tubuh Violeta. Tatapan matanya terfokus pada mata Violeta. "Sekali ini kau kumaafkan karena telah terlalu banyak mencampuri urusanku," ucapnya dengan rahang tampak mengeras.
Violeta membalas tatapan mata pria di depannya. Entah kenapa jantungnya berpacu cepat, tetapi itu bukanlah rasa ketakutan melainkan debaran aneh yang sedikit mendamba. "Setidaknya dengarkan dulu apa tawaranku," ucap Violeta setengah mendesah.
Sudut bibir Leonel terangkat. "Wow.... aku rasa aku tidak perlu mendengarkan ide kekanakanmu itu," ucapnya.
"Aku menawarkan diri menjadi istrimu," ucap Violeta cepat-cepat.
Mi Amor.... Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan follow Instegram author. @cherry.blossom0311
Salam manis dari Cherry yang manis.
Ketukan lembut di pintu membuat Leonel mendongakkan kepalanya. Sekretarisnya, Mario berdiri di ambang pintu. Pria dengan tampang serius itu tidak seserius tampangnya, di samping sering mengejek Leonel ia juga sering membuat Leonel marah karena sering menyangkal dan membantah pendapat yang Leonel lontarkan. Tetapi, anehnya Leonel sendiri tidak bisa marah apa lagi berpikir untuk memecatnya. Mario bisa diandalkan dalam segi apa pun meski kadang ia melakukan hal di luar perintah Leonel.“Violeta Hubert ingin bertemu denganmu,” kata Mario sambil menyerahkan sebuah map.
“Hmmm... aku tidak mengatakan jika aku bersedia,” jawab Leonel.“Kita akan menikah tiga bulan. Ya, tiga bulan. Kau tahu jika hanya sehari lalu kita bercerai itu akan terlihat jika kita hanya bersandiwara, akan tampak aneh. Setelah kita beretmu kakekku dan aku mendapatkan perusahaanku, aku akan mentransfer berapa pun uang yang kau minta dan setelah itu surat cerai akan kukirim tiga bulan setelahnya.” Violeta menjelaskan dengan panjang lebar.“Hanya itu yang kudapatkan?” Leonel menaikkan sebelah alisnya. Samudra matanya masih me
Semua yang Violeta rencanakan berjalan mulus, seperti yang ia inginkan. Tetapi, ada yang tidak di sangka dan di duga. Takdir mengambil kakeknya begitu cepat. Di dalam perjalanan kembali dari kantor notaris, Violeta mendapat kabar dari pihak rumah sakit jika kakeknya mengembuskan napas terakhir, Violeta nyaris tidak mampu berdiri, ia mencengkeram jaket yang Leonel kenakan sambil menangis sejadi-jadinya di dada Leonel, pria yang belum genap satu hari menjadi suaminya. Ia kini benar-benar menjadi sebatang kara di Paris. Ia masih memiliki beberapa keluarga di Swiss, negara asal ibunya tetapi Violeta tidak menginginkan tinggal di sana. Tempat itu asing baginya.Rencana tinggal di Paris yang semula hanya unt
Mereka tiba di sebuah cafe bernama Cafe Procope, cafe itu adalah salah satu gerai kopi paling tua di Perancis yang masih berjaya hingga sekarang. Cafe itu didirikan oleh seorang chef bernama Francesco Procopio Dei Coltelli pada tahun 1688. Di tengah banyaknya gerai kopi baru yang menghadirkan berbagai kopi dengan varian baru, cafe ini tetap mempertahankan keaslian kopi buatannya. Interiornya pun juga masih sangat klasik tetapi suasana klasik itu justru membuat daya tarik sendiri. Selain berbagai kopi berkualitas seperti Lavazza Espresso, Cappucino, Irish Coffee yang dijajakan, ada juga berbagai menu khas Prancis seperti as coq au vin, escargots, tartare du boeuf and crème brûlée.
"Selamat ulang tahun, Nona."Seluruh pelayan di tempat tinggal Violeta berbaris tepat di depan pintu saat pintu terbuka, di tangan mereka memegangi satu tangkai bunga mawar berwarna merah menyala.Demi Tuhan. Leonel akan membalas Grace nanti, ia meminta tolong kepada Grace untuk menyiapkan kejutan kecil. Tetapi, bukan dengan membawa mawar merah seperti itu. Leonel meminta ide kepada Grace untuk memberi kejutan untuk Violeta yang tentu saja pelaksanaan kejutan itu dibantu oleh kepala pelayan di rumah itu karena mustahil Grace ada di Paris dalam waktu sekejap mata
"Kau sudah menyerahkan dirimu padaku, maka tidak ada jalan untuk kau kembali, Violeta." Leonel mendaratkan bibirnya di bibir Violeta, hanya kecupan kecil. "Meski kau menangis dan memohon untuk kulepaskan, aku tidak akan melepaskanmu." Bibir Violeta bergetar. Tetapi, ia tidak mengucapkan apa pun. Gadis itu perlahan meletakkan telapak tangannya di lengan Leonel, meraba kulit pria itu dengan gerakan yang sangat pelan. Leonel mendaratkan bibirnya di bibir Violeta, mengecupnya beberapa kali dengan kecupan-kecupan kecil yang menggoda. "Apa kau tahu cara berciuman?"
Violeta bermaksud meninggalkan Leonel yang tampaknya telah terlelap. Tetapi, saat ia mencoba beringsut, lengan kekar Leonel yang melingkar di pinggangnya menahannya. “Mau ke mana?” “A-aku ingin tidur di kamarku,” jawab Violeta setengah bergumam.“Tidurlah di sini,” ujar Leonel, lengannya semakin erat mengungkung pinggang Violeta.
"Leonel, apa kau tahu apa yang kau lakukan tadi?"Violeta mencubit batang hidung di antara ke dua alisnya, ia terduduk di tepi ranjangnya. Leonel dengan terang-terangan mengumumkan hubungan mereka padalah sudah bisa dipastikan tiga bulan yang akan datang mereka akan bercerai. Tidak mudah meyakinkan para investor, mereka meminta bukti dari pernikahan Leonel dan Violeta karena mustahil seorang Johanson menikahi seorang Hubert tanpa terendus oleh siapa pun.Pria itu dengan entengnya menjawab akan mengunggah akta nikah mereka di halaman media sosial Violeta dan juga
Epilogue
Leonel berbalik ia menatap Benji dengan tatapan dingin. “Kupastikan kalian akan bercerai, hari ini juga.”
“Ada sesuatu yang tidak aku tahu? Sayangku?” tanya Benji sambil mengemudikan mobilnya.
Pada akhirnya, mereka tidak membicarakan apa pun karena saat Rebecca kembali dari bekerja pukul dua belas malam, ia hanya mendapati Candy yang tengah mengemasi seluruh barang-barang mereka di dalam unit apartemen, sementara Brian tampak tertidur pulas di atas tempat tidur. Tidak ada Mark, juga Leonel. Pria itu melarikan diri darinya, anggap saja begitu.
“Dad, aku merindukanmu,” ucap Brian yang sedang bercakap-cakap dengan Benji menggunakan video call didampingi oleh Candy yang duduk di sebelahnya.
“Jadi, bagaimana caranya aku mencuci gelas jika kau memegangi tanganku?” Rebecca sedikit mendongak untuk menatap Leonel.
“Apa Brian menyusahkanmu?” tanya Rebecca sambil melepaskan sepatu hak tingginya dan bergegas melangkah ke kamarnya. Ia baru saja kembali dari bekerja pukul sebelas malam.
“Kau membawanya ke sini, apa kau tidak waras?”
Malam itu, mengenakan piama yang disiapkan mendadak oleh Prilly, Rebecca duduk bersandar pada ranjang sementara Brian dan Mark, masing-masing menggunakan paha Rebecca sebagai bantal di kepala mereka. Rebecca membacakan salah satu koleksi buku dongeng penghantar tidur milik Mark hingga kedua bocah itu tertidur.