Share

8. Not Serious

Penulis: Cherry Blossom
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Selamat ulang tahun, Nona."

Seluruh pelayan di tempat tinggal Violeta berbaris tepat di depan pintu saat pintu terbuka, di tangan mereka memegangi satu tangkai bunga mawar berwarna merah menyala.

Demi Tuhan. Leonel akan membalas Grace nanti, ia meminta tolong kepada Grace untuk menyiapkan kejutan kecil. Tetapi, bukan dengan membawa mawar merah seperti itu. Leonel meminta ide kepada Grace untuk memberi kejutan untuk Violeta yang tentu saja pelaksanaan kejutan itu dibantu oleh kepala pelayan di rumah itu karena mustahil Grace ada di Paris dalam waktu sekejap mata.

Bunga mawar merah yang dipegang oleh para pelayan seolah ia sedang menyatakan cintanya kepada Violeta. Tidak hanya itu saja, yang membuat kesal Leonel adalah kue ulang tahun berbentuk hati yang senada dengan warna mawar. Kue berbentuk hati itu tampak berkilat, merah menyala dengan tulisan di tengahnya, “Selamat ulang tahun, Sayang.”

Leonel menggeram di dalam benaknya. Tetapi, ini bukan saat yang tepat karena Violeta tampak begitu terkejut dan dari sorot matanya gadis itu tampak bahagia hingga terharu. Mata indahnya tampak berkaca-kaca dan mungkin sebentar lagi akan ada air mata terharu seperti ibunya yang menangis saat Grace memberinya cucu atau saat Sidney saudara kembarnya menikah. Leonel tidak habis 0ikir kenapa para wanita di dunia ini mudah sekali menangis untuk hal-hal bahagia.

“Terima kasih,” desah Violeta lirih.

Leonel tersenyum manis. “Selama ulang tahun, Sayang.”

Ia berusaha sebaik mungkin menyuarakan kalimatnya agar tidak ada nada terpaksa memanggil Violeta dengan panggilan sayang.

Demi menjaga harga dirinya dan Violeta di depan para pelayan tentunya meski para pelayan telah tahu jika selama ini mereka tidur dalam kamar yang berbeda. Tetapi, Leonel ingin hari ini setidaknya meski palsu ia ingin membuat Violeta melupakan kesedihannya.

Violeta tersenyum lebar, sementara tangannya telah penuh dengan bunga yang di berikan oleh pelayan kepadanya. “Terima kasih, aku tidak menduga kau menyiapkan semua ini,” ucapnya, wajahnya tampak merona.

Leonel menarik Violeta ke dalam pelukannya, menghadiahkan kecupan kecil di atas kepala gadis itu. “Maaf, aku hanya bisa memberikan ini.”

“Tidak masalah,” ujar Violeta lirih, bibirnya bergetar dan jantungnya tentu saja hendak melompat dari rongga dadanya. Gugup, karena Leonel memeluknya. Meski telah berulang kali ia di peluk oleh Leonel saat ia menangisi kepergian kakeknya tetapi kali ini rasanya berbeda. Kali ini bukan pelukan untuk menghilangkan kesedihan tetapi pelukan hangat.

“Tiup lilinmu dan beri aku potongan kue pertama,” ujar Leonel.

Violeta menarik dirinya dari pelukan suaminya, bibirnya masih menyunggingkan senyum bahagia. Ia mengangguk kemudian ia meniup lilin-lilin yang menyala di atas kue di bantu oleh Leonel karena ia lilin-lilin itu jenis yang sulit untuk dipadamkan. Setelah itu ia memotong kue dan memberikan potongan kue pertama kepada Leonel, menyuapi suaminya dengan tangannya sendiri.

Setelah menginstruksikan pelayanan untuk meletakkan bunga di dalam vas yang berisi air, acara berlanjut makan malam di ruang makan bersama seluruh pelayan, tidak terlalu mewah tetapi jelas jika Violeta sangat bahagia dan menikmati suasana malam itu.

“Dari mana kau dapat ide ini?” tanya Violeta, ia duduk di samping Leonel yang sedang menikmati wine dari gelasnya.

Leonel menggoyangkan gelas wine di tangannya dengan gerakan berputar-putar, pelan. “Grace, aku meminta idenya.”

Violeta tersenyum. “Grace,” gumamnya. Ia tahu siapa Grace, ia adalah menantu keluarga Johanson sekaligus desainer sepatu ternama dunia.

“Kau pasti mengenalnya, kan?”

“Aku salah satu pelanggan sepatunya, aku bahkan dua kali memesan secara khusus darinya,” ujarnya.

Leonel hanya tersenyum.

“Keluargamu pasti sangat hangat dan menyenangkan,” ucap Violeta, lirih.

Ada sakit yang menikam jantung Leonel saat ia mendengar apa yang diucapkan Violeta. “Suatu saat nanti kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan.” Ia hanya mampu mengucapkan kalimat itu.

“Semoga,” ucap Violeta, ia menunduk. “Sebenarnya ulang tahunku besok.”

“Aku tahu,” kata Leonel.

“Apa kau buru-buru akan kembali ke London?” tanya Violeta, nadanya terdengar ia khawatir ditinggalkan oleh pria yang sedang duduk di sampingnya.

“Jika kau sudah baik-baik saja, aku bisa kembali ke London,” ujar Leonel. Entah mengapa London sama sekali tidak ia rindukan, sama sekali tidak. Rasanya berat meninggalkan Violeta sendirian di Paris, rasanya enggan jika kembali ke London tanpa Violeta.

Violeta mengangguk. “Aku baik-baik saja,” desahnya. “S-sebaiknya kita membersihkan tubuh kita lalu istirahat.”

Violeta bangkit dari duduknya. “A-aku ke kamar.” Gadis itu buru-buru menjauh dari Leonel, meninggalkan suaminya yang masih duduk.

Tidak berselang lama Leonel juga melangkah meninggalkan tempat duduknya menuju ke kamarnya, ia juga membersihkan tubuhnya di bawah guyuran air shower seperti apa yang Violeta katakan. Ketika ia keluar dari kamar mandi, pria pemalas itu tertegun mendapati Violeta berada di dalam kamarnya.

Oke, ini adalah rumah Violeta. Tidak ada yang salah dengan keberadaan Violeta di dalam kamar itu.

Leonel melangkah mendekati Violeta yang duduk di atas tempat tidur menjuntaikan kakinya. “Kau perlu bantuanku?” tanyanya sambil sebelah tangannya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Tatapan mata birunya mengawasi Violeta, lembut, seolah ada banyak kasih sayang di sana.

Violeta mengerjapkan matanya, kedua belah pipinya tampak bersemu merah. Gadis itu mencengkeram gaun satin yang dikenakannya. “A-aku ingin memberikan bonus yang kujanjikan kepadamu,” ucapnya cepat-cepat.

Kali ini Leonel yang mengerjapkan matanya, menatap Violeta dengan tatapan tidak percaya hingga dahinya berkerut. “Apa kau bilang?”

Violeta menggigit bibir bawahnya. “A-aku ingin memberikan bonus padamu,” ucapnya sambil menunduk dalam.

Terkejut, Leonel tentu saja terkejut. “Gosh! Violeta, aku hanya bercanda,” katanya.

Meski sebenarnya saat itu ia serius tetapi saat ini ia sama sekali tidak ingin mengambil keuntungan apa pun dari Violeta, gadis itu meski memiliki segalanya tetapi hidupnya tidaklah sempurna.

“T-tidak, aku tidak ingin berhutang apa pun darimu,” gumam Violeta, ia masih menunduk menatap jari-jarinya yang mencengkeram gaun satinnya.

“Aku tidak serius saat itu, Violeta.” Leonel meletakkan telapak tangannya di atas kepala Violeta. “Kau mungkin akan menyesal memberikan kesucainmu padaku, itu milikmu satu-satunya yang telah kau jaga.”

Violeta menengadah, menatap mata biru seindah samudera milik suaminya. “Aku memberikan kepada suamiku, kurasa aku tidak akan menyesalinya.”

Leonel menghela napasnya. Yang dikatakan Violeta benar, mereka adalah pasangan yang sah, tidak ada salahnya jika mereka melakukan hubungan suami istri. “Aku tidak ingin kau menyesalinya nanti,” ujarnya.

Violeta menggeleng pelan. “Aku telah memikirkannya dengan baik.”

Leonel meraih dagu Violeta dengan lembut, ia menatap mata gadis yang malam itu berniat menyerahkan kesuciannya. “Aku mungkin akan menyakitimu karena ini adalah yang pertama bagimu.”

Violeta mengerjapkan matanya. “S-sakit?”

“Ya, yang kudengar demikian.” Leonel juga tidak tahu pasti akan hal itu, ia hanya pernah mendengar dari teman-temannya jika pertama kali seorang gadis melakukan hubungan badan, mereka akan merasa kesaksian.

Sejenak tatapan Violeta tampak goyah, gadis itu tampak ragu membuat Leonel tersenyum jail. “Kau masih memiliki kesempatan untuk mundur, Violeta.”

“A-aku tidak takut sakit,” ujar Violeta gugup. Rona merah di wajahnya semakin jelas. Sentuhan tangan Leonel di dagunya, juga aroma napasnya, aroma sampo, dan sabun semerbak menjalari indra penciumannya. Ia menginginkan Leonel. Ia sadar sepenuhnya dan ia yakin jika ia tidak salah jika menyerahkan dirinya kepada pria itu.

“Aku bertanya padamu sekali lagi, apa kau yakin?”

Violeta membalas tatapan pria di depannya. Suaminya, meski ia sedikit ragu tetapi ia tidak akan mundur. Lagi pula jika ia memberikan kesuciannya kepada Leonel bukankah pria itu adalah suaminya? Dan juga Leonel bukan pria biasa, ia adalah pria berlatar belakang keluarga baik-baik dan terpandang. Sepadan dengan dirinya.

“Aku yakin,” ucap Violeta tanpa ragu-ragu.

Bab terkait

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   9. Bonus

    "Kau sudah menyerahkan dirimu padaku, maka tidak ada jalan untuk kau kembali, Violeta." Leonel mendaratkan bibirnya di bibir Violeta, hanya kecupan kecil. "Meski kau menangis dan memohon untuk kulepaskan, aku tidak akan melepaskanmu." Bibir Violeta bergetar. Tetapi, ia tidak mengucapkan apa pun. Gadis itu perlahan meletakkan telapak tangannya di lengan Leonel, meraba kulit pria itu dengan gerakan yang sangat pelan. Leonel mendaratkan bibirnya di bibir Violeta, mengecupnya beberapa kali dengan kecupan-kecupan kecil yang menggoda. "Apa kau tahu cara berciuman?"

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   10. Johanson

    Violeta bermaksud meninggalkan Leonel yang tampaknya telah terlelap. Tetapi, saat ia mencoba beringsut, lengan kekar Leonel yang melingkar di pinggangnya menahannya. “Mau ke mana?” “A-aku ingin tidur di kamarku,” jawab Violeta setengah bergumam.“Tidurlah di sini,” ujar Leonel, lengannya semakin erat mengungkung pinggang Violeta.

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   11. My Wife

    "Leonel, apa kau tahu apa yang kau lakukan tadi?"Violeta mencubit batang hidung di antara ke dua alisnya, ia terduduk di tepi ranjangnya. Leonel dengan terang-terangan mengumumkan hubungan mereka padalah sudah bisa dipastikan tiga bulan yang akan datang mereka akan bercerai. Tidak mudah meyakinkan para investor, mereka meminta bukti dari pernikahan Leonel dan Violeta karena mustahil seorang Johanson menikahi seorang Hubert tanpa terendus oleh siapa pun.Pria itu dengan entengnya menjawab akan mengunggah akta nikah mereka di halaman media sosial Violeta dan juga

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   12. I'll Try

    “Suamimu memerintahkan audit mendadak di departemen keuangan,” ujar Xaniah, wanita berkaca mata itu memberi tahu apa yang dilakukan Leonel.Violeta mengedikkan bahunya. “Dia mengatakan akan menggantikan posisi sementara CEO. Tapi, ia sendiri masih tidur saat aku berangkat bekerja.” “Tidur?” “Ya. Di kamarku.”

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   13. Our Agreement

    Leonel menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. “Untuk apa dia berada di Paris?” tanyanya kepada Mario melalui sambungan telepon.“Tentu saja untuk bekerja karena Paris Fashion Week akan dimulai dua Minggu lagi,” jawab Mario. “Dia ingin bertemu denganmu.” “Jadwalkan saja,” ucap Leonel. “Kapan kau bisa?”

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   14. Listen

    Violeta menelan ludah. “Tapi, setidaknya bisakah kau menjaga reputasi kita?” “Kau mulai menjadi istri yang pengatur, ya?” Leonel menaikkan sebelah alisnya.Violeta mengembuskan napasnya kasar sambil memejamkan matanya beberapa saat. “Ke mana saja kau tadi malam?” Leonel menopangkan dagunya, ia menatap Violeta dengan tatapan tidak suka. Menurut Leonel, mereka memang terikat pernikahan

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   15. De Javu

    “Kau masih memikirkannya?” tanya Laura membuyarkan lamunan Rebecca yang sedari tadi tampak tidak berkonsentrasi. Rebecca menghela napas pelan. “Apa terlihat begitu?” “Jelas sekali, wajahmu....” Laura me

  • A Bankrupt Billionaire (Indonesia)   16. Impossible

    Rebecca memejamkan matanya kembali. Alkohol tadi malam adalah sumber dosa terbesarnya tadi malam yang menurutnya tidak bisa dimaafkan. Ia bebas berkencan dengan siapa saja, ia bebas tidur dengan pria mana pun yang ia mau. Tetapi, tidak dengan pria beristri.Sama sekali bukan dirinya.

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status