Sinar matahari pagi sudah terlihat balik jendela, hangat dan lembut selimut menahan Alice untuk tidur lebih lama lagi, gadis itu terbaring dengan damai tidak bergerak sedikitpun.Suara derap langkah di kesunyian terdengar, derak lembut gordeng terdengar lebih jelas, sinar matahari menerobos masuk ke dalam, menerangi kamar.Cahaya yang terang cukup menyilaukan mengusik tidur lelap Alice. Perlahan Alice membuka matanya, menarik napasnya dalam-dalam untuk mengumpulkan semua kesadarannya, Alice melihat bagian langit-langit kamar yang terdapat sebuah lampu.Samar kening Alice mengerut, tersadar jika setiap pagi dia bangun, bagian langit-langit kamarnya tidak ada lampu.Permukaan tangan Alice merasakan halus permukaan sofa.“Bukankah semalam aku ada di pinggiran danau?” bisik Alice teringat kembali dengan tempat terakhirnya semalam tidur.Dengan cepat Alice terduduk waspada, gadis itu tampak terkejut begitu tersadar jika kini dia tertidur di ranjang Hayes. Dengan cepat Alice melompat turun
“Alice, lusa nanti kau harus menemani Hayes untuk menghadiri acara, apa kau bisa mengosongkan waktumu?” tanya Damian memulai percakapan.Alice tersenyum dengan tenang. “Baik Ayah.”Suara alarm dari smartwatch yag terpasang di pergelangan tangan membuat Damian segera beranjak dan mengambil roti isinya yang belum dia habiskan. “Aku memiliki pertemuan penting, kalian selesaikan sarapan kalian.”“Hati-hati di jalan, Ayah,” ucap Alice.Damian tersenyum lebar, pria paruh baya itu melangkah cepat menuju ruangan ruangan kerjanya untuk membawa keperluannya terlebih dahulu sebelum pergi untuk bekerja.Hayes menegakan tubuhnya, diam-diam memperhatikan cara makan Alice yang terlalu pelan dan hati-hati, setiap kali dia akan menyuapkan sesuatu, sendok di tangannya selalu mengaduk seperti sedang mencari sesuatu.“Apa kau tahu, lusa nanti itu kunjungan apa?” tanya Hayes membangun percakapan untuk pertama kalinya di meja makan.“Aku tidak tahu,” jawab Alice samar terdengar.“Hipodrom milik keluargaku
Hayes terus berdiri di depan pintu, pria itu terlihat gelisah menunggu Alice yang sudah cukup lama belum keluar dari toilet. Hayes tidak dapat menutupi kekhawatirannya, reaksi spontan Alice yang ketakuan jauh lebih mengerikan dari Ivana. Hayes sadar, reaksi itu muncul setelah Bella tidak sengaja memecahkan gelas di lantai.Apa yang sebenarnya terjadi? Semakin Hayes mengenal Alice, dia semakin sulit untuk dipahami.Hayes terperanjat begitu melihat Alice kembali keluar dari kamar mandi. “Kau butuh bantuan dokter?” tanya Hayes dengan cepat, meneliti wajah pucat Alice yang terlihat tidak baik-baik saja.“Tidak,” jawab Alice dengan suara napas yang kasar tengah menahan ringisan.“Aku akan mengantarmu ke kamar,” tawar Hayes mencoba mendekat dan merangkul bahu Alice yang terlihat menggigil.Alice menggeleng dan mundur, tangannya yang gemetar terlihat kuat memeluk tubuhnya seakan tengah melindingi diri sendiri. “Aku baik-baik saja,” jawab Alice lagi menolak kebaikan yang ditawarkan.“Berhen
Langit yang cerah berubah mendung, Alice berjalan di antara keramaian, membagikan selembaran kertas dengan kostum badutnya. Paginya yang buruk telah dia tutupi dengan senyuman, menata kembali harapan yang harus terus dipupuk.Suara napas kasar karena lelah terdengar, wajah Alice terangkat memandangi daun-daun pohon maple yang berguguran.Alice sudah bergelut dengan waktu dan berbagai situasi, layaknya daun maple yang diterpa angin dan hujan, mereka masih bertahan dengan kuat di ranting. Ketika waktunya tiba, mereka akan berguguran sendiri pada waktunya.Alice masih percaya, apapun yang telah terjadi padanya, jika takdirnya harus terus berdiri dalam berbagai situasi, maka Alice akan mencoba terus melewatinya sampai pada akhirnya dia akan gugur dengan sendiri bila itu waktunya telah tiba.Biarkan mimpi Alice setinggi langit dan kebenarannya serendah rumput liar, asal itu bisa membuatnya tetap hidup. Alice akan menikmati hidupnya.Malu pada lalat yang dianggap menjijikan karena terlahir
Beberapa orang keluar dari ruangan usai melakukan meeting penting.Suara teriakan antusias terdengar menggema di luar, kerumunan banyak orang memadati area yang disediakan. Theodor terdiam sejenak di sisi jendela, berdiri di salah satu lantai gedung universitas, memperhatikan acara yang digelar berjalan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan.Langit gelap, awan menggumpal dan hujan yang turun tidak menyurutkan kesenangan semua orang.Tetesan air hujan yang menapaki jendela mengingatkan Theodor pada sebuah kenangan kecil dirinya pada malam itu. Sebuah kesenangan yang mungkin tidak akan lagi kembali dia rasakan.Theodor menarik napasnya dalam-dalam, memikirkan terjebak dalam cinta segitiga tidak ada bedanya dengan diserang penyakit, tetapi enggan untuk menyembuhkannya.“Tuan Muda, penerbangan ke Venesia akan satu jam lagi, kita harus segera pergi,” ucap Samuel memberitahu.Theodor melepas satu kancing kemeja teratasnya, pria itu mendesah lelah karena terus bergelut dengan berbagai peke
Langit kian gelap di sore itu, Alice menyusuri jalan menuju kediaman keluarga Borsman, tidak ada waktu untuknya menunggu hujan reda karena sebentar lagi pasti akan malam.Hari ini sangat menyenangkan, cuaca yang buruk sangat berbanding balik dengan suasana hatinya. Alice sangat bersyukur, tempatnya bekerja dikelilingi oleh orang-orang baik.Senyuman lembut menghiasi wajah cantiknya, gadis itu memperhatikan setiap langkah yang dia ambil dengan kaki yang mengenakan sepatu kebesaran Theodor. Berkat Theodor, Alice bisa menitipkan kostum badutnya pada Brody tanpa perlu pergi ke perusahaan tempatnya bekerja dan mengambil sepatunya di sana.Alice melangkah lebar, menginjak beberapa genangan air di jalan yang menciptakan cipratan. Dingin air hujan yang membasahi pakaiannya membuat tubuh Alice menggigil, sejenak wajahnya menengadah melihat tetesan hujan turun dari langit menciptakan banyak kilauan.Sejak menghabiskan waktu bersama Theodor di malam itu, Alice menjadi tidak begitu takut lagi de
Gemercik suara air jatuh terdengar, dinding kaca yang menghalangi menciptakan embun, Alice berdiri menikmati hangat air yang membasahi tubuhnya setelah terjebak dalam kedinginan.Bayangan tubuhnya di dinding terlihat, Alice mengusap permukaan kulitnya yang terasa sedikit berbeda dari biasanya. Dia tersenyum, senang dengan kondisi semakin pulih meski akan membutuhkan waktu jauh lebih lama lagi agar bisa sembuh.Sebelum datang ke kediaman Borsman, kondisinya yang parah sering kali membuat dia kesakitan hanya dengan kulitnya bersentuhan dengan pakaian yang dikenakan.Kini semuanya kian membaik, meski ada sisa-sisa rasa perih, namun kali ini Alice tidak lagi banyak meringis setiap kali tubuhnya terkena air.“Aku harap, perut dan lidahku juga segera sembuh,” bisiknya penuh harapan.Alice mematikan shower dan pergi keluar untuk mengeringkan tubuhnya, sebelum berpakaian dia mengoleskan salep pemberian Theodor. Ketika Alice kembali keluar, Hayes tidak ada di kamar.Sangat melegakan mengetah
Damian menggenggam sebuah kotak berisi kalung, pria paruh baya itu memandangi ukiran kecil berbentuk salju dihiasi oleh berlian. Damian belum pernah memberi hadiah apapun untuk Alice, dan ketika dia tahu Alice di lahirkan saat salju turun, Damian mencari sesuatu yang berharga untuk diberikan kepadanya.Kebahagiaan Alice sangat penting untuknya, gadis itu pantas mendapatkan segala hal terbaik dalam hidupnya.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak berapa lama Alice muncul. “Ayah memanggil saya?”Dengan senyuman lembutnya Damian mengangguk. “Kemarilah.”Alice masuk ke dalam ruangan itu dan segera menarik kursi untuk duduk di hadapan Damian. “Ayah memanggil saya untuk apa?” tanya Alice penasaran.Damian meletakan kotak kalung yang dia genggam di hadapan Alice. “Itu untukmu.”Pupil mata Alice melebar tidak dapat menutupi keterkejutannya, gadis itu sampai tidak berani untuk menyentuhnya karena dia tahu kotak beludru hitam itu pasti perhiasan.“Maaf, Ayah. Saya tidak bisa mengambilnya, itu
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.