Beberapa orang keluar dari ruangan usai melakukan meeting penting.Suara teriakan antusias terdengar menggema di luar, kerumunan banyak orang memadati area yang disediakan. Theodor terdiam sejenak di sisi jendela, berdiri di salah satu lantai gedung universitas, memperhatikan acara yang digelar berjalan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan.Langit gelap, awan menggumpal dan hujan yang turun tidak menyurutkan kesenangan semua orang.Tetesan air hujan yang menapaki jendela mengingatkan Theodor pada sebuah kenangan kecil dirinya pada malam itu. Sebuah kesenangan yang mungkin tidak akan lagi kembali dia rasakan.Theodor menarik napasnya dalam-dalam, memikirkan terjebak dalam cinta segitiga tidak ada bedanya dengan diserang penyakit, tetapi enggan untuk menyembuhkannya.“Tuan Muda, penerbangan ke Venesia akan satu jam lagi, kita harus segera pergi,” ucap Samuel memberitahu.Theodor melepas satu kancing kemeja teratasnya, pria itu mendesah lelah karena terus bergelut dengan berbagai peke
Langit kian gelap di sore itu, Alice menyusuri jalan menuju kediaman keluarga Borsman, tidak ada waktu untuknya menunggu hujan reda karena sebentar lagi pasti akan malam.Hari ini sangat menyenangkan, cuaca yang buruk sangat berbanding balik dengan suasana hatinya. Alice sangat bersyukur, tempatnya bekerja dikelilingi oleh orang-orang baik.Senyuman lembut menghiasi wajah cantiknya, gadis itu memperhatikan setiap langkah yang dia ambil dengan kaki yang mengenakan sepatu kebesaran Theodor. Berkat Theodor, Alice bisa menitipkan kostum badutnya pada Brody tanpa perlu pergi ke perusahaan tempatnya bekerja dan mengambil sepatunya di sana.Alice melangkah lebar, menginjak beberapa genangan air di jalan yang menciptakan cipratan. Dingin air hujan yang membasahi pakaiannya membuat tubuh Alice menggigil, sejenak wajahnya menengadah melihat tetesan hujan turun dari langit menciptakan banyak kilauan.Sejak menghabiskan waktu bersama Theodor di malam itu, Alice menjadi tidak begitu takut lagi de
Gemercik suara air jatuh terdengar, dinding kaca yang menghalangi menciptakan embun, Alice berdiri menikmati hangat air yang membasahi tubuhnya setelah terjebak dalam kedinginan.Bayangan tubuhnya di dinding terlihat, Alice mengusap permukaan kulitnya yang terasa sedikit berbeda dari biasanya. Dia tersenyum, senang dengan kondisi semakin pulih meski akan membutuhkan waktu jauh lebih lama lagi agar bisa sembuh.Sebelum datang ke kediaman Borsman, kondisinya yang parah sering kali membuat dia kesakitan hanya dengan kulitnya bersentuhan dengan pakaian yang dikenakan.Kini semuanya kian membaik, meski ada sisa-sisa rasa perih, namun kali ini Alice tidak lagi banyak meringis setiap kali tubuhnya terkena air.“Aku harap, perut dan lidahku juga segera sembuh,” bisiknya penuh harapan.Alice mematikan shower dan pergi keluar untuk mengeringkan tubuhnya, sebelum berpakaian dia mengoleskan salep pemberian Theodor. Ketika Alice kembali keluar, Hayes tidak ada di kamar.Sangat melegakan mengetah
Damian menggenggam sebuah kotak berisi kalung, pria paruh baya itu memandangi ukiran kecil berbentuk salju dihiasi oleh berlian. Damian belum pernah memberi hadiah apapun untuk Alice, dan ketika dia tahu Alice di lahirkan saat salju turun, Damian mencari sesuatu yang berharga untuk diberikan kepadanya.Kebahagiaan Alice sangat penting untuknya, gadis itu pantas mendapatkan segala hal terbaik dalam hidupnya.Suara ketukan di pintu terdengar, tidak berapa lama Alice muncul. “Ayah memanggil saya?”Dengan senyuman lembutnya Damian mengangguk. “Kemarilah.”Alice masuk ke dalam ruangan itu dan segera menarik kursi untuk duduk di hadapan Damian. “Ayah memanggil saya untuk apa?” tanya Alice penasaran.Damian meletakan kotak kalung yang dia genggam di hadapan Alice. “Itu untukmu.”Pupil mata Alice melebar tidak dapat menutupi keterkejutannya, gadis itu sampai tidak berani untuk menyentuhnya karena dia tahu kotak beludru hitam itu pasti perhiasan.“Maaf, Ayah. Saya tidak bisa mengambilnya, itu
Hari ini cuaca sangat cerah dan hangat, tampaknya acara pacuan kuda akan berjalan dengan baik.Hayes berdiri bersandar pada sisi mobil, menunggu Alice yang tengah dibantu beberapa pelayan untuk mendapatkan riasan.Suara helaan napas berat terdengar dari mulut Hayes, matanya yang lelah tidak dapat ditutupi karena sepanjang malam tidak bisa tidur. Hayes gelisah, dilanda banyak pikiran buruk.Mata zambrud yang cerah itu bergerak menyapu pemandangan sekitar, berakhir pada lapangan golf yang beberapa terakhir ini tidak dia pakai. Ada kerinduan besar yang datang, Hayes rindu bermain golf, dia rindu pergi menghabiskan waktunya untuk liburan bersama teman-temannya, Hayes rindu kebebasan.Andai Hayes tidak menikah demi statusnya sebagai pewaris, dia tetap akan hidup berkecukupan. Penghasilannya sebagai atlit cukup besar, dia juga memiliki banyak asset yang diturunkan dari kakek neneknya. Dan yang terpenting, dia tidak menyakiti Alice sampai sejauh ini.“Seharusnya aku tidak mengorbankan masa m
Acara pacuan kuda sudah dimulai sejak satu jam yang lalu, orang-orang menggunakan teropong untuk melihat ke arah lapangan, tidak jarang Alice mendengar segelintir percakapan beberapa teman Hayes yang sedang melakukan taruhan mengenai kuda yang mereka jagokan.Sempat, Alice mencari-cari keberadaan Theodor yang hampir dua hari ini tidak dia jumpai. Saat ini perasaan Alice gelisah tanpa alasan, dia berharap dengan melihat kehadiran Theodor perasaannya menjadi lebih baik.Tanpa sengaja Alice melihat Bella yang baru datang. Kehadiran Bella langsung disambut dengan hangat dan akrab semua orang, mereka tampak ramah dan memperlakukan Bella dengan baik.Ketika tanpa sengaja tatapan Alice bertemu dengan Bella, Alice bisa merasakan kebencian dan permusuhan yang kuat di mata Bella.“Sekarang kau tahu kan kuda itu seperti apa?” tanya Hayes dengan nada mengejeknya.Alice mengalihkan perhatiannya lagi pada arena balap kuda. “Ya, sekarang aku sudah tahu. Terima kasih sudah memberiku kesemptan untuk m
“Rasakan itu!” teriak Tesa berdiri di belakang Alice. “Itu layak kau dapatkan dari guru yang kau singkirkan! Dasar murid tidak tahu diri! Sudah untung aku mau mengajari orang idiot sepertimu!”Napas Alice tertahan di dada, telinganya berdenging sakit mendengar teriakan hinaan dan tatapan semua orang yang tertuju kepadanya.Bayang-bayang kenangan buruk langsung bangkit dan menyerang seperti déjà vu.Seluruh tubuh Alice basah kuyup sampai air menggenangi lantai yang dipijaknya.Hayes yang baru akan duduk dan berbicara dengan kliennya terhenyak, melihat Alice berdiri di antara keramaian dalam keadaan basah kuyup dan dimaki seorang wanita asing yang tidak dikenalinya.Beberapa pengawal yang tengah berjaga berlarian menahan Tesa dan menariknya untuk menjauh dari jangkauan Alice.Dengan tergesa Hayes membelah kerumunan, menghalangi Alice dari perhatian semua orang. “Apa yang kau lakukan?” teriak Hayes.“Kau suaminya?” teriak Tesa di antara himpitan dua orang pria bertubuh besar. “Katakan pa
Lantunan musik terdengar, biru air kanal bergelombang saat dilewati oleh kapal. Theodor duduk memandangi setiap bangunan kuno berasitektur cantik di pinggiran kanal yang dilewatinya, jalan-jalan dipadati oleh para pejalan kaki.Sapuan angin lembut membawa Theodor pada kerinduan dan kenangan masa kecilnya. Disini dia memiliki satu-satunya ingatan dan kenangan tentang pertemuan pertama dan terakhirnya dengan ayahnya.Pertemuan itu terasa canggung dan asing, Theodor sampai memeluk kaki Crissan dan memohon agar tidak meninggalkan dirinya bersama ayahnya.Setelah pertemuan itu, dua hari berikutnya Theodor mendapatkan kabar jika ayahnya meninggal.Theodor tidak ingat apa yang telah dia lakukan selain duduk di gondola, dia juga tidak ingat dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya saat pertama dan terakhir kalinya bertemu. “Tuan Muda, Anda ingin berlibur di sini beberapa hari lagi? jadwal Anda untuk bulan depan sudah saya kosongkan,” kata Samuel.Theodor membuang napasnya dengan berat, pria i