Lantunan musik terdengar, biru air kanal bergelombang saat dilewati oleh kapal. Theodor duduk memandangi setiap bangunan kuno berasitektur cantik di pinggiran kanal yang dilewatinya, jalan-jalan dipadati oleh para pejalan kaki.Sapuan angin lembut membawa Theodor pada kerinduan dan kenangan masa kecilnya. Disini dia memiliki satu-satunya ingatan dan kenangan tentang pertemuan pertama dan terakhirnya dengan ayahnya.Pertemuan itu terasa canggung dan asing, Theodor sampai memeluk kaki Crissan dan memohon agar tidak meninggalkan dirinya bersama ayahnya.Setelah pertemuan itu, dua hari berikutnya Theodor mendapatkan kabar jika ayahnya meninggal.Theodor tidak ingat apa yang telah dia lakukan selain duduk di gondola, dia juga tidak ingat dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya saat pertama dan terakhir kalinya bertemu. “Tuan Muda, Anda ingin berlibur di sini beberapa hari lagi? jadwal Anda untuk bulan depan sudah saya kosongkan,” kata Samuel.Theodor membuang napasnya dengan berat, pria i
Matahari terlihat menggumpal bulat di arah barat, hangatnya masih terasa meski terhalang beberapa pohon. Damian berdiri di tepian danau, merenungkan kabar yang sudah sampai di telinganya mengenai Alice.Orang-orang membicarakannya tanpa henti, satu persatu masa lalu Alice diulik sampai semua orang tahu bahwa dia adalah anak kelingkuhan Damian.Meski kini Tesa berada dalam tahanan, hal itu sama sekali tidak akan memperbaiki apapun.Akan menjadi sulit untuk Alice masuk ke dalam kelas sosial, sebuah celaan akan dia terima setiap saat, dan orang-orang akan selalu mencari celah untuk menghinanya dan mengolok-oloknya sebagai hiburan.Sifat alami manusia, mereka cenderung akan menilai orang lain dari apa yang terlihat dan terdengar tanpa mempedulikan kebenarannya.Damian sudah berusaha melindungi identitas Alice agar dia bisa melangkah pada kehidupan yang lebih cerah, dan alasan Damian meminta Alice tampil bersama Hayes hanya untuk membuat Alice terbiasa dengan keramaian dan bisa belajar dar
Ujung pensil yang meninggalkan tinta terlihat gemetar membentuk hurup disetiap baris, terkadang ada titik noda besar yang tertinggal, ada pula tulisan yang melewati banyak garis. Sudah hampir satu jam Alice belajar mengikuti tulisan yang dibuat Mery, perlahan dan pasti Alice sedikit lebih bisa mengikutinya.Wajah Alice terangkat melihat kea rah jendela. Diluar sudah gelap.Alice kembali melihat bukunya, ditemani suara musik yang tenang dia terus menulis lagi mengisi kaca buku yang hampir penuh.Karena semua orang sudah tahu Alice buta huruf, kini dia tidak lagi perlu bersembunyi-sembunyi untuk belajar.Kejadian hari ini tidak akan membuat Alice tumbang, bahkan meski dia terjatuh dan berdarah, Alice akan terus bangkit dan melangkah mengkuti alur yang telah Tuhan gariskan untuknya. Sebuah bayangan menghalangi buku Alice, sekali lagi Alice mengangkat wajahnya dan melihat keberadaan Hayes yang berdiri di sisinya tampak seperti sedang memperhatikan. Refleks Alice menurunkan earphonenya d
“Saya membutuhkan keringanan meski dia salah, kondisi mentalnya sangat kacau sejak dia masih muda, dia juga pernah berada di rumah sakit jiwa, sampai saat ini dia berada di bawah pengawasan dokter.""Kita lihat saja nanti hasilnya," jawab Aaron, polisi yang menangani kasus Giselle.Xavier tersenyum simpul. "Saya juga tidak membela tindakan isteri saya. Namun, saya percaya dengan isteri saya, dia melakukan ini semua pasti saat dia sedang berada dalam keadaan yang tidak begitu sadar. Saya harap Anda bisa melihat Giselle yang tidak pernah memiliki catatan buruk apapun selama ini, dan bahkan meski kini Giselle harus penjara, saya sangat berharap jika Gisella berada dipenjara khusus,” ucap Xavier terdengar memelas.Aaron terdiam mendengarkan ucapan Xavier, mereka memperhatikan gerak-gerik Gisella yang memang menunjukan tanda-tanda berbeda saat menjalani interogasi.“Apa saya boleh masuk? Saya dokter pribadinya, mungkin nyonya Giselle akan melakukan sesuatu jika kondisi pikirannya sedang ti
“Tuan Muda, Anda baik-baik saja?” tanya Mia memperhatikan kerisauan Hayes usai mendapatkan barang bukti dari Tesa.Hayes melepaskan satu kancing teratas kemejanya, hari ini terlalu banyak hal yang terjadi dan membuat terus menerus kecewa. “Apa kau melihatku seperti baik-baik saja?” tanya balik Hayes.“Saya harus meminta penangkapan pada nona Bella juga?”Langkah kaki Hayes memelan, pria itu mulai digelayuti kebimbangan. Apakah Hayes perlu melaporkan Bella? Tetapi dia sahabatnya, sulit bagi Hayes untuk melakukan tindakan tegas padanya.“Simpan barang bukti itu, kita membutuhkannya suatu saat nanti,” jawab Hayes tidak memberikan jawaban dari apa yang Mia tanyakan.“Saya mengerti,” jawab Mia seraya merongoh handponenya untuk menerima panggilan yang masuk.Langkah Hayes perlahan terhenti, tanpa sengaja dia berpapasan dengan Xavier yang tengah membawa Giselle untuk pulang. Xavier berhasil membawa Giselle keluar sementara waktu dengan alasan kondisi kesehatan mentalnya.Rahang Hayes mengetat
Bella bergerak gelisah melihat handponenya beberapa kali, kabar Tesa yang masih ditahan dan tidak dapat keluar dengan jaminan membuat Bella khawatir jika Tesa akan membuka mulut, memberitahu Hayes apa yang sebenarnya terjadi.Bella sudah cukup mengeluarkan mengeluarkan banyak uang untuk Giselle agar dia tidak ikut terseret jika dipenjara, tidak mungkin Bella mengeluarkan uang lagi untuk membantu Tesa.Beruntung saja tadi malam Ivana menghubungi Bella dan meminta bantuannya, mungkin ini akan menjadi jalan untuk Bella menyelamatkan diri.“Mau pergi kemana kau?” Tanya Stefany memperhatikan keterburu-buruan Bella yang lagi-lagi meninggalkan sarapannya.Gerak-gerik Bella kian mencurigakan dalam beberapa hari terakhir, Stefany takut putrinya melakukan tindakan yang tidak sepantasnya. Sudah cukup dulu Bella membuat masalah, Stefany tidak ingin Bella mengulanginy lagi.“Aku memiliki janji dengan temanku dan harus berangkat sekarang,” dusta Bella dengan sempurna.Bella harus ke rumah Hayes pag
“Kau membelanya? Apakah kemampuan menggodanya seperti pelacur sudah berhasil mempengaruhimu?”Alice berhenti menelan buburnya, matanya terpejam erat merasakan sakit yang begitu kuat masuk ke dalam hatinya.“Ibu!” Hayes berhenti bersuara begitu sadar dia sudah meninggikan suaranya.Pupil mata Ivana bergetar. “Kau berani berteriak padaku demi perempuan itu?”Hayes menggeleng tidak membenarkan. “Berhentilah berbicara sesuatu yang tidak perlu, aku tidak ingin Ibu minum obat lagi karena tidak bisa mengendalikan pikiran.”Bibir Ivana gemetar dengan tangan terkepal di atas meja. “Jika kau peduli padaku, lebih baik kau diam Hayes. Kau sudah tahu kan Damian tidak mencintaiku meski kami sudah menikah puluhan tahun, apakah sekarang kau juga akan membela anak wanita itu dan meninggalkan aku?” lirih Ivana bertanya.Kening Hayes mengerut samar, bertanya-tanya dari mana Ivana tahu? Apakah selama ini Ivana selalu memata-matainya dan Damian?“Berhenti mengungkitnya di tempat seperti ini,” jawab Hayes
”Alice,” sapa Safira dengan senyuman formalnya menyambut Alice yang baru datang untuk mengambil kostumnya.“Selamat pagi, Safira.” Alice balas menyapa.Senyuman formal Safira memudar dan perlahan hilang menyisakan kecanggungan, wanita itu menarik kursinya dan duduk. “Kemarilah dulu, ada yang perlu kita bicarakan.”Gerak-gerik Safira yang tidak biasa menyadarkan Alice jika telah terjadi sesuatu yang mungkin serius. Tanpa membuang waktu, Alice segera duduk berhadapan dengan Safira.“Kau ingin meminum sesuatu?” tanya Safira bergerak gelisah.Alice menggeleng, dia kian yakin jika akan terjadi sesuatu. “Tidak ada, jadi Anda ingin berbicara apa dengan saya?”Kedua tangan Safira saling bertautan di atas meja untuk menyalurkan kegelisahan, wanita itu sempat terdiam memikirkan kata-kata apa yang harus dia sampaikan kepada Alice.“Alice, aku sudah melihat wajahmu di koran dan beberapa flatporm. Apa benar kau menantu keluarga Borsman?” tanya Safira berhati-hati.Alice menelan salivanya dengan k