Genggaman tangan Marilyn mengerat, nyaris terangkat untuk melayangkan pukulan pada Ian akibat lelucon menyebalkannya. Namun, amarahnya luruh begitu saja, berganti dengan helaan napas panjang yang sarat frustrasi."Oke, oke... Aku tidak dalam posisi untuk memilih," ucapnya mengalah.Tawa Ian membahana, matanya berkilat geli menyaksikan kekesalan Marilyn. "Setidaknya, kau akan mengingatku." Dengan lembut, jemarinya mengusap puncak kepala Marilyn sebelum kembali ke posisinya dan melanjutkan santapan."Besok kau harus berangkat pagi-pagi untuk mengejar bus pukul tujuh," Ian menjelaskan dengan nada serius. "Kau harus tiba di Kota A sebelum penerbanganmu meninggalkan negeri ini."Tak ada kepastian kapan Marilyn bisa kembali. Terlebih lagi, ia bahkan tak akan bisa mengunjungi makam kedua orangtuanya selama masa pelariannya ini.Setetes air mata jatuh tanpa suara ke atas piringnya. Pandangan Ian langsung menangkap isyarat kesedihan itu. Tanpa ragu, ia meletakkan sendok dan garpu, beranjak men
Last Updated : 2025-03-07 Read more