Share

Chapter 9

Penulis: RDP
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-07 22:35:46

"Bagaimana mereka bisa menemukanku di sini?"

 

Napas Marilyn tercekat. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat tatapannya bertemu dengan mata Alex—kilatan pengenalan langsung menyala di wajah pria itu.

 

Dua kota memisahkan mereka. Seharusnya, dengan kematian Rama Dimatrio, pencarian terhadap dirinya terhenti. Bukankah begitu?

 

Tapi logika dingin menyeruak dalam benaknya. Tentu saja. Tentu saja dia menjadi target pertama yang dicari para Pengawal setelah kematian tidak wajar bos mereka. Marilyn—tersangka utama dalam drama berdarah ini.

 

Pupil matanya melebar. Adrenalin membanjiri pembuluh darahnya saat ia mundur perlahan, kemudian berputar dan mencoba menerobos kerumunan di belakangnya. Dari ekor matanya, ia melihat Alex dan dua anjing pemburu setianya mulai bergerak—berlari dengan tatapan yang tak perlu diterjemahkan lagi: jika tertangkap, Marilyn tak akan pernah melihat dunia luar lagi.

 

Visualisasi tentang sel penjara yang pengap, empat dinding beton yang akan menjadi saksi bisu sisa hidupnya, membuat bulu kuduknya meremang. Dengan pikiran berkecamuk dan detak jantung yang memukul-mukul rusuknya hingga nyeri, Marilyn memaksa kakinya berlari secepat mungkin, menjauh dari bayangan kematian yang mengejarnya.

 

"Sial!" desisnya, mengutuk nasib. Hanya tersisa satu jam sebelum pesawat lepas landas. Jika ia gagal tiba tepat waktu, semua rencana pelariannya akan hancur berantakan.

 

Namun realitas menamparnya keras. Dengan Alex dan dua pengawal yang mengendus jejaknya, bagaimana mungkin ia bisa mencapai bandara dengan selamat? Mereka pasti sudah memperhitungkan bahwa itu adalah jalur pelariannya. Jika ia nekat ke bandara, sama saja dengan menyerahkan diri secara sukarela.

 

"Tidak, tidak..." gumamnya dengan napas terputus-putus. Kepala Marilyn menggeleng kuat, menolak menyerah pada takdir. Matanya yang tajam menangkap sebuah toko di seberang jalan. Instingnya berbisik—setiap toko pasti memiliki pintu darurat.

 

Tanpa ragu, kakinya melangkah cepat memasuki toko tersebut, mengabaikan sapaan ramah pramuniaga. Matanya liar mencari tanda 'EXIT'. Dari sudut pandangnya, sosok Alex semakin mendekat, bergerak seperti predator yang lapar.

 

Jantungnya berdentum saat ia mendorong pintu darurat dengan kasar. Gang sempit menyambutnya—tumpukan sampah menggunung di kedua sisi, aroma busuk menusuk hidung. Namun di ujung gang, samar-samar cahaya dari jalan raya utama berkedip seperti harapan.

 

Tanpa menyisakan waktu sedetik pun untuk mengatur napas, Marilyn meluncur menyusuri gang kotor itu. Dalam waktu kurang dari dua menit, ia mencapai muara gang dengan paru-paru yang terbakar.

 

Yang tak terduga, di tengah jalan raya terbentang pemandangan kekacauan. Kecelakaan besar tampaknya baru saja terjadi. Orang-orang berkerumun membentuk lingkaran besar, menjaga jarak aman dari lokasi kejadian—terlalu takut untuk mendekat.

 

Kebetulan yang dikirim takdir. Marilyn langsung berlari di antara kerumunan, bergerak menuju pusat insiden. Kerumunan manusia bisa menjadi tempat persembunyian sempurna.

 

Dengan bahu menerobos, tubuh meliuk di antara celah-celah sempit kerumunan, Marilyn berusaha menyelinap lebih dalam. Namun, tubuh mungilnya segera terimpit oleh dinding manusia yang tak bergeming, menghentikan langkahnya.

 

Derasnya arus manusia mendorong tubuh Marilyn ke depan. Tanpa disengaja, ia terdampar di baris terdepan kerumunan—tepat menghadap sebuah mobil mewah yang terguling dengan asap mengepul dari mesinnya. Kecelakaan itu baru saja terjadi, menyedot perhatian setiap mata yang lewat.

 

Di kejauhan, sirine meraung-raung. Bukan hanya ambulans, tapi juga mobil pemadam kebakaran—tampaknya pelapor telah menjelaskan detail situasi dengan baik. Namun, suara sirine justru memperburuk kekacauan. Orang-orang kembali berdesakan, mengepung Marilyn, menutup setiap celah pelariannya.

 

Dengan panik Marilyn menoleh ke belakang. Matanya menyapu lautan manusia, mencari tanda-tanda keberadaan para pengejarnya. Dewi Fortuna rupanya enggan berpihak padanya hari ini. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Alex dan dua anak buahnya menerobos kerumunan dengan kasar, mendorong siapapun yang menghalangi jalan mereka.

 

"Sial!" umpatnya pelan. Waktu semakin menipis. Jika ia tetap terpaku, hanya dalam hitungan menit mereka akan menangkapnya—dan kali ini, peluang melarikan diri akan sirna selamanya.

 

Tepat saat itu, kerumunan di sekitarnya terkesiap. Puluhan jari menunjuk ke arah mobil yang terbalik.

 

"Ada yang keluar! Ada yang keluar!" teriak mereka bersahutan, menciptakan simfoni kepanikan yang tak beraturan.

 

Perhatian Marilyn teralih. Seorang pria berusaha membuka pintu mobil yang remuk dan merangkak keluar dari kendaraan yang nyaris menjadi peti matinya.

 

Entah apa yang merasukinya saat itu. Tubuh Marilyn bergerak bahkan sebelum otaknya sempat memproses ide gila yang tiba-tiba muncul. Tak ada jalan untuk menerobos kerumunan, maka ia justru berlari maju—mendekati mobil hancur dan para pemuda yang berusaha membantu korban.

 

"Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu?!" jeritnya dengan nada histeris sempurna. Ia berlutut di samping pria berlumuran darah akibat pecahan kaca dan benturan. "Cepat bawa dia ke tempat lebih lapang! Mana petugas medisnya?!"

 

Kepanikan dalam suaranya, air mata yang mulai menggenang, dan ekspresi ketakutan di wajahnya—semuanya tampak begitu alami hingga tak seorangpun curiga.

 

"Tenang, Nona. Ambulans sudah datang," seorang pria berusaha menenangkannya.

 

Benar saja, petugas medis bergegas mendekat dengan tandu, sementara petugas pemadam kebakaran dengan sigap memadamkan api yang mulai menjilat-jilat dari sisa-sisa mobil.

 

"Tolong dia! Kumohon, tolong dia!" Marilyn terisak sambil menggenggam tangan orang asing yang belum pernah ditemuinya itu. Mudah baginya bersandiwara senatural mungkin—bagaimanapun, ketakutannya saat ini sangat nyata.

 

"Tenang saja, Bu. Kami akan membawanya ke rumah sakit," ujar seorang petugas medis sambil dengan hati-hati memindahkan korban ke tandu bersama rekannya.

 

"Maaf, Nona, Anda memiliki hubungan dengan korban?" tanya sang dokter, memastikan dugaannya.

 

"Aku..." Marilyn tergagap, menyeka air matanya yang berderai. "Aku tunangannya." Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirnya.

 

Dokter mengangguk paham, lantas mempersilakan Marilyn ikut dalam ambulans.

 

Sebelum pintu ambulans tertutup, Marilyn sempat menangkap sosok ketiga pengejarnya yang hanya bisa menatap dengan geram—tak berdaya menghadapi manuver spontan yang baru saja ia lakukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 10

    Marilyn sungguh tak mengenal pria yang baru saja ia akui sebagai tunangannya. Namun, berkat ketelitian salah seorang petugas medis yang menemukan identitas dalam saku jaket korban, setidaknya kini ia mengetahui nama pria itu.Di bangku tunggu, tak jauh dari ruang operasi, Marilyn duduk dengan tatapan kosong, jemarinya menggenggam erat jaket bernoda darah milik Elon Tudor—pria yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati di meja operasi.Diliriknya arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Kenyataan pahit harus ia telan bulat-bulat; ia takkan pernah tiba di bandara tepat waktu, apalagi menaiki pesawat sesuai jadwal. Yang lebih mengkhawatirkan, Marilyn tak yakin apakah ketiga pria yang memburu jejaknya akan berhenti mencari.‘Mereka pasti dengan mudah memperoleh informasi tentang rumah sakit ini,’ batinnya resah. ‘Aku harus segera pergi dari sini.’Setelah memastikan tak ada lagi perawat yang akan mendekati dan menanyakan hal-hal yang sama sekali tak ia ketahui tentang pria bernam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 11

    ‘Keluarga Tudor adalah salah satu elit teratas di kota A!’Kenyataan itu menghantam Marilyn bagai sambaran petir. Bagaimana mungkin ia bisa begitu ceroboh sampai melupakan fakta sepenting ini?Seketika, adrenalin berpacu dalam nadinya, begitu cepat hingga membuat kepalanya berputar. Jantungnya berdegup kencang, nyaris terdengar di telinganya sendiri."Apa kau baik-baik saja?" Suara Lis Tudor terdengar lembut, namun sepasang matanya yang tajam mengamati setiap gerak-gerik Marilyn dengan penuh perhitungan. "Kau tampak pucat.""Aku baik-baik saja..." gumam Marilyn, menggelengkan kepalanya perlahan. Tatapannya jatuh pada jari-jarinya yang bertautan erat di pangkuan, seolah mencari kekuatan di sana. Pikirannya kosong, tak tahu harus berkata apa."Mengenai hubunganmu dan Elon..." Lis memulai, namun kata-katanya langsung terpotong.Desahan pelan Lis Tudor memecah keheningan. Mendengarnya, bulu kuduk Marilyn meremang. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk dalam benaknya. Wanita elegan di ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 12

    Marilyn menatap pengawal bertubuh kekar yang menjaga pintu keluar dengan perasaan campur aduk. Apakah ia harus bersyukur atas kehadiran pria itu, atau justru merasa terpenjara? Satu hal yang pasti—melarikan diri akan menjadi nyaris mustahil."Ada beberapa urusan yang tidak bisa kutunda," ujar Lis sambil membelai lembut kepala putranya. Matanya yang teduh beralih pada Marilyn. "Aku harap kau tidak keberatan menjaga Elon malam ini.""Ah, itu..." Marilyn menelan ludah, ragu-ragu. Namun akhirnya ia mengangguk. "Tentu saja," bisiknya, hampir tak terdengar.Lis meraih ponselnya dan berbalik. "Kalau begitu, aku pergi sekarang.""Nyonya Tudor." Suara Marilyn melengking, lebih tinggi dari yang ia inginkan. Kecemasan merayapi tulang belakangnya—bagaimana ia bisa terjebak semalaman bersama orang asing yang bahkan tak sadarkan diri?"Hm?" Lis menoleh, alisnya terangkat penuh tanya. "Ya?" tanyanya, menunggu gadis itu melanjutkan.Marilyn menggigit bibir bawahnya, jemarinya bergerak gelisah. "Hmm..

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 13

    Marilyn merasakan seluruh tubuhnya menegang, jemarinya perlahan mati rasa seakan dialiri es. Napasnya menjadi pendek dan cepat, terperangkap dalam dada yang kini terasa sesak. ‘Lupakan Rama Dimatrio.’ Keluarga Tudor—nama yang membawa gema kekuasaan di setiap suku katanya—jauh lebih berpengaruh daripada keluarga jaksa wilayah manapun. Jika Marilyn sampai berselisih dengan keluarga sebesar Tudor, siapa yang bisa memprediksi takdir kelam apa yang akan menanti hidupnya?"Apa maksudnya ini?" Suara Lis memecah keheningan, tatapannya yang tajam berpindah dari Elon ke Marilyn seperti pendulum yang mencari kebenaran. Keheranan terpancar jelas dari bola matanya yang mengilat di bawah cahaya ruangan. "Elon, bagaimana mungkin kau tidak mengingat kekasihmu sendiri? Wanita pilihanmu yang telah kau sembunyikan dari dunia selama dua tahun penuh?"Lis mengulurkan tangan, jemarinya yang lentik dengan lembut membelai wajah putranya, mencari koneksi. Namun Elon, dengan gerakan dingin yang menyiratkan pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 14

    Marilyn mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan gelisah. Matanya menjelajahi langit-langit ruang perawatan yang putih bersih, beralih pada setiap detail perabotan yang tertata rapi, lalu pada jendela besar dengan tirai putih yang melambai lembut tertiup angin pendingin. Tatapannya kemudian jatuh pada lukisan abstrak mewah yang menghiasi dinding, sebelum akhirnya terpaku pada tabung infus yang cairan di dalamnya nyaris habis—pengingat bahwa ia sedang berada di rumah sakit, bukan di kamar hotel berbintang lima.Ke mana pun matanya berkelana, Marilyn menolak untuk menatap sosok pria yang duduk di hadapannya—pria yang baru saja ia suapi potongan apel segar."Kenapa kau menghindari tatapanku?" Suara berat Elon memecah keheningan, mengejutkan Marilyn yang pikirannya sedang melayang jauh, memikirkan ribuan kemungkinan dalam waktu yang bersamaan."Hah?" Marilyn tersentak, menoleh dan langsung berhadapan dengan mata tajam Elon yang menatapnya penuh selidik. "Tidak," jawabn

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 1

    "Kenapa dia melakukan ini?" desis Marilyn, suaranya bergetar menahan emosi kala menatap tajam ke arah pria paruh baya di hadapannya. Baru seminggu berlalu sejak pemakaman kedua orangtuanya - korban perampokan yang berakhir tragis. Kini dia terjebak di sebuah hotel mewah, hasil dari pengkhianatan yang tak pernah dia bayangkan akan dilakukan oleh Aileen, saudari tirinya sendiri. Mengingat nama itu membuat darah Marilyn mendidih. Bagaimana mungkin seseorang yang tumbuh bersamanya, berbagi kenangan masa kecil yang sama, tega menjebaknya dalam situasi mengerikan ini? "Kau pikir kau bisa membeli seseorang seenaknya?!" Marilyn meraih vas bunga kecil dari meja dan melemparkannya ke arah pria itu. Vas itu menghantam dinding dan pecah berkeping-keping. Pria itu hanya terkekeh. "Kau masih belum tahu ya? Saudarimu itu sudah lama terlibat dalam bisnis gelap ini." Dia melangkah maju, membuat Marilyn semakin terpojok. Marilyn menggeleng keras, menolak mempercayai kenyataan yang ada di hadapan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 2

    Dalam keheningan yang mencekam, Marilyn melepaskan genggamannya pada pecahan vas yang kini bernoda merah. Matanya yang nanar beralih dari sosok tak bergerak di hadapannya, sementara realitas akan apa yang baru saja terjadi mulai merasuki kesadarannya yang rapuh.Rasa ngeri menggerogoti setiap sendi tubuhnya, mengalahkan perih yang menusuk dari telapak tangannya yang terluka. Tubuhnya yang gemetar hebat seperti dedaunan di tengah badai berkali-kali mengkhianatinya saat ia berusaha bangkit. Dinding dingin menjadi satu-satunya pegangan, tempat ia menyandarkan tubuhnya yang seakan kehilangan seluruh kekuatan.Detak jantungnya menggila, berdentum-dentum liar seolah berusaha membobol sangkar tulang rusuknya. Setiap debarannya menggetarkan seluruh rongga dadanya, menambah kekacauan dalam dirinya yang sudah porak-poranda.Setelah waktu yang terasa seperti keabadian, sebersit tenaga akhirnya kembali ke tubuhnya yang lemah. Dengan langkah yang masih terhuyung seperti orang mabuk, Marilyn menyer

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 3

    Dunia seakan berhenti berputar dalam sekejap mata.Dentuman dahsyat menggetarkan udara, menembus pertahanan jemari Marilyn yang terkepal erat di telinganya. Ledakan itu—hasil dari percobaan naifnya yang tak terkendali—menghantam seluruh ruangan dengan kekuatan yang membuatnya tersungkur. Tubuhnya yang ramping terhuyung, lutut membentur lantai sementara punggungnya mencari sandaran pada dinding dingin di belakangnya.Tirai putih yang menggantung menjadi penyelamatnya, menghalangi pandangan ketiga pria bertubuh kekar yang menerobos masuk dengan napas memburu. Kepulan asap tebal menari-nari di udara, berpadu dengan lengking nyaring alarm kebakaran yang memecah keheningan. Perhatian ketiga pria itu sepenuhnya tertuju pada sosok Rama Dimatrio—sang atasan yang kini terbaring tak bergerak.Mereka seolah lupa, atau mungkin tak peduli, bahwa ada nyawa lain yang terancam di ruangan itu. Pemandangan mencekam di hadapan mereka telah menyita seluruh kesadaran."Tuan Rama!!!" Suara Alex menggelegar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23

Bab terbaru

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 14

    Marilyn mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan gelisah. Matanya menjelajahi langit-langit ruang perawatan yang putih bersih, beralih pada setiap detail perabotan yang tertata rapi, lalu pada jendela besar dengan tirai putih yang melambai lembut tertiup angin pendingin. Tatapannya kemudian jatuh pada lukisan abstrak mewah yang menghiasi dinding, sebelum akhirnya terpaku pada tabung infus yang cairan di dalamnya nyaris habis—pengingat bahwa ia sedang berada di rumah sakit, bukan di kamar hotel berbintang lima.Ke mana pun matanya berkelana, Marilyn menolak untuk menatap sosok pria yang duduk di hadapannya—pria yang baru saja ia suapi potongan apel segar."Kenapa kau menghindari tatapanku?" Suara berat Elon memecah keheningan, mengejutkan Marilyn yang pikirannya sedang melayang jauh, memikirkan ribuan kemungkinan dalam waktu yang bersamaan."Hah?" Marilyn tersentak, menoleh dan langsung berhadapan dengan mata tajam Elon yang menatapnya penuh selidik. "Tidak," jawabn

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 13

    Marilyn merasakan seluruh tubuhnya menegang, jemarinya perlahan mati rasa seakan dialiri es. Napasnya menjadi pendek dan cepat, terperangkap dalam dada yang kini terasa sesak. ‘Lupakan Rama Dimatrio.’ Keluarga Tudor—nama yang membawa gema kekuasaan di setiap suku katanya—jauh lebih berpengaruh daripada keluarga jaksa wilayah manapun. Jika Marilyn sampai berselisih dengan keluarga sebesar Tudor, siapa yang bisa memprediksi takdir kelam apa yang akan menanti hidupnya?"Apa maksudnya ini?" Suara Lis memecah keheningan, tatapannya yang tajam berpindah dari Elon ke Marilyn seperti pendulum yang mencari kebenaran. Keheranan terpancar jelas dari bola matanya yang mengilat di bawah cahaya ruangan. "Elon, bagaimana mungkin kau tidak mengingat kekasihmu sendiri? Wanita pilihanmu yang telah kau sembunyikan dari dunia selama dua tahun penuh?"Lis mengulurkan tangan, jemarinya yang lentik dengan lembut membelai wajah putranya, mencari koneksi. Namun Elon, dengan gerakan dingin yang menyiratkan pe

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 12

    Marilyn menatap pengawal bertubuh kekar yang menjaga pintu keluar dengan perasaan campur aduk. Apakah ia harus bersyukur atas kehadiran pria itu, atau justru merasa terpenjara? Satu hal yang pasti—melarikan diri akan menjadi nyaris mustahil."Ada beberapa urusan yang tidak bisa kutunda," ujar Lis sambil membelai lembut kepala putranya. Matanya yang teduh beralih pada Marilyn. "Aku harap kau tidak keberatan menjaga Elon malam ini.""Ah, itu..." Marilyn menelan ludah, ragu-ragu. Namun akhirnya ia mengangguk. "Tentu saja," bisiknya, hampir tak terdengar.Lis meraih ponselnya dan berbalik. "Kalau begitu, aku pergi sekarang.""Nyonya Tudor." Suara Marilyn melengking, lebih tinggi dari yang ia inginkan. Kecemasan merayapi tulang belakangnya—bagaimana ia bisa terjebak semalaman bersama orang asing yang bahkan tak sadarkan diri?"Hm?" Lis menoleh, alisnya terangkat penuh tanya. "Ya?" tanyanya, menunggu gadis itu melanjutkan.Marilyn menggigit bibir bawahnya, jemarinya bergerak gelisah. "Hmm..

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 11

    ‘Keluarga Tudor adalah salah satu elit teratas di kota A!’Kenyataan itu menghantam Marilyn bagai sambaran petir. Bagaimana mungkin ia bisa begitu ceroboh sampai melupakan fakta sepenting ini?Seketika, adrenalin berpacu dalam nadinya, begitu cepat hingga membuat kepalanya berputar. Jantungnya berdegup kencang, nyaris terdengar di telinganya sendiri."Apa kau baik-baik saja?" Suara Lis Tudor terdengar lembut, namun sepasang matanya yang tajam mengamati setiap gerak-gerik Marilyn dengan penuh perhitungan. "Kau tampak pucat.""Aku baik-baik saja..." gumam Marilyn, menggelengkan kepalanya perlahan. Tatapannya jatuh pada jari-jarinya yang bertautan erat di pangkuan, seolah mencari kekuatan di sana. Pikirannya kosong, tak tahu harus berkata apa."Mengenai hubunganmu dan Elon..." Lis memulai, namun kata-katanya langsung terpotong.Desahan pelan Lis Tudor memecah keheningan. Mendengarnya, bulu kuduk Marilyn meremang. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk dalam benaknya. Wanita elegan di ha

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 10

    Marilyn sungguh tak mengenal pria yang baru saja ia akui sebagai tunangannya. Namun, berkat ketelitian salah seorang petugas medis yang menemukan identitas dalam saku jaket korban, setidaknya kini ia mengetahui nama pria itu.Di bangku tunggu, tak jauh dari ruang operasi, Marilyn duduk dengan tatapan kosong, jemarinya menggenggam erat jaket bernoda darah milik Elon Tudor—pria yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati di meja operasi.Diliriknya arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Kenyataan pahit harus ia telan bulat-bulat; ia takkan pernah tiba di bandara tepat waktu, apalagi menaiki pesawat sesuai jadwal. Yang lebih mengkhawatirkan, Marilyn tak yakin apakah ketiga pria yang memburu jejaknya akan berhenti mencari.‘Mereka pasti dengan mudah memperoleh informasi tentang rumah sakit ini,’ batinnya resah. ‘Aku harus segera pergi dari sini.’Setelah memastikan tak ada lagi perawat yang akan mendekati dan menanyakan hal-hal yang sama sekali tak ia ketahui tentang pria bernam

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 9

    "Bagaimana mereka bisa menemukanku di sini?" Napas Marilyn tercekat. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat tatapannya bertemu dengan mata Alex—kilatan pengenalan langsung menyala di wajah pria itu.Dua kota memisahkan mereka. Seharusnya, dengan kematian Rama Dimatrio, pencarian terhadap dirinya terhenti. Bukankah begitu?Tapi logika dingin menyeruak dalam benaknya. Tentu saja. Tentu saja dia menjadi target pertama yang dicari para Pengawal setelah kematian tidak wajar bos mereka. Marilyn—tersangka utama dalam drama berdarah ini.Pupil matanya melebar. Adrenalin membanjiri pembuluh darahnya saat ia mundur perlahan, kemudian berputar dan mencoba menerobos kerumunan di belakangnya. Dari ekor matanya, ia melihat Alex dan dua anjing pemburu setianya mulai bergerak—berlari dengan tatapan yang tak perlu diterjemahkan lagi: jika tertangkap, Marilyn tak akan pernah melihat dunia luar lagi.Visualisasi tentang sel penjara yang pengap, empat dinding beton yang akan menjadi saksi bisu sisa hi

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 8

    Genggaman tangan Marilyn mengerat, nyaris terangkat untuk melayangkan pukulan pada Ian akibat lelucon menyebalkannya. Namun, amarahnya luruh begitu saja, berganti dengan helaan napas panjang yang sarat frustrasi."Oke, oke... Aku tidak dalam posisi untuk memilih," ucapnya mengalah.Tawa Ian membahana, matanya berkilat geli menyaksikan kekesalan Marilyn. "Setidaknya, kau akan mengingatku." Dengan lembut, jemarinya mengusap puncak kepala Marilyn sebelum kembali ke posisinya dan melanjutkan santapan."Besok kau harus berangkat pagi-pagi untuk mengejar bus pukul tujuh," Ian menjelaskan dengan nada serius. "Kau harus tiba di Kota A sebelum penerbanganmu meninggalkan negeri ini."Tak ada kepastian kapan Marilyn bisa kembali. Terlebih lagi, ia bahkan tak akan bisa mengunjungi makam kedua orangtuanya selama masa pelariannya ini.Setetes air mata jatuh tanpa suara ke atas piringnya. Pandangan Ian langsung menangkap isyarat kesedihan itu. Tanpa ragu, ia meletakkan sendok dan garpu, beranjak men

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 7

    Ketukan di pintu bergema seperti tembakan pistol di keheningan malam, menyentak Marilyn dari lamunan yang ternyata hanyalah mimpi—mimpi tentang serentetan kejadian mengerikan beberapa jam lalu.Marilyn mengusap wajahnya yang kusut, mengerjapkan mata yang terasa berpasir. Ia tak sadar telah terlelap di sofa tua yang keras ini."Marilyn? Buka pintunya."Suara Ian menembus kayu pintu—berat dan menuntut."Ya... sebentar," jawabnya dengan suara serak. Pandangannya melayang ke arah jam dinding yang jarumnya telah melewati tengah malam. Rupanya ia jatuh tertidur menunggu kepulangan Ian.Dengan tubuh yang terasa ditarik gravitasi dan kepala berdenyut akibat kurang tidur serta tekanan yang mencekik sepanjang hari, Marilyn menyeret langkahnya ke arah pintu dan membukanya.Ian berdiri menjulang di ambang pintu. Bayang-bayang lampu lorong menciptakan dimensi gelap pada seringai khasnya. Marilyn menatap luka-luka perang di wajahnya—memar keunguan di pipi, sayatan tipis di dahi, dan sudut bibir yan

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 6

    Malam itu, kabut keraguan menyelimuti pikiran Marilyn. Arena menunggu kedatangan Ian, dan Marilyn enggan menyendiri di kediaman pria itu. Pilihan terakhirnya hanyalah menanti sang petarung menyelesaikan pertarungannya—sebuah rutinitas yang selalu berakhir dengan kemenangan mutlak.Tak pernah sekalipun Marilyn meragukan kemahiran Ian di atas ring. Namun, satu pertanyaan terus menggelayut dalam benaknya: mengapa masih ada yang nekat menantang Ian di Arena? Tidakkah mereka melihat jejak tubuh-tubuh yang tumbang sebelumnya? Tidakkah mereka paham betapa sia-sia perlawanan mereka?"Tunggulah di sini. Satu jam lagi aku kembali," ujar Ian sambil menanggalkan pakaiannya. Tanpa sungkan, ia menampakkan tubuh atletisnya di hadapan Marilyn. Namun pikiran gadis itu terlalu kusut untuk mengagumi pahatan sempurna otot perut Ian yang terekspos sejenak, sebelum akhirnya tertutup kemeja putih yang akan menemaninya dalam pertarungan nanti. Toh, pemandangan Ian bertelanjang dada bukanlah hal baru baginya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status